Hingga hari ini pandemi Covid-19 belum juga berlalu. Satu per satu perayaan besar harus kita lewati dalam rong-rongan virustak kasat mata itu. Mulai dari beberapa perayaan keagamaan; perayaan kenaikan/kelulusan sekolah; juga pelantikan pejabat hingga Peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus yang lalu.
Tahun 2020 Tak Ada Tujuh Belasan
Tak ada lagi keseruan aneka perlombaan maupun keriaan karnaval yang setiap tahun selalu kita nantikan. Upacara Peringatan ke-75 Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya pun lantas terasa jauh lebih mengharukan.
Rasa syukur, bahagia, sedih, khawatir, dan segudang harapan menyatu dalam keharuan tersebut. Demikian halnya perasaan saya. Campur aduk. Nyaris tidak ada batas antara semangat yang berkobar oleh perayaan bersejarah ini dan kesesakan akibat keterpurukan ekonomi. Boleh jadi hal ini dirasakan juga oleh banyak anggota masyarakat lain.
Tahun 2020 ini tidak ada gelaran "pesta rakyat" tujuh belasan yang dapat membuat kita sejenak melupakan sederet masalah. Hampir enam bulan berlalu, tetapi pandemi Covid-19 belum juga reda bahkan menghadirkan krisis ekonomi bagi semua kalangan. Dagangan sepi pembeli; klien tak kunjung datang; proyek-proyek tertunda; kesulitan membayar karyawan; harus terpilih menjadi karyawan yang kena PHK; bahkan tabungan mulai menipis sementara semua tagihan tetap harus dibayar.
Percik Semangat dari Pidato Jokowi
Kita sepakat bahwa kesulitan yang diakibatkan pandemi ini bukan hanya masalah saya dan Anda. Bukan pula negara kita saja yang mengalaminya. Kemunduran dan krisis ekonomi adalah masalah global. Situasi dan kondisi tersebut diungkap oleh Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraannya menjelang peringatan HUT ke-75 RI (jeo.kompas.com, 13/8). Jangankan negara miskin dan berkembang, bahkan negara-negara maju pun tak lepas dari krisis.
Bagian menarik lain dari pidato tersebut adalah presumsi tentang situasi ini. Mandeknya perekonomian negara ibarat komputer hang sehingga perlu dilakukan restart dan rebooting, dan semua negara berkesempatan untuk melakukan setting ulang pada semua sistemnya.
Terkait hal itu, Presiden menyerukan untuk menjadikan momentum musibah pandemi sebagai sebuah kebangkitan baru. "Jangan sia-siakan pelajaran yang diberikan oleh krisis. Jangan biarkan krisis membuahkan kemunduran. Justru momentum krisis ini harus kita bajak untuk melakukan lompatan kemajuan." Demikian secara detail disampaikan. Kita semua tentu sepakat bahwa sekarang ini adalah saat paling tepat untuk membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar, dan menjalankan strategi besar seperti seruan Presiden Jokowi.Â
"Jangan sia-siakan pelajaran yang diberikan oleh krisis. Jangan biarkan krisis membuahkan kemunduran. Justru momentum krisis ini harus kita bajak untuk melakukan lompatan kemajuan."
Mulai dari Diri Sendiri
Ajakan Presiden Jokowi dalam pidato tersebut sangat menginspirasi dan menggugah semangat. Seperti tambahan suporter dalam perlombaan balap karung Tujuh Belasan. Sebagai warga negara yang mencintai tanah airnya, kita perlu merespons ajakan tersebut. Mulai dari diri kita sendiri! Namun, dalam konteks ini saya tak hendak membahas target besar pemerintah berskala nasional dan/atau internasional. Sebaliknya, saya mengajak untuk mengawalinya dengan langkah-langkah kecil berikut.Â
Mengubah Pola Pikir dan Etos Kerja
Yuk, mulai dengan mengubah pola pikir dan etos kerja! Seperti diketahui etos/etika kerja sangat dipengaruhi oleh pola pikir yang terbentuk dari keyakinan dalam diri setiap individu. Bagaimanapun keyakinan dan pemikiran akan terefleksikan pada tindakan kita, termasuk etika dalam kerja.