Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merindu Abimanyu (Bagian 1)

4 September 2020   12:57 Diperbarui: 5 September 2020   14:47 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Enrique Meseguer -- pixabay.com

Sekali lagi kukatakan, perkembangan dari lambaian hingga mendalamnya perasaanku sungguh tak bisa kujelaskan. Bagaimana jika kubilang saja bahwa ada kekuasaan lebih besar yang mengatur perjumpaan tersebut? Seperti ada tangan yang mengikatkan aku sangat kuat kepadanya hingga tak mungkin kulepaskan! Aku percaya itu Kuasa Ilahi.

***

Kelak aku bahkan mengorbankan seluruh hidupku demi Abimanyu. Gelar keningratan pun rela kulepaskan demi mempertahankannya sebagai milikku. Izinkan aku mengisahkannya sebentar.

Semua berawal saat aku membawa Abimanyu pulang untuk kukenalkan kepada bapak dan ibuku. Hari itu adalah kali pertama Abi menginjak kota kelahiranku, tanah nenek moyangku. Namun, tak pernah kusangka bahwa hari itu sekaligus menjadi hari terakhirnya di sana.

Adzan subuh belum lagi terdengar sewaktu kami tiba di stasiun. Daripada mengganggu orang tuaku dengan kedatangan yang teramat pagi, aku membawa Abi berkeliling kota. Dengan taksi kami mengunjungi beberapa tempat yang meninggalkan kenangan indah dari masa kanak-kanakku.

Mula-mula kami duduk di alun-alun kota-tempat di mana aku kerap menghabiskan sore. Sembari kuceritakan segala hal yang kulakukan saat kecil, kami menikmati bubur sumsum sebagai sarapan. Kami meninggalkan alun-alun setelah matahari menyingsing. Kuminta sopir taksi melewati setiap jalan di mana dahulu aku bersekolahku, dari TK sampai SMA.

Saat melihat serombongan bebek di saluran irigasi Abi mengajakku berhenti. Kami pun lalu asyik melempari unggas  itu dengan remah-remah roti. Setelah puas barulah kami beranjak ke rumah keluargaku.

Kejutan indah yang ingin kuberikan pada kedua orang tuaku justru membuatku tergoncang. Saat pintu terbuka lebar, tidak ada pelukan hangat yang kuharapkan. Kami justru disambut dengan tatapan sedih bapak, ibu, dan dua kangmasku. Tak satu pun di antara mereka menyuguhkan senyuman selamat datang. Tidak juga ibu yang biasanya sangat bijak.

Semestinya situasi demikian sejak awal sudah bisa kuduga. Aku saja yang terus terbuai mimpi indah. Aku mengira bila surat-surat yang selama ini kukirimkan tak dapat melumerkan hati keluargaku, sebuah pertemuan tentu mampu meluluhkan hati mereka. Kusangka mereka pun akan segera jatuh hati sesaat setelah berjumpa seperti halnya diriku yang tak bisa berpaling saat bersiborok dengan bening bola mata Abimanyu.

Bagaimana kenyataannya?

Ketika itulah aku sadar telah tertipu utopia semu yang ditawarkan novel-novel yang berujung bahagia. Nyatanya, ada bagian dunia ini yang menuntut kesempurnaan untuk sepotong cinta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun