Bulan Oktober tidak hanya dikenal sebagai bulan Sumpah Pemuda, tetapi juga bulan blogger. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa tanggal 27 Oktober diperingati sebagai hari blogger nasional. Â Cikal bakal penetapan hari blogger nasional adalah ketika 27 Oktober 2007 diadakan pertemuan blogger seIndonesia dan dihadiri oleh Mendikbud saat itu yaitu Bapak Muhammad Nuh. Ketika memberikan sambutan di hadapan 500-an blogger itulah Bapak Muhammad Nuh kemudian berinisiatif menetapkan 27 Oktober sebagai hari blogger nasional.Â
Pengertian Blogger Sebagai Profesi
Oh ya sebelum menulis lebih panjang, izinkan saya mengulas tentang pengertian "blogger" dalam hari blogger nasional. Blogger yang dimaksud di sini adalah individu yang mengisi blog/situs pribadinya dengan artikel berisi berbagai tema, bisa tentang lifestyle/gaya hidup, kesehatan, parenting dan sebagainya. Di sisi lain kata "blogger" juga dapat ditujukan pada sebuah platform yang digunakan untuk membuat blog gratisan. Selain menulis di blog yang dikelola secara individu, para blogger atau penulis bisa juga menulis di blog "rame-rame" atau UGC seperti Kompasiana.
Nah Blogger yang dimaksud dalam peringatan Hari Blogger Nasional adalah blogger sebagai individu atau profesi. Blogger sebagai profesi ini terkadang ditulis sebagai bloger dengan satu huruf g saja.
Apa benar blogger bisa menjadi profesi? artinya bisa menjadi sumber mata pencaharian. Oh benar banget, blogger bisa mendapat penghasilan dari:
1. Menang kompetisi.Â
Kompetisi atau lomba blog yang diadakan berbagai instansi perusahaan lumayan banget loh. Mulai dari uang tunai hingga laptop dan perangkat elektronik lainnya. Meski bukan jawara yang sering menang lomba, saya pernah menang kompetisi blog berhadiah uang tunai jutaan rupiah, logam mulia dan voucher belanja
2. Google adsenseÂ
Pernah lihat iklan bertebaran ketika membaca artikel blog ? Iklan-iklan itulah salah satu pintu rezeki bagi blogger
3. Sponsored post
Blogger juga bisa menerima pembayaran dari review produk. Bisa juga mendapat penghasilan dari artikel titipan klien, semacam kolom advertorial di koran. Asyik kan?
4. Paid participant
Ssst bahkan di kompetisi lomba blog ada peserta yang terpilih untuk mendapatkan remunerasi khusus ketika mengikuti lomba. Seringnya adalah apresiasi sebagai pengirim naskah tercepatÂ
Wow kebayang pundi-pundi rupiah dan dolar yang gemerincing. Eits jangan dipikir enaknya doang. Profesi blogger butuh kerja keras demi menjaga stabilitas. Berapa penghasilan blogger per bulan? Itu sih tergantung ya, ada teman saya yang dari google adsense bisa menerima puluhan juta rupiah per bulan. Tetapi ada juga yang hanya beberapa ratus ribu rupiah per bulan. Ada rekan blogger yang ngeblog sejak tahun 2000-an dan ia pernah bercerita bahwa di zaman itu sponsored post bisa dihargai jutaan rupiah per satu artikel. Sedangkan akhir-akhir ini blogger mengeluhkan agency yang  hanya menawarkan puluhan ribu rupiah maksimal 300-500 ribu untuk satu artikel. Apakah ini pertanda zaman keemasan blogger telah berakhir? Pertanyaan itu semakin mengusik ketika saya menemukan chit chat di laman seleb facebook yang notabene seorang penulis buku dan pernah memiliki kolom khusus di sebuah portal media online. Si pemilik laman menjawab keluh kesah rekan blogger yang curhat bahwa dulu dia pernah menang lomba blog di insitusi tempat si pemilik laman bertamu, tapi ditunggu-tunggu kok instansi tersebut jarang mengajak blogger untuk mengedukasi masyarakat lewat tulisan lagi. Lalu si pemilik laman menjawab dengan :
Benarkah Era Blog Sudah Berakhir?
Jika diukur dari nominal pembayaran untuk sebuah artikel paid post dibandingkan era keemasan blog bisa jadi pundi-pundi blogger tak segemerincing dulu. Jujur saja saat ini mungkin bisa disebut sebagai eranya vlogger dan konten kreator dalam media sosial yang bisa diakses lebih umum dibandingkan media blog. Sebut saja instagram, tiktok, youtube, di tiga media sosial ini bisa ditemui banyak video review produk maupun iklan terselubung dalam bentuk konten. Berbeda dengan review di blog yang cenderung ditulis dalam bentuk artikel panjang mungkin review dalam bentuk video pendek lebih menarik secara visual apalagi bagi orang yang enggan membaca.
Namun bukan berarti dengan "diambil alihnya" salah satu fungsi blog oleh media sosial berbasis platform video maka era blog telah berakhir. Fungsi blog sebagai sarana edukasi saya rasa belum bisa digantikan dengan platform manapun, apalagi dengan keterbatasan ruang untuk menulis caption atau durasi video.Â
Salah satu pertanda belum berakhirnya era blog adalah masih digandengnya blogger ke acara-acara resmi baik itu instansi pemerintahan maupun peluncuran produk industri. Jelas, bukan hanya jurnalis yang mendapat undangan, tetapi para blogger juga diundang untuk hadir dan merangkum pengamatannya dalam bentuk tulisan serta konten di akun media sosialnya.Â
Pertanda yang lain ternyata kasus copas mengopas alias mencuri artikel blog masih sering terjadi. Di sebuah WAG Blogger seorang blogger senior curhat bahwa artikel yang ditulisnya dengan susah payah banyak yang dicopas website tertentu demi meningkatkan traffic dan mendapatkan penghasilan dari google adsense. Jika website besar masih melakukan pencurian artikel artinya kemampuan blogger dalam menulis sebuah artikel masih diakui (meski diakui dengan cara yang salah dan keji sebab dilakukan dengan mencuri)
Jadi, era blogger belum benar-benar berakhir. Hanya saja sebagai blogger memang harus meng-up grade kemampuan menulis dan videografik agar mampu bersaing dengan konten kreator platform berbasis visual.
Apa Yang Terjadi Padaku Jika Era Blogger Kian Layu
Tak ada yang abadi di dunia ini. Di zaman teknologi digital yang kian canggih kondisi bisa berubah tanpa pernah diduga. Bahkan ponsel Nok*a yang pernah menjadi raja pun kini seolah tinggal nama. Andai era blogger kian layu, saya pun tetap akan menulis. Sebab menulis, nge-blog bukan hanya tentang earning, tetapi juga learning dan sharing. Kalau yang saya pikirkan hanya tentang uang, saya mah enggan nulis di Kompasiana sampai jadi Head Line dibaca puluhan ribu orang padahal saya nggak dapat apa-apa.
Saya sengaja menulis pengalaman tersebut di Kompasiana sebab menulis di Kompasiana bisa langsung dibaca banyak orang. Berbeda dengan blog pribadi saya yang masih gratisan. Nah tuh, blog gratisan jarang banget dilirik brand untuk kerja sama masalah cuan. Brand seringkali memberikan syarat blog TLD dengan DA/PA sekian untuk sebuah kerja sama. Padahal mereka nggak tau, saya seringkali menjalin kerja sama dengan para blogger yang memesan artikel untuk ditayangkan di blog mereka, termasuk artikel sponsored/paid post. Maka, jika datang era dimana blog tidak lagi dilirik sebagai partner kerja sama bisnis, insyaallah saya masih akan tetap menulis dan nge-blog. Sebab blog adalah tempat menyimpan kenangan, mengikat dan berbagi pengetahuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H