Mengingat perjalanan tugas saya dari kantor tepatnya 13 Februari 2019 lalu, kebetulan pada saat itu saya ditugaskan untuk mendampingi pimpinan saya yang menjadi salah satu narasumber pada Acara " Gerakan Masyarakat Membangun Desa Melalui BUMDes". Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden yang melakukan roadshow Seminar di beberapa wilayah Jawa Barat.Â
Acara yang saya hadiri merupakan acara terakhir dari serangkaian agenda roadshow KSP yang berlokasi di Hotel Asri Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Saya yang datang sejak pagi dan mengikuti agenda pembukaan pada hari itu merasa punya ilmu baru.Â
Agenda seminar dibuka oleh Bapak Bupati Kabupaten Sumedang, Bapak Ir. H. Eka Setiawan, Dipl SE., MM. Sambutan beliau diawali dengan sapaan ramah kepada para peserta seminar yang seluruhnya merupakan perangkat desa yang terlibat dengan BUMDes masing-masing desa di wilayah Kabupaten Sumedang.Â
Jujur saya sendiri merupakan orang yang tidak secara konsisten mengikuti perkembangan berita ekonomi nasional. Saya hanya mencari hal-hal yang ingin saya ketahui secara spesifik saja, dan sebelum menghadiri seminar ini sedikit sekali pengetahuan dan informasi yang saya miliki terkait BUMDes.Â
Namun pagi itu saya begitu tertarik menyimak pemaparan para pemateri yang menjelaskan terkait penyaluran dana desa melalui BUMDes. Sengaja saya kosongkan 3/4 gelas isi otak saya sehingga saya bisa lebih konsentrasi mengikuti penjelasan para pemateri. Badan Usaha Milik Desa atau yang biasa disebut BUMDes ini merupakan program yang diusung Bapak Presiden Jokowi sejak Beliau ditetapkan menjadi Presiden RI Tahun 2015 silam. Visi Nawacita mendasari cita-cita Bapak Presiden dalam membangun negeri ini selama 5 tahun termasuk Program BUMDes ini. Â
Materi seminar pertama dipaparkan oleh Bapak Wandy Tuturoong selaku Tenaga Ahli Deputi VI Kantor Staf Presiden (KSP). Beliau menjelaskan bahwa BUMDes yang merupakan perwujudan visi Nawacita membawa tiga nilai yaitu Negara Hadir, Membangun dari Pinggiran, dan Pembangunan Manusia.Â
Data Kementerian Desa tahun 2018 mencatat jumlah BUMDes di Indonesia sebanyak 43.505 BUMDes. Namun, dari sekian banyak BUMDes yang telah beroperasional, masih sedikit BUMDes yang disiplin dalam pelaporan administrasinya. Hal ini disebabkan adanya hambatan yang dialami sebagian besar BUMDes di Indonesia yaitu masih rendahnya kualitas SDM Â di desa serta tata kelola yang belum baik.Â
Dilihat dari pencapaian omzet BUMDes seluruh Indonesia, hanya 0.33% atau sekitar 145 BUMDes saja yang memiliki omzet lebih dari 1 miliar rupiah. Dari sebanyak 145 BUMDes tersebut sampai saat ini baru 8 BUMDes saja yang mencapai keuntungan lebih dari 1 miliar. Â
Amat disayangkan, dana desa yang sudah digelontorkan  Pemerintah masih sangat sedikit sekali dimanfaatkan oleh desa-desa. Ini perlu dievaluasi apakah BUMDes yang tercatat sebanyak 43 ribuan tersebut mampu memanfaatkan dana desa yang diberikan atau malah hanya sebagai dana yang mangkir bahkan terjadi penyalahgunaan pemanfaatan dana tersebut.Â
Sebuah fakta diungkapkan oleh pemateri ternyata sektor usaha yang paling dominan di lingkup usaha BUMDes di Indonesia adalah sektor jasa simpan pinjam. Hal ini  tercatat sebanyak 79% BUMDes yang bergerak di sektor usaha simpan pinjam atau sekitar 114 BUMDes dari 145 BUMDes yang memiliki omzet lebih besar dari 1 miliar rupiah (dengan diversifikasi simpan pinjam). Hal ini membuktikan masih belum terjadi inovasi dalam pemanfaatan dana desa di BUMDes.Â