Ada dua orang kakak beradik. Mereka mendapat warisan berupa tanah dengan luasan yang sama, dan kondisi kesuburan yang sama. Letaknya juga berdekatan. Kemudian keduanya menanami lahan tersebut dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing merawat tanamannya dengan sungguh-sungguh.
Satu tahun kemudian, pohon mereka berdua terlihat sama-sama tumbuh tinggi. Tahun kedua pohon si kakak terlihat lebih tinggi. Tahun ketiga pun juga sama, pohon si kakak terlihat lebih tinggi dengan batang yang menjulang tinggi, daun-daun yang lebat dan mulai berbuah banyak. Sampai tahun ke empat tanaman si kakak tetap jauh lebih tinggi, sedangkan pohon si adik hanya berukuran tidak lebih tinggi dari badan si adik. Si adik pun penasaran dan mencari tahu ada apa gerangan.
Si adik akhirnya menerobos ke kebun si kakak. Ia perhatikan batang pohon si kakak yang menjulang tinggi, daun-daun yang tumbuh subur dan buah-buah yang bergelayut ranum di dahan pohon. Akhirnya tahulah si adik kalau pohon itu adalah pohon jambu. Pantas saja bisa menjulang tinggi. Sedangkan yang ditanamnya adalah pohon cabai, pantas saja pohonnya tidak bisa setinggi pohon si kakak.
Apa yang bisa kita petik dari cerita diatas? Kedua saudara tersebut telah mendapatkan tanah dengan luasan yang sama dan tingkat kesuburan yang sama. Yang membedakan adalah jenis bibit yang mereka tanam. Yang menanam bibit jambu akan tumbuh pohon jambu, sedangkan yang menanam bibit cabai akan tumbuh pohon cabai.
Begitulah, sesungguhnya Allah telah menganugerahkan akal yang sama kepada manusia. Yang membedakan adalah cara berpikir yang kita tanam sejak kecil. Mindset adalah bibitnya, dan apa yang akan kita tanam itulah yang akan tumbuh.
Seperti itulah contoh mindset. Ia bagaikan bibit yang ditanam dalam akal manusia, tertanam dalam alam bawah sadarnya. Ia dibentuk bertahun-tahun dari sejak masih kecil, dipengaruhi oleh lingkungan dan orang-orang sekitar. Semakin kuat pengaruh seseorang maka ia akan dipercaya dan kemudian akan semakin memengaruhi pola pikirnya. Informasi yang kita terima setiap hari pun bisa memengaruhi pola pikir kita.
Saya yang berada di lingkungan pedagang, dengan ayah dan ibu yang seorang pedagang tentu saja sangat mempengaruhi mindset saya. Suatu waktu selepas lulus sekolah menengah akhir, saya pernah bercita-cita untuk menjadi akademisi dengan melanjutkan kuliah di IPB karena waktu itu saya berkesempatan mendapat beasiswa untuk kuliah di IPB. Namun semua kandas di tengah jalan karena mindset pedagang yang ditanamkan ayah sangatlah kuat.
Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses dalam hidupnya. Kuncinya adalah mau belajar dan tidak takut untuk mencoba. Salah bisa dibetulkan, tetapi kalau tidak pernah mencoba, apa yang mau dibetulkan?
Setiap manusia pasti mempunyai salah. Mesin berteknologi canggih pun tetap ada kesalahannya juga. Ketika manusia menciptakan suatu benda, pasti ada saja produk gagalnya.
Sekarang kita beralih pada ciptaan Allah. Kita renungkan dengan sungguh-sunguh bahwa ketika Allah menciptakan manusia, maka tidak mungkin ada produk gagal. Semua manusia diciptakan sempurna, termasuk Anda. Seluruh manusia diciptakan Allah dalam keadaan terbaik.
Inilah pemahaman yang harus kita tanamkan dalam pikiran kita, bahwa kita ini sama sempurnanya dengan manusia yang lain. Kita bukan produk gagal!
Saat kita melihat orang lain berlimpah rezeki dengan begitu mudahnya, bukan karena DNA mereka yang sejak lahir sudah berbeda dari kita. Sama sekali tidaklah demikian! Mereka hanya menyerap informasi yang berbeda dari kita selama hidupnya. Mereka pun bertindak dengan tindakan yang berbeda.
Untuk menjadi seperti mereka, kita hanya perlu belajar lebih banyak lagi, sehingga ketika kita mengetahui apa yang selama ini telah mandarah daging dalam pikiran mereka, maka kita pun sanggup bertindak seperti mereka.
Bolehlah saya bercerita tentang diri saya sendiri yang menjadi pedagang tanpa ada pendidikan formal tentang ekonomi maupun bisnis. Nyatanya saya juga bisa sesukses mereka yang menjadi sarjana ekonomi. Tapi saya juga tidak menafikkan peran Pendidikan formal.
Saya belajar bisnis sejak dari kandungan, karena orangtua saya keduanya pebisnis. Dari kecil yang saya lihat barang-barang dagangan, nota-nota bon dan seluruh aktivitas perdagangan. Saya melihat bagaimana orang bertransaksi baik menjual maupun membeli. Tanpa suatu teori yang panjang pun saya sudah menyerap banyak informasi bisnis.
Semua orang itu awalnya sama. Kita diberi modal yang sama oleh Allah. Orang-orang yang telah sukses, sebelumnya telah menjadi pembelajar yang tangguh. Mereka sukses karena telah lebih dahulu banyak belajar. Jika kita mau menjadi pembelajar sejati dan suatu saat nanti pengetahuan dan informasi yang kita serap sudah sampai pada level seperti orang-orang yang sukses tersebut, maka kita pun bisa sukses seperti mereka.
Tugas kita sekarang adalah harus bergerak menanam bibit baru di tanah tersebut. Jangan-jangan selama ini kita hanya menanam tanaman musiman dengan batang yang pendek, pantas saja tanaman ini tidak pernah tumbuh lebih tinggi lagi. Memang sih membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya untuk menanamkan pola pikir yang baru.
Tanamlah bibit yang akan tumbuh menjadi pohon besar. Kalau perlu sebesar mungkin. Semakin mindset menjadi keyakinan, artinya semakin besar bibit yang ditanam. Mungkin saat ini masih berupa bibit. Namun, beberapa tahun kemudian akan tumbuh menjadi Anda yang berbeda.
Pohon terbesar di dunia pun berasal dari bibit yang mungkin dulunya tidak diperhitungkan sama sekali. Tapi hari ini pohon itu tumbuh sangat-sangat besar hingga manusia bisa melubangi bagian tengah pohon tersebut menjadi terowongan untuk dilintasi mobil. Itulah pohon Sequoia yang hidup di pegunungan Sierra Nevada, Amerika dengan diameter yang mencapai enam meter.
Mari kita simak untaian kalimat dalam kitab yang terkenal, Al-Hikam karya As-Syeikh Ibnu Athaillah. "Tanamlah dirimu pada tanah yang dalam, karena tidak akan tumbuh suatu tanaman apapun apabila ia tidak ditanam."
Sejatinya Al-Hikam sedang membahas tentang keikhlasan yang diumpamakan seperti benih yang ditanam cukup dalam, sehingga tidak ada orang yang bisa melihatnya dari luar. Adapun orang yang riya, laksana benih itu dibiarkan saja di atas tanah agar terlihat oleh orang lain. Tentu saja benih itu hanya mempunyai kemungkinan kecil untuk tumbuh karena tidak ditanam.
Tapi jika kita selami lagi tutur bahasanya, apa yang dituturkan dalam kitab Al-Hikam diatas juga mengandung makna tentang pentingnya mindset yang tepat dalam hati kita. Apa keyakinan yang kita tanam, itulah yang akan tumbuh dan menjadi diri kita di masa depan.
Sumber bacaan:
Arafat. 2018. Hijrah Rezeki. Cirebon: KMO Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H