Sebelumnya, salam takdzim buat guruku di masa lalu. Karena beliau, saya menjadi guru.
Miris, ketika melihat rombongan guru melakukan demo demi kesejahteraan.
Miris, ketika guru berucap, hapuskan Ujian Nasional.
Miris, ketika guru berbondong-bondong mendatangi kantor dinas kecamatan demi menanyakan status pemberian tunjangan.
Miris, ketika guru menyalahkan pemerintah, kenapa soal Ujian Nasional tak sesuai dengan kisi-kisi.
Maaf teman sejawat, Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Jadi, kenapa Anda masih memilih profesi guru? Gaji kecil, kesejahteraan minimalis. Kalau Anda ingin memiliki rumah berlantai, jangan jadi guru. Kalau Anda ingin memiliki gadget terbaru, abaikan cita-cita menjadi guru. Kalau Anda ingin ber-Avanza tak usah mengandalkan profesi guru. Kalau Anda ingin pelesir keluar negeri, tinggalkan profesi guru. Kalau Anda ingin ber-Gucci, ber-Hermes (walaupun KW) sudahhh lepaskan saja profesi guru. Kalau Anda masih menginginkan semua itu, izinkan saya mencaci Anda.
Murid Anda gagal Ujian Nasional? JAngan salahkan pemerintah pembuat kebijakan dan pembuat soal. Coba Anda ingat, berapa kali Anda meninggalkan kelas dalam satu semester. Pernahkah Anda mengoreksi peer-peer mereka? ah..paling hanya paraf saja.
Seberapa detail, seberapa rinci, Anda membahas soal-soal bersama para murid Anda?
Jangan-jangan materi yang ada pun, Anda tidak paham. Bagaimana Anda paham dengan Psikologi pendidikan? Evaluasi pembelajaran? pembelajaran karakter? beretika, bermoral, dan berakhlak?
Jangan Anda salahkan, bila murid Anda tak hapal Pancasila dan Lagu Indonesia Raya. Karena Anda tak pernah mengajarkannya apalagi mengamalkan.
Upacara hari Senin pun, sudah jarang dilakukan. Kalau pun dilaksanakan hanya kepala sekolah dan wakilnya saja yang hadir. Lalu, kemanakah Anda?
Belum lagi, orangtua yang kau mintai uang dengan berbagai alasan demi kelangsungan pendidikan sang anak. Buku pelajaran, sergam, kegiatan praktikum, study tour ke beberapa kota, rihlah, perjusami, dan sederet kegiatan yang mengatasnamakan perayaan nasional atau keagamaan.
Maafkan Bapak Ibu guru masa lalu, karena teman sejawat saya yang memaksakan dirinya menjadi guru. Ternoda lah pahlawan tanpa tanda jasa itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H