Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menganalisa Faktor Kemenangan Paslon 02

17 Februari 2024   11:13 Diperbarui: 17 Februari 2024   11:13 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbulan-bulan sebagian penggiat media sosial ramai mengusung tema perubahan, mengkritisi petahana yang tidak netral pada proses Pemilu 2024 dan diharapkan dengan demikian berpengaruh pada suara rakyat, ternyata hasil QC di luar dugaan. Orang yang tidak ribut di media sosial ini silent majority, bisa karena memang tidak punya media sosial, atau tidak peduli, atau memilih diam karena jika menyatakan dukungan terang-terangan di paslon 02 pasti dibully mengingat banyaknya kasus selama proses pencalonan dan kampanye paslon 02 (tapi yang paling menyebalkan adalah ketik si yang ngaku netral atau silent majority baru ikut-ikutan memperkeruh suasana ketika hasil QC paslon 02 menyatakan unggul)

  • Money Politics

Hmmm masalah uang panas ini adalah masalah paling menjijikkan dalam proses demokrasi. Bahkan dilakukan secara terang-terangan. Beberapa tetangga saya menyatakan kekesalannya pada orang yang mengaku menerima uang untuk mendukung paslon 02 

Susahnya money politics adalah tidak atau sulit dijadikan bahan bukti dugaan kecurangan ke bawaslu karena pesan yang dibawa untuk memilih paslon disampaikan melalui pembicaraan, tanpa hitam di atas putih.

Terlepas dari bagaimana cara paslon memenangkan pemilu, yang harusnya menjadi perhatian rakyat sekarang adalah bagaimana cara pemenang pemilu merealisasikan janji-janji yang membutuhkan anggaran? Semakin besar proyek pemerintah yang dijanjikan, maka semakin besar pula anggaran dibutuhkan. Mending kalau pelaksanannya diperoleh dari investasi pihak swasta, kalau sumber utamanya adalah dengan mengurangi subsidi BBM, menaikkan pajak kendaraan bermotor baik itu sepeda motor maupun mobil secara pukul rata (tanpa mengkhususkan kepada pajak mobil mewah yang notabene dimiliki orang-orang kaya misalnya) maka masyarakat harusnya waspada. 100, 200 ribu rupiah yang diperoleh sebagai saweran untuk memilih paslon sudah tidak berarti lagi.

Curhatan, Sumber Dokpri
Curhatan, Sumber Dokpri

Curhatan, sumber Dokpri
Curhatan, sumber Dokpri
Saya menulis ini sebagai bahan introspeksi sekaligus mencurahkan isi hati. Daripada memenuhi media sosial dengan caci maki, saya rasa lebih baik menuangkan dalam tulisan, berharap ada hal-hal yang bisa menjadi bahan renungan agar proses pemilihan pemimpin di Indonesia ke depannya bisa lebih baik lagi. Tak terasa sudah 1000-an kata sudah tertuang. Semoga tidak menjadi sumber perdebatan, karena saya hanya butuh menyampaikan pendapat. Lebih baik bagi kita semua sekarang adalah mengencangkan anggaran belanja keluarga terlebih lagi pihak timses 02 telah menyatakan bahwa 2-3 bulan setelah dilantik maka Prabowo akan mengurangi subsidi BBM.

Siap-siap harga BBM naik, Sumber: katadata
Siap-siap harga BBM naik, Sumber: katadata

Dan satu lagi yang patut dikritisi adalah sistem pemungutan suara yang masih saja menyusahkan dan banyak kekurangan hingga mengakibatkan petugas KPPS kelelahan (masih bersyukur angka petugas KPPS yang meninggal dunia tidak sebesar lima tahun lalu) Ditambah sistem Sirekap yang menghabiskan anggaran negara entah berapa miliar rupiah tetapi malah menjadi sumber masalah karena data yang diinput sering error.

Tak ada gading yang tak retak, penyelenggaraan pemilu pasti tidak akan bisa sempurna. Namun proses pemilu yang terlalu banyak drama dan cara-cara yang tidak seharusnya akan menjadikan Indonesia bahan tertawaan di masyarakat dunia.  Meskipun demikian yang patut diberikan acungan jempol adalah model kampanye edukatif seperti Desak Anies dan Tabrak Prof mampu memberikan warna baru dalam pendidikan politik terutama bagi generasi muda, tanpa acara kampanye model diskusi dua arah ini maka masa kampanye Pilpres 2024 akan dikenang buruknya saja: lempar kaos, duit panas, bagi-bagi bansos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun