Azan subuh baru saja berkumandang, kokok ayam bersahutan membangunkan jiwa yang masih bergelung dipembaringan berbalut mimpi. Seketika tubuh yang lelah bekerja seharian menggeliat terjaga dan segera menunaikan ibadah sholat fardu dua rakat.
Namaku Hana, aku adalah seorang guru Pendidikan Sekolah Dasar. Aku baru saja menamatkan perkuliahan. Sebenarnya, cita-citaku ingin bekerja dibidang Kesehatan. Tapi takdir berkata lain, ekonomi keluarga tidak mendukungku untuk berkuliah dengan seragam putih itu. Aku serahkan keputusan kepada Ayahku, yang memintaku untuk berkuliah di keguruan saja.Â
Dengan berat hati aku mengikuti sarannya. 4 tahun aku berkuliah, tiba saatnya wisuda. Alhamdulillah, 3 bulan setelah wisuda aku berhasil mendapatkan pekerjaan menjadi seorang guru di sekolah swasta. Puas sudah kaki ini melangkah memasukkan lamaran ke sekolah negeri, namun belum beruntung untuk dapat mendedikasikan diri mengajar di sekolah milik pemerintah tersebut.
Dua tahun aku mengajar, keluarlah NUPTK, lebih kurang 15 orang guru yang mengurusnya Ketika itu hanya namaku saja yang terbit NUPTK. Setelahnya sudah dua kali aku mengikuti UKG. Dan ternyata, pada tahun 2017 aku lulus untuk pretest PPG. Namun, aku tidak tahu apa tindak lanjut setelah itu karena minimnya informasi yang diperoleh.
Tak terasa sudah tujuh tahun aku mengabdikan diri mengajar di sekolah swasta tersebut. Pada tahun 2020 wabah birus Corona merajalela, negara kami turut terkena imbasnya.
Ketika itu aku tengah diberi rezeki luar biasa dari sang pencipta, yaitu kehamilan yang kami nantikan lima tahun lamanya. Disaat aku tengah mengandung buah cinta kami, aku masih aktif mengajar. Hingga surat edaran dari pemerintah untuk meliburkan sekolah-sekolah karena takutnya virus itu menyebar lebih luas lagi. Dampak dari itu aku dapat beristirahat di rumah sambal mengajar jarak jauh atau secara online.
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh pihak sekolah untuk merumahkan ku yang mengatakan tidak sanggup menggaji karyawannya lagi dimasa pandemi, jadi guru harus mengajar dari rumah ke rumah murid. Kala itu usia kandunganku telah memasuki usia 7 bulan.Â
Dengan berat hati aku memilih istirahat dan pihak sekolah menjanjikan padaku akan memanggil Kembali untuk mengajar jika kondisi sudah kondusif tapi tidak menutup kemungkinan jika dapat tawaran mengajar di tempat lain dipersilahkan.
Sedih, itu yang aku rasakan. Enggan rasanya meninggalkan dunia mengajarku. Karena aku merasa selama hamil ini tidak banyak kendala ketika mengajar. Namun harus aku terima dengan hati yang iklhas, seraya menyemangati diri sendiri, semoga ada hikmah dan hadiah besar yang menantiku setelah ini. Â