Beberapa bulan kemudian aku dengar dari Giarto kalau Darko pindah ke Semarang, bekerja di pabrik tekstil milik mbak Tutut Soeharto. "Darko saiki penuk, Wik, kerjo neng pabrik guedhi, whek'e mbak Tutut. Aku suk-suk yo meh pindah mrono ah." Ternyata tak lama kemudian, aku diberitahu Sri, mbaknya Giarto, adiknya Darko, kalau Giarto mengikuti jejak Darko bekerja di Semarang.
Kepergian mereka ke Semarang meninggalkan lubang besar di hati arek Suroboyo yang sekarang sudah berhati Rembang ini. Cowong atiku. Giarto dan Darko, kanca apikku saka Rembang, takkan pernah terlupa kenangan indah sewaktu kita bertiga menemani bapak lan ibumu bakulan kacang dan jagung godog di keramaian wayang kulit di lapangan etan Sulang, sewaktu kita sarapan cah lombok ijo masakan ibu yang huenuk puedess banget, sewaktu kita mandi rame-rame di sumur pak camat, sewaktu kita bersepeda ke Gunem meliuk di bukit-bukit kapur yang cantik itu.
Salam untuk Sulang dan Kendeng Lor yang begitu indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H