Belum lama ini seorang sepupu bertanya via WA mengenai pilihan platform menulis. 'Menurut Mbak, platform menulis yang okay saat ini kompasiana atau di xxxxxx ya? Atau plus-minus keduanya apa ya?' Begitu pertanyaannya.
Dengan jujur saya katakan tidak bisa memberi pendapat. Saya tidak mungkin membuat perbandingan karena belum pernah menulis di platform xxxxxx. Untuk media warga (citizen media) saya hanya punya akun kompasiana, yang bahkan sudah serupa rumah kedua bagi aktivitas menulis saya.
Walaupun begitu, saya coba juga mengintip platform yang disebutkan sepupu saya. Hitung-hitung memperluas wawasan. Ketika sedang asyik mempelajari platform tersebut, sepupu saya kembali mengirim pesan. 'Mbak pernah kerja sama pasang iklan di kompasiana?', begitu pertanyaannya.
Seraya tersenyum sendiri saya balas dengan kalimat tanya 'Sebenarnya kamu ini mau nulis atau pasang iklan di kompasiana?' Seraya mengirim ikon "tertawa terbahak-bahak" dia jawab 'dua-duanya'.
'Selama ini kalau Mbak nulis banyak gak viewer-nya?' (Waduh, segera saja cek-ricek!) Pembaca tulisanku bervariasi dari puluhan sampai ratusan. Satu dua artikel dibaca ribuan orang karena beruntung dipilih sebagai artikel utama. Rekor tertinggi pernah mencapai 30 ribuan pembaca meskipun bukan artikel utama. Boleh jadi karena tulisan tersebut sudah lama "nongkrong" di sana! Â
Intinya, 'Jumlah pembaca kompasiana itu ya ribuanlah! Usia blog keroyokan ini 'kan sudah hampir 10 tahun. Jika tulisan yang diunggah menjadi trending, pembacanya bahkan bisa mencapai puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu dalam rentang waktu tertentu'. Demikian saya meyakinkan dia.
Entahlah mungkin terkesan ngecap, tetapi ketika itu saya memang teringat pernah membaca artikel rekan kompasianer yang menceritakan bahwa artikelnya pernah tembus ratusan ribu pembaca. Belakangan bahkan sampai mencapai sejuta lebih.
Tidak ada maksud berlebihan. Niat saya hanyalah memotivasi agar sepupu saya turut berminat menulis di media warga ini-bila memang motivasinya ingin dibaca banyak orang.
Saya pernah meresensi buku Kang Pepih berjudul Kompasiana Etalase Warga Biasa tentang seluk beluk kompasiana.com. Kendati demikian saya tidak hafal berapa anggota maupun jumlah pembacanya. Satu hal yang pasti media ini berkembang sangat pesat.
Sekilas saya ingat ada lebih dari 70 ribu kompasianer dengan ratusan artikel per hari. Sementara kunjungan pembaca per bulan bisa mencapai 6-7 juta. Bila dibandingkan dengan platform yang disebut sepupu saya sudah pasti kompasiana berada jauh di depan.
Soal pemasang iklan jangan tanya lagi! Saking banyaknya iklan di kompasiana.com, kalau kita tidak berhati-hati mau klik tombol vote saja bisa keliru klik iklan. Terlebih lagi bila kita membukanya dari ponsel berlayar sempit. Saat membaca artikel bahkan boleh jadi kita keliru mengira bahwa foto iklan yang ada di antara paragraf merupakan bagian dari artikel terkait. Â
Ups! Saya jadi kaget sendiri karena ada nada curcol di sana. Â Â
Sejujurnya, saya kadang-kadang memang stres karena salah sasaran klik atau persepsi gambar kerap keliru dengan iklan. Belum lagi kalau ada iklan bergerak atau video yang bikin gagal fokus. Saya bahkan merasa tidak nyaman kalau membaca karya puisi harus terpotong-potong oleh foto-foto iklan.
Walaupun begitu saya berusaha legawa karena banyaknya iklan menjadi penanda hidupnya kompasiana.com. Tak bisa dimungkiri bila iklan tersebut menguntungkan bagi keberlangsungan media warga ini.
Kembali pada topik percakapan dengan sepupu saya!
Setelah saya cerita ngalor-ngidul tentang kompasiana yang cenderung memiliki lebih banyak anggota dan pembaca dibandingkan platform xxxxxx, sepupu saya tampak kian bersemangat. Tunggu dulu! Bukan bersemangat untuk segera mendaftar jadi kompasianer melainkan hendak mengabarkan fakta yang didengarnya tersebut kepada bosnya.
'Baiklah, nanti saya bilang ke perusahaan' begitu katanya. Lho, awalnya saya bingung! Apa hubungannya dengan perusahaan tempatnya bekerja?
Selidik punya selidik, ternyata sepupu saya sedang menjajaki sejumlah platform untuk brand awareness perusahaannya. Begitulah menurut pengakuannya. Pokoknya dia mencari platform yang menerima iklan dan yang terpenting memiliki jumlah pembacanya yang signifikan. Sementara di platform lain yang disebutnya tidak menerima pemasangan iklan.
'Hmm, boleh juga ini!' Nada antusiasme jelas terbaca dari komentar yang terlontar saat mengetahui "dahsyatnya" jumlah kompasianer dan potensi jutaan pembaca di kompasiana.com. Â Â
Saya sendiri kurang begitu paham apa dan bagaimana itu brand awareness. Penjelasan panjang lebar tentang tulis-menulis di kompasiana yang saya sampaikan bertujuan untuk menarik hatinya agar menjadi calon kompasianer. Namun, ternyata sekaligus telah sukses menarik calon pemasang iklan di kompasiana.com. Â
Mungkin itulah yang disebut memasarkan tanpa melakukan pemasaran. Begitu kesimpulan yang saya tarik. Tentang hasilnya? Hanya waktulah yang akan bicara!
Depok, akhir Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H