Sering kita dengar kata "nol" dan ada juga yang bilang kata "kosong", apakah ini memiliki makna yang sama atau memiliki makna yang berbeda, tentunya itu semua dilihat dari kata yang mewakilinya atau keterangannya.
Jika orang bertanya, berapakah nomor handphone anda? Tentu jawabnya ada yang "nol dan kosong", tapi jika ada yang bertanya, apakah ruang kelas itu kosong? Tentu jawabnya, "ooh, kosong".Â
Dari kalimat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kata "nol" dipakai untuk angka atau nilai, sedangkan "kosong" dipakai untuk keterangan tempat atau suatu keadaan.
Mari, kita lihat dari sisi qolbu keimanan, kata "nol", merupakan pertemuan titik awal garis yang dilingkarkan menuju awal titik garis, yang didalamnya terdapat kehampaan, tetapi kalau kita tarik lurus tanpa pertemuan, maka akan tercipta garis lurus tanpa ujung tergantung situasi dan kondisi qolbu orang untuk menuju jalan sirotholmustaqim.
Kehampaan berhubungan dengan qolbu manusia yang harus diisi dengan ilmu keimanan menuju jalan sirotholmustaqim. Ini akan memunculkan beberapa pertanyaan; "Kapan qolbu kita hampa? Mengapa qolbu kita hampa? Bagaimana cara mengisi kehampaan qolbu kita? Marilah kita bersama-sama merenung sejenak tentang kehampaan."
Manusia dilahirkan dari rahim seorang ibu, yang pertama tersirat adalah tangisan bayi yang dilahirkan dengan buaian asi seorang ibu, setelah itu suara adzan yang dikumandangkan seorang ayah disamping telinga bayi, kemudian umur 1 tahun sampai umur 5 tahun manusia diberikan teladan yang baik, disinilah secara tidak kita sadari qolbu manusia sudah diisi oleh orangtua kita.Â
Tetapi seiring berjalannya waktu umur 6 tahun sampai 10 tahun merasakan qolbunya hampa secara tidak kita sadari, dimana di umur tersebut kita hanya merasakan kesenangan dengan permainan-permainan yang mengasyikkan, tetapi umur 11 tahun sampai 20 tahun orang mencari jati dirinya, ada yang berhasil dan ada yang gagal dalam mencari jati dirinya.
Pada umur 21 tahun sampai 35 tahun, manusia akan merasakan bahwa qolbu keimanannya masih hampa atau kosong dan pada umur tersebut manusia akan mencari ilmu keimanan dengan tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tingkatan iman ini bergantung pada ketetapan kenyakinan qolbunya.Â
Pada umur 35 tahun sampai umur 45 tahun, manusia mulai merasakan kehampaan yang luar biasa karena masa-masa umur tersebut tingkat egoismenya meningkat dan bergantung pada tingkat keimanannya kepada sang pencipta.Â
Disinilah mulai tertantang untuk mengalahkan segala godaan duniawi maupun yang berasal dari qolbunya. Kemudian di umur 46 tahun sampai 60 tahun manusia akan berusaha lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta dan berusaha untuk mengalahkan egoismenya dalam menuju jalan sirotholmustaqim.
Kata "nol" harus kita isi dengan ilmu keimanan agar memiliki beban amalan yang banyak, sehingga "nol" ini bisa menjadi garis lurus menuju surga-Nya sang pencipta. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengisi qolbu keimanan kepada sang pencipta;