Mohon tunggu...
Lucas Dwi Hartanto
Lucas Dwi Hartanto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mahasisa Program Magister Sosiologi, Universitas Muhamadiyah malang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Elektoral vs Gerakan Sosial Hari Ini: Sebuah Catatan Reflektif untuk Angkatan Muda

4 Juli 2014   10:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:32 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Keberanian adalah modal pertama bagi angkatan muda. Tanpa keberanian, seperti sering saya sampaikan, kalian akan diperlakukan sebagai ternak belaka : dibohongi, digiring ke sana kemari, atau bisa saja digiring ke pembantaian. Keberanian saja yang bisa membuat pribadi menjadi kokoh."
(PAT) -Pramudya Ananta Toer-



Turut solidaritas bagi perjuangan kaum buruh, petani, mahasiswa dan angkatan muda (gerakan sosial) di Karawang dan Rembang.

Tampaknya eforia (baca: pesta simbolik tanpa makna) gerakan pendukung calon presiden dalam politik elektoral hari-hari ini, dengan realitas gerakan sosial yang sedang bergerak secara sporadis seperti di Karawang, perjuangan petani di Rembang, dan perlawanan KMK di Dolly Surabaya, seolah-olah tidak memiliki korelasi dan keterhubungan langsung dengan rangkaian politik elektoral (pileg dan pilpres) kali ini. Walaupun hampir di seluruh perdebatannya, selalu melibatkan wacana kerakyatan, isu pro-rakyat lapisan bawah dan pembicaraan tentang nasib rakyat lainnya, selalu menghiasi dalam setiap ruang pidatonya di hadapan orang banyak.

Sebelum ilusi pemilu menguat, setidaknya lima tahun ke belakang, gerakan solidaritas dan dukungan atas perjuangan gerakan rakyat di lapisan bawah di Indonesia (perjuangan buruh, petani, kaum miskin kota, isu migran, pendidikan, kesehatan, lingkungan, perempuan dan lain-lain) terus menggeliat secara perlahan, dalam diri gerakan sosial di Indonesia. Terutama di kalangan serikat buruh, gerakan tani, dan gerakan politik alternatif lainnya.

Pertanyaannya kemudian, apakah keterpisahan dan alienasi (keterasingan) antara gerakan pendukung capres yang juga banyak menyerap elemen-elemen gerakan alternatif sebelum berlangsungnya momen politik elektoral (pileg dan capres) ini, dengan realitas gerakan sosial yang terus menggeliat di lapisan bawah ini, tak lain adalah bentuk-bentuk baru dari krisis dalam gerakan sosial (baca: menjauhkan realitas wacananya dari kehidupan orang banyak) yang mulai tumbuh secara sporadis dan mulai menggeliat ini?

Atau justru ini adalah bentuk-bentuk negasi dan mutasi baru (untuk menjauhkan realitas sosial sehari-hari kepentingan massa rakyat lapisan bawah) bagi masa depan gerakan sosial di Indonesia, di tengah selama puluhan tahun terus mengalami kekalahan demi kekalahan?

Tampaknya, dinamika dan perkembangan akan realitas gerakan sosial di Indonesia (pasca Reformasi 1998) yang stagnan sampai hari ini, memberikan harapan bagi angkatan muda baru (yang lebih berhari depan) dalam gerakan sosial di Indonesia. Angkatan muda dalam tubuh gerakan Sosial yang mulai tumbuh, menggeliat dan mungkin kelak membesar sesuai ekspresi jaman yang melahirkannya.

Angkatan muda adalah keniscayaan sejarah, mereka lahir dan tumbuh dalam setiap jamannya, memiliki karakter dan ekspresinya masing-masing, tentunya sesuai realitas sosial yang dihadapinya sehari-hari. Generasi tua yang sudah gagal (tidak berhari depan) niscahya tak pernah bisa menghalang-halangi, meredam dan memberi ilusi-ilusi kosong tentang wacana “kejayaanya” masa lalunya. Raga, jiwa dan tubuhnya telah berpelukan erat dengan kekuasaan, untuk sekedar menikmati remah-remah kekuasaan sebagai tujuan hidupnya hari ini.

Bagi angkatan tua yang sudah gagal, yang mungkin bisa mereka lakukan hanyalah memberi jalan bagi angkatan muda baru, berbagi pengalaman dan belajar tentang kegagalan dan kesalahan perjuangan di masa lalu. Sambil tentu saja memberi dukungan gerakan angkatan muda baru ini, yang memang sesuai siklus dan keniscayaan sejarahnya, dia yang akan memimpin gerakan sosial di Indonesia selanjutnya. Hingga harapan dan mimpi orang banyak tentang kesejahteraan, kemakmuran dan tatanan yang berpihak bagi kepentingan orang banyak itu sendiri, akan mewarnai kehidupan seharai-hari di negeri ini kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun