Mohon tunggu...
Dwi Elyono
Dwi Elyono Mohon Tunggu... Dosen - Pencari

Penerjemah bhs Inggris bhs Indonesia/bhs Jawa; peneliti independen dlm kajian penerjemahan, kajian Jawa, dan semantik budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahapralaya Medang: Berpisahnya Raja Dharmawangsa Teguh dan Menantunya Airlangga di Dekat Patirtan Dewi Sri, Simbatan, Nguntoronadi, Magetan

29 Desember 2017   21:54 Diperbarui: 29 Desember 2017   22:32 3764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nggih, Pak, kan niki kangge acara Suroan niko. Ramai sekali lho, Pak. Harusnya Njenengan datang ke sini. Pejabat-pejabat kabupaten Magetan dan kecamatan Nguntoronadi pada ke sini. Banyak wartawan. Ahli-ahli sejarah juga datang."

Satu hal yang mengusik pikiran saya setiap mengunjungi patirtan Simbatan adalah ketinggian permukaan airnya. Air menggenangi seluruh arca dan bilik-bilik candi di tengah Patirtan, yang tentunya bisa merusak benda-benda bersejarah ini dengan cepat. 

Mestinya dahulu air tidak pernah setinggi ini karena ada saluran pembuangan air yang membuat ketinggian air selalu di bawah arca-arca, seperti yang terlihat di patirtan Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan atau di patirtan-patirtan di Bali. Seandainya ada pendanaan pemugaran yang memadai, saluran kuno yang saya ceritakan di atas bisa dikembalikan fungsinya dengan menggalinya secara tuntas sampai ke kali di selatan desa yang mungkin menjadi titik akhir dari saluran ini.

Pak Sumiran menceritakan bahwa ada wacana untuk memasang pompa air berkekuatan tenaga sinar matahari yang difungsikan secara berkala sehingga permukaan air bisa diatur di bawah arca, tapi tentu saja cara ini butuh biaya sangat besar, dan bisa merusak pemandangan kesejarahan patirtan. Akan tidak elok apabila sebuah patirtan bata merah yang kuno dan eksotis dikotori pemandangan pipa plastik yang melintang panjang dan suara bising dari mesin pompa.

Apabila benar kraton Dharmawangsa terletak di Wwatan, yang kemudian menjadi desa Watan, yang kemudian lagi menjadi dusun Simbatan Wetan di desa Simbatan, berarti tidak jauh dari patirtan Simbatan ini waktu itu terjadi peristiwa yang mengenaskan: Mahapralaya Medang. Namun di sisi lain, peristiwa tragis ini juga menjadi titik awal berdirinya kerajaan besar Kahuripan dengan raja besarnya Airlangga.

Setiap tahun di bulan Suro diadakan acara bersih desa di patirtan Simbatan. Airnya dikuras sampai bersih, dan ikan-ikan lele besar di dalamnya diajak berjoget oleh para sinden dan seniman gong. Tari lele yang meriah ini seolah ingin menghapus kenangan tragis Mahapralaya dan mengangkat titik awal munculnya kerajaan besar Kahuripan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun