Polisi menangkap Agung dengan tuduhan penganiayaan. Para tetangga merasa keheranan, karena pemuda tampan ini dikenal baik serta santun. Saat melepas kepergian Agung bersama petugas kepolisian, sang ibu mengusap lembut kepala anak semata wayangnya seraya berurai air mata. Senyum tipis Agung menyiratkan ketegaran. Dengan tangan diborgol, diciumnya takzim punggung tangan ibunya. Mungkin ini sudah takdirmu Nak, jerit sang ibu dalam hati.Â
Dalam waktu bersamaan di bagian lain kota, Ranti kekasih Agung tak juga berhenti menangis menolak perjodohan dengan pemuda pilihan kakeknya. Melihat Ranti menangis, keluarga besarnya hanya bergeming lalu segera menentukan tanggal pernikahan. Saat Ranti sujud memohon sambil berurai air mata, ibunya hanya menggeleng seraya berbisik, "Maafkan ibu, Nak!" Namun, raut wajah sang ibu tampak menyimpan kepedihan. Dalam hati kecilnya ia meyakinkan diri bahwa pernikahan ini adalah jalan terbaik, karena cinta antara Ranti dan Agung adalah cinta terlarang. Â Â
Setelah pernikahan Ranti, dua perempuan paruh baya bertemu di sebuah pemakaman umum. Keduanya menabur bunga di makam yang sama. Selesai berdoa, perempuan dengan penampilan sederhana menengok ke arah perempuan yang satunya. Ia bertanya tentang keberangkatan Ranti ke Amerika mengikuti suaminya. Perempuan yang lain menjawab, "Minggu depan. Saya janji, besoknya pembebasan Agung akan segera diurus." Lalu, mereka berpelukan dalam senyap. Sesaat sebelum pergi, keduanya menatap nisan yang sama-nisan suami mereka, ayah Agung yang juga ayah Ranti.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H