Pak tua penjual sapu itu sering datang padaku. Kini, aku selalu menanti kehadirannya, bukan hanya karena sapunya yang akan kubeli, namun aku mengharapkan lebih dari itu. Meskipun kadang aku tak membutuhkan sapu, karena masih ada sapu di rumah, tapi aku tetap selalu menanti kehadirannya.
Dia datang bersama anaknya, membawa beberapa sapu dan kemoceng yang diikat jadi satu, serta membawa sebuah map berisikan daftar donatur yang sudah membantu. Biasanya ada beberapa orang penjual sapu seperti bapak ini, namun bapak tua ini beda.Â
Ternyata beliau juga sering mencariku jika datang ke kantorku. Bila aku tak ada di tempat, beliau akan bertanya pada teman kerjaku, dan menungguku sampe aku datang. Ketika beliau datang ke kantor, menawarkan dagangannya, aku lebih sering memilih sapu daripada kemoceng. karena sapu lebih cepat rusak dari pada kemoceng. Akupun sering menanyakan keadaan beliau.Â
"Baru kelihatan pak? kok lama tidak datang kesini." tanyaku mengawali pembicaraan.
"Iya bu, saya habis sakit selama 2 bulan." jawab beliau dengan mata yang masih sayu.
"Ya Allah... Â sakit apa tho pak? apa sudah sehat beneran pak? kok udah keliling lagi." tanyaku dengan penuh penasaran.
"Alhamdulillah sudah bu, Â ini saya hanya bawa kemoceng bu, sapunya lagi tidak dibuat. " jawab beliau mengalihkan pembicaraan seolah tidak ingin diketahui penyakinya.
"Oh ya udah pak, nggak papa, saya ambil kemocengnya aja."
Setelah aku keluarkan uang untuk membayar kemoceng, beliau selalu saja mengucapkan "terima kasih bu, semoga ibu sekeluarga selalu diberi kesehatan, keselamatan dan rezeki yang barokah."
"Aamiin... terima kasih pak. Doa yang sama buat bapak, semoga bapak selalu diberi kesehatan, keselamatan dan keberkahan.
" Mari bu....." pamit beliau sambil membawa barang dagangannya.