Terima kasih kamu sudah pulang. Bunda sangat bahagia. Lama sekali Bunda menunggumu, Nak! Sebenarnya Bunda sangat rindu untuk memelukmu. Â
"Maafkan Abi, Bunda!" isakan Abi tiba-tiba merobek sunyi, "Abi pergi agar Bunda tak perlu memilih antara Abi dan Om Yoga. Bunda kan harus bahagia juga. Abi sudah cukup besar untuk mandiri."
Â
Bersediakah kamu datang ke peristirahatan Bunda? Bunda ingin mendengar salam perpisahan darimu. Bunda juga ingin dengar ceritamu. Apa kabarmu, Nak? Apa yang kamu lakukan selama kita berpisah? Sudah berapa banyak lukisanmu terjual? Bunda harap kamu memenuhi janji untuk kelak jadi dokter.Â
"Aah.. sudah berapa kali kubilang sama Bundaa!" rengek Abi berselimut kesal seraya mengambil bingkai berisi foto bundanya dari meja belajar, "Lihat Bun, Abi sudah jadi pelukis hebat! Berkat doa Bunda, Abi juga dapat beasiswa masuk kedokteran."Â
Abi tidak herhenti mengisak. Air matanya berjatuhan di atas kertas surat mengoyak tulisanku yang sudah boyak. Ingin sekali rasanya aku memeluk Abi kuat-kuat. Â Â
Â
Jangan khawatir, Bunda tak bisa lagi memarahimu. Apa pun keputusanmu Bunda tetap mencintai dan merindukanmu. Seperti sering Bunda katakan, Bunda tak pernah menyesal mengadopsi kamu. Sungguh!Â
Â
Meskipun lenyap seluruh keluarga, hidup Bunda menjadi lebih berarti. Bunda harap, kelak kamu menjadi seseorang yang sebanding dengan semua pengorbanan itu. Bukan untuk Bunda, tapi untukmu sendiri. Meskipun tak pernah melahirkanmu, kasih Bunda sama seperti ibu-ibu lain di seluruh dunia. Â Â
Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!