Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Terima Kasih Bu Tutik...

25 November 2013   10:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:43 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Apa memang waktu SD kita satu sekolah to, Ning? Tulis Mas Ari penasaran.

Hehe... tidak Mas. SD-ku kan di Jalan Pandean. Balasku.

Lalu, kamu kenal Bu Tutik di mana??? Tulis Mas Ari bernada bingung.

Di rumah Mas! Kebetulan beliau itu kan Ibuku… ! Balasku lengkap dengan emotikonkerlingan.

Ibu kamu????????????????... Balasan Mas Ari disertai puluhan tanda tanya dan sebuah emotikon tanda kebingungan.

Iya! Tulisku sambil menyertakan emotikon senyuman.

Wah... wah.., dunia ini memang sempit ya! Ternyata kamu anaknya Bu Tutik to?! Yo wis3), sampaikan salamku buat beliau ya Ning! Beliau pasti ingat, aku ini kan murid yang hebat!

Beliau sudah pergi Mas, tiga tahun yang lalu… . Tulisku sedih.



Ya, Bu Tutik, guru idolaku, guru yang mengajarkan banyak hal dalam hidupku, guru yang kebetulan juga Ibuku itu… telah pergi untuk selamanya. Guru paling menginspirasi sepanjang hidupku itu, kini hanya tinggal kenangan.

***



Kenangan tentang Bu Tuti kembali meraja. Kenangan akan semua pelajaran hidup yang pernah diberikannya tak pernah lekang oleh waktu. Tak hanya sebagai guru bidang studi Agama yang mengajarkan pengetahuan agama, tetapi Bu Tutik adalah seorang agamis. Beliau adalah pendoa yang sangat tekun. Ketekunannya sering membuatku sungkan4) oleh kemalasanku. Beliau juga pelayan Gereja yang patut diteladani. Beliau yang mendorongku untuk menyisihkan waktu mengajar adik-adik Sekolah Minggu5). Beliau dengan motto “bersyukur dalam segala hal” mengajarkan kami untuk senantiasa mensyukuri hidup. Meskipun pada zaman sebelum reformasi gaji guru tak seberapa dan harus mendapat potongan ini-itu beliau setia menjadi guru. Dedikasinya dalam mengajar juga tak pernah berkurang sedikit pun. Beliau juga pengabdi keluarga yang hebat.



Bu Tutik bukan tipe guru yang hanya menyampaikan materi pelajaran di depan kelas dan hanya berusaha memintarkan murid-muridnya. Beliau selalu ingin hadir sebagai teladan seperti seharusnya seorang pendidik. Di lingkungan tempat tinggal kami, Bu Tutik memberikan teladan untuk mencintai seni dan budaya. Dalam kelompok Karawitan6) Bu Tutik adalah pemukul bonang7) dan sesekali menabuh gendang. Dengan keuangan terbatas, beliau pun masih berusaha mengirimkan anak-anaknya ke sanggar tari.



Bu Tutik pun berperan sebagai agen pecinta lingkungan hidup. Tangannya yang dingin mengajarkanku bagaimana menanam dan merawat aneka jenis tanaman. Beliau juga membentuk kesadaranku untuk mencintai alam dan peduli pada kelestarian lingkungan hidup.



Beliau juga guru masak terhebat yang kumiliki. Entah beliau cuplik dari mana kutipan ini: bahan terpenting yang membuat masakan menjadi enak adalah perasaan kasih dari sang juru masak.

BUZZ!!!

BUZZ!!!

BUZZ!!!

Laptop-ku sudah penuh tanda panggilan dari Yahoo! Messenger8). Rupanya aku tidak menyadari getaran berkali-kali sedari tadi. Duh Gusti9), ternyata kenangan indah tentang Bu Tutik sudah menghanyutkanku ke masa lalu.

BUZZ!!! Sekali lagi laptop-ku bergetar.

Iya, Mas Ari? Tulisku menanggapi.

Kirim foto beliau untukku ya Ning! Oya, adikku pasti juga akan senang melihatnya. Adikku itu juga muridnya Bu Tutik lho.

Okay Mas, nanti kukirim ke email-mu ya!

Ning, aku turut sedih ya. Tapi kita harus bangga pernah memiliki beliau Ning. Apalagi kamu, yang bisa menjadi murid sekaligus anaknya. Begitu hibur Mas Ari lewat tulisan panjang dilengkapi emotikon kerlingan.



Tentu sajaaku bangga dengan Ibu Guruku yang satu ini. Sangat bangga! Beliau senantiasa menjadi guru dalam hidupku. Beliaulah orang yang telah memberiku pendidikan terbaik sepanjang hidupnya. Guru berdedikasi penuh meski tak dipenuhi tanda jasa. Namun kuyakin di setiap hati muridnya, di sana ada tanda yang terpahat manis dan abadi. Tanda itu pun tersemat rapi di lubuk hatiku. Terima kasih Bu Tutik... guruku, ibuku, dan inspirasiku! Dalam doaku kan slalu kupinta Surga bagimu! Dan semoga semua guru di negriku tercinta senantiasa menjadi pendidik-pendidik sejati sepertimu. [@dwiklarasari]

Selamat Hari Guru untuk Semua Guru di Indonesia!



Catatan kaki:

1)Bahasa Jawa, yang berarti: suara kecil melengking.

2)Bahasa Jawa, yang berarti: Baik-baik saja Ning. Begini lho, saya hendak bertanya.

3)Bahasa Jawa, yang berarti: Ya sudah.

4)Bahasa Jawa, yang berarti: merasa malu.

5)Kegiatan Pembinaan Iman Anak-anak usia TK-SD di Gereja Katolik.

6)Seni gamelan dan seni suara yg bertangga nada slendro dan pelog.

7)Alat gamelan berbentuk seperti gong kecil.

8)Program pengirim pesan instan populer yang disediakan oleh Yahoo!

9)Bahasa Jawa, yang berarti: Ya Tuhan.

10)Emotikon: ikon berupa gambar diam/gerak yang menggambarkan suasana hati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun