Mohon tunggu...
Dwi Aprilytanti Handayani
Dwi Aprilytanti Handayani Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer Jawa Timur

Alumni Danone Digital Academy 2021. Ibu rumah tangga anak 2, penulis konten freelance, blogger, merintis usaha kecil-kecilan, hobi menulis dan membaca Bisa dihubungi untuk kerjasama di bidang kepenulisan di dwi.aprily@yahoo.co.id atau dwi.aprily@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Puncak Telomoyo, Ekspektasi Vs Realita

17 Januari 2024   13:28 Diperbarui: 18 Januari 2024   12:22 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid yang nyaman, Dokpri

Siapa yang mengunjungi suatu tempat karena pengaruh viralnya pemberitaan? Yup, masih ingat kan berita beberapa tahun lalu bahwa jalur pendakian ke Semeru pernah padat merayap usai Film 5 cm mengangkat keindahan Ranu Kumbolo. Begitulah pengaruh film, media sosial hingga tempat-tempat indah yang biasanya hanya diketahui orang secara terbatas akhirnya menyebabkan pemberitaan meluas. Begitupula yang terjadi pada kami, gegara viralnya lautan awan di Gunung Telomoyo, Jawa Tengah jadilah nekad berempat berpetualang ke Telomoyo dengan harapan mendapatkan view lautan awan.  Kenapa disebut berpetualang? Sebab perjalanan ke Telomoyo dari rumah kami di Sidoarjo sekitar 5 jam perjalanan menggunakan mobil sewaan melalui tol (bagi yang punya mobil bisa disebut menggunakan mobil pribadi hehehe) 

Memasuki pintu tol Karangpilang sekitar jam 06.00, menyusuri tol panjang hingga keluar exit tol Salatiga dan lanjut perjalanan mengandalkan google map sampailah kami di pintu masuk kawasan wisata Telomoyo melalui Dalangan. 

Salah satu tikungan di Telomoyo/dok. pri
Salah satu tikungan di Telomoyo/dok. pri

Bagaimana Cara Naik Ke Puncak Telomoyo ?

Dari pintu Dalangan setidaknya ada tiga cara untuk naik ke puncak Telomoyo : menggunakan motor pribadi, menyewa motor yang disediakan pengelola (100 ribu per trip pulang pergi sudah termasuk HTM 15 ribu perorang) atau menggunakan jeep sewaan (400 ribu per trip pulang pergi) Bagi yang datang dengan mobil pribadi dipersilahkan meninggalkan mobil di tempat parkir lalu menyewa motor atau mobil jeep yang disediakan pengelola. Bagaimana jika jalan kaki sekalian hiking? Sepertinya ada jalur khusus bagi yang ingin merasakan sensasi mendaki gunung dengan berjalan kaki. 

Sebab sepanjang perjalanan kami tidak bertemu satu pun pendaki. Namun di media sosial sempat menemukan postingan seseorang yang mendaki Telomoyo dengan berjalan kaki, tapi melewati jalan setapak, bukan jalan beraspal yang dilalui motor dan jeep. Entah jalan atau rute mana yang digunakan untuk hiking, saya ngga sempat tanya atau cari tahu di sana.

Rute jalanan Telomoyo cukup ramah, beberapa mungkin ada tanjakan dan tikungan tetapi tidak terlalu ekstrem. Oiya, Telomoyo bukan satu-satunya gunung yang bisa dicapai puncaknya menggunakan kendaraan bermotor. Gunung Kelud juga bisa sebab beberapa tahun lalu kami sempat ke sana, dan rutenya lebih ekstrem dibandingkan Telomoyo.  Jika Puncak Kelud bisa dicapai 15 menit-an dari pos ojek, puncak Telomoyo ditempuh dengan perjalanan 40 menit naik motor dari gerbang masuk obyek wisata Telomoyo.

Eh tapi meski rute Telomoyo tidak terlalu ekstrem, saya dan suami punya pengalaman menggelikan. Pas terima motor dari pengelola/pemilik yang menyewakan perasaan saya sudah nggak enak. Kok suara mesin motornya kayak berat gitu. Beneran deh pas di sebuah tanjakan lhadalah mesin motornya mati hahaha. Motor yang dipakai anak-anak lancar-lancar aja tuh. Jadilah saya turun dari motor dan suami menuntun. Alhamdulillah ada mas-mas yang baik hati yang menyalip dan menawarkan tumpangan pada saya sebab dia sendirian. Jadilah saya numpang si mas yang mengaku berasal dari Pacitan lalu merantau di Yogyakarta (makasih ya mas e , barangkali anda membaca tulisan ini) 

Sesampai di tikungan yang landai yang dilengkapi dengan tempat duduk dari bebatuan yang disemen, berhentilah kami sebab si mas sudah bertemu rombongannya. Saya juga memutuskan berhenti sambil menunggu kabar suami. Ditelpon juga nggak bisa, anak-anak juga duduk di sini menunggu bapak dan emaknya. Alhamdulillah sekitar 15 menit kemudian suami saya tiba dengan motor yang tadi. "Loh, bisa nyala mesinnya?" tanyaku. "Ya tapi sempat jalan sambil menuntun motor beberapa saat, mana jalannya nanjak: kata suami hahaha mendadak olahraga deh pak.

Suami lalu berinisiatif menghubungi nomor Hp "rescue" yang diberikan pada setiap penyewa motor. Susah juga menghubunginya, untung akhirnya bisa ditelpon dan suami mengeluhkan motor yang sempat mogok tadi. Beberapa saat kemudian si pengelola motor sewaan datang membawa motor ganti dan motor yang sempat mogok tadi dibawanya turun gunung. Kalau turun gunung nggak masalah ya, kerja mesin nggak berat, langsung meluncur aja.

Kami berempat melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kan penasaran seperti apa puncak Telomoyo. Kok di tempat duduk menikmati pemandangan yang juga dipenuhi orang nggak keliatan lautan awan seperti yang kami harapkan. Mungkin butuh lebih nanjak lagi nih pikir kami. Baiklah. Ternyata pas udah menuju daerah yang lebih tinggi tetap aja lautan awannya nggak ada, zonk. Hanya ada tempat kongkow yang lebih nyaman, seperti warung atau kafe sederhana dengan pemandangan pegunungan. Oiya dari Telomoyo ini bisa terlihat gunung Andong, Merbabu dan Prau.

Tafakur alam pegunungan, Dokpri
Tafakur alam pegunungan, Dokpri

Balik ke warung tempat nongkrong sambil makan, kami memilih duduk di Inggil Park Telomoyo. Masuk di sini dikenai HTM 10 ribu rupiah per orang. Dan dengan membayar ini kami bisa berfoto di beberapa spot yang disediakan. Kalau untuk makan dan minum tentu bayar lagi dong. Tempe menjes misalnya seporsi seharga 10 ribu rupiah. Mi instan dengan sayuran dan telur rebus/goreng dipatok 15 ribu rupiah. Selain Inggil Park Telomoyo, saya lihat ada beberapa kafe lagi, salah satunya awang-awang Telomoyo, tentunya harus bayar lagi kalau mau foto-foto di sana.

Trus seperti apa Puncak Telomoyo? Beberapa menit menuju ke atas, sampailah kami di Puncak Telomoyo yang ternyata ditandai dengan beberapa menara dan beberapa warung. Saya lihat ada tulisan lokasi untuk camping, tapi saya nggak masuk ke dalam untuk mengabadikan seperti apa area camping / camp area yang disediakan pihak pengelola.

Udah puas dengan penasarannya seperti apa Puncak Telomoyo, maka inilah ekspektasi Vs realita. Dan kami berempat memutuskan nggak berlama-lama di sini. Paling cuma 5 menitan sambil menyaksikan burung tebang melayang yang terasa dekat sekali sebab berada di tempat yang tinggi.

Pas meluncur ke bawah menuju tempat parkir dan persewaan motor perjalanan tak kalah mengasyikkan. Pemandangannya terasa beda padahal jalannya sama. Baterai Hp saya nyaris habis karena berulang kali mengabadikan rimbunnya hutan alami, atau pegunungan yang warnanya biru sekali. 


Ohya satu kelebihan lagi obyek wisata Telomoyo ini dekat dengan masjid yang cukup luas, pas di sebelah tempat parkir. Kebetulan adzan dhuhur juga sudah terdengar jadilah kami sholat dulu di sini, airnya dingiiin banget, sandal juga disediakan gratis untuk berwudhu. Hati pun tenang usai menunaikan sholat dhuhur meski harapan bertemu lautan awan tidak menjadi kenyataan.

Masjid yang nyaman, Dokpri
Masjid yang nyaman, Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun