Macapat Wadah Curhat
Oleh: Dwi Ari Septyowati, S.S.
Karya sastra merupakan representasi ide dan gagasan dari pengarang yang syarat akan nilai-nilai atau pesan tentang kehidupan. Karya sastra tidak hanya merujuk pada satu bidang kehidupan saja, tetapi juga mampu masuk ke berbagai bidang dalam kehidupan manusia seperti psikologi, kebudayaan, ekonomi, sosial, politik dan pendidikan (Puji Anto, Tri Anita: 2019).
Salah satu karya sastra tulis yang hidup berkembang sampai sekarang adalah tembang macapat. Menurut Agus Effendi: 2013, Tembang macapat adalah bagian dari empat jenis tembang yaitu, tembang gedhe, tembang tengahan, tembang  cilik dan tembang dolanan.Â
Tembang macapat masih sering digunakan atau dipakai pada acara-acara tertentu seperi pertunjukkan wayang, pentas karawitan dan sebagainya dan bahkan masih digunakan sebagai salah satu materi pada mata pelajaran Bahasa Jawa pada tingkat sekolah dasar sampai menengah atas. Jadi tembang macapat masih hidup dan berkembang sampai sekarang.
Di dunia pendidikan, pada materi tembang macapat peserta didik diajak untuk menganalisis pedoman atau paugeran tembang macapat. Paugeran tembang macapat yaitu guru lagu, guru gatra dan guru wilangan. Paugeran sebagai aturan atau patokan, sehingga tembang macapat harus sesuai dengan paugeran tersebut. Sebagai contoh tembang macapat Asmaradana. Tembang Asmaradana memiliki paugeran sebagai berikut:
Guru gatra    : 7
Guru wilangan : 8, 8, 8, 8,7, 8, 8
Guru lag      : i, a, o/e, a, a, u, a
Pedoman atau paugeran tersebut juga digunakan ketika akan membuat tembang macapat Asmaradana. Melalui tembang macapat, pencipta tembang berkesempatan untuk mengungkapkan ide, perasaan, pesan dan sebagainya kepada pembaca dan pendengar.Â
Sebagai contoh, berikut tembang macapat Asmaradana dengan sandhiasma "SURANTI" (Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sumberlawang dengan nama lengkap Dra. Suranti Tri Umiatsih M. Eng.). Sandhiasma merupakan nama samaran, dengan makna nama yang disamarkan didalam tembang macapat.