Mohon tunggu...
Dwi MeisyitahAnanda
Dwi MeisyitahAnanda Mohon Tunggu... Dosen - Peserta Latsar CPNS 2024

Menyukai isu-isu sosial, budaya dan kesejahteraan warga negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perlindungan terhadap Kriminalitas Anak/Remaja, Patutkah Dipertahankan?

4 Oktober 2024   16:00 Diperbarui: 4 Oktober 2024   16:15 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kasus kriminalitas yang melibatkan anak dan remaja terus meningkat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Data terbaru dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya peningkatan kasus kriminal yang melibatkan anak-anak dan remaja dengan sebagian besar kasus terkait kekerasan fisik, perundungan (bullying), dan pencurian, termasuk pelecehan seksual.  Fenomena ini memicu perdebatan mengenai efektivitas undang-undang yang memberikan perlindungan khusus kepada pelaku di bawah umur. Apakah perlindungan tersebut masih relevan untuk diterapkan, atau justru menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku untuk menghindari hukuman?

Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan kepada seorang responden terkait keresehan akan tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja. Responden menyatakan,

"Sebagai seorang Ibu, saya merasa khawatir dengan keselamatan anak saya. Masalah ini sangat mengkhawatirkan karena tidak adanya tindak hukum yang bisa diambil jika kejahatan seksual ini dilakukan oleh anak kecil atau remaja karena adanya Undang-Undang Perlindungan Anak. Menurut saya, Undang-Undang Perlindungan Anak ini menjadi tameng yang bisa dimanfaatkan oleh anak-anak atau remaja pelaku kejahatan."

Potongan wawancara diatas menunjukkan dilema yang timbul terkait efektivitas Undang-undang Perlindungan Anak yang dirasakan oleh warga negara. 

Undang-undang Perlindungan Anak bertujuan melindungi hak anak dan memberi kesempatan rehabilitasi, mengingat bahwa mereka masih dalam tahap perkembangan psikologis dan sosial. Di satu sisi, kebijakan ini memang memiliki aspek positif karena memberikan kesempatan bagi anak untuk memperbaiki diri melalui program seperti rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Pendekatan ini dinilai lebih humanis dibandingkan dengan hukuman penjara yang dapat merusak masa depan mereka. Namun, sisi negatif dari undang-undang ini adalah kebijakan ini sering kali dianggap terlalu lunak dan tidak menimbulkan efek jera. Beberapa kasus menunjukkan bahwa pelaku kriminal di bawah umur mengulangi perbuatannya karena merasa dilindungi oleh status anak dalam hukum.

Tidak adanya solusi atau jalan tengah dalam masalah ini berujung kepada satu pertanyaan. Apakah yang harus dan bisa dilakukan untuk mencegah dan menghadapi masalah ini?

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Warga negara Indonesia dapat berperan aktif dalam menghadapi isu ini dengan merangkul nilai-nilai bela negara. Pertama, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan perlindungan anak untuk menyeimbangkan antara rehabilitasi dan efek jera yang lebih tegas. Sekolah-sekolah harus memperkuat pendidikan karakter dengan menanamkan nilai moral, etika, dan tanggung jawab sosial kepada siswa sejak dini. Orang tua juga memiliki peran penting dalam membimbing anak-anaknya, terutama dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial secara bijak, serta memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perkembangan anak dan remaja, serta memberikan dukungan bagi keluarga yang terdampak oleh kasus kriminalitas remaja.

Untuk menghadapi meningkatnya angka kriminalitas anak/remaja, seluruh pihak harus meningkatkan kewaspadaan dan melibatkan diri dalam pencegahan dengan menumbuhkan rasa cinta tanah air dan pengabdian pada bangsa. Penerapan nilai-nilai bela negara, seperti setia kepada Pancasila dan rela berkorban demi keamanan dan masa depan generasi muda, menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun