"Awal puasanya sama ya Bu," Tanya tetanggaku menjelang awal Ramadan. Pertanyaan yang wajar, mengingat tahun lalu awal Ramadan antara yang mengacu pada rukyatul hilal dan wujudul hilal tidak sama. "Ya Bu, awal puasanya bareng tetapi 1 Syawalnya berpotensi berbeda kata orang BRIN" jawab saya.
Dan yang diprediksi oleh perwakilan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) memang terjadi, 1 Syawal 1444 H terbagi menjadi dua versi, yaitu tanggal 21 April dan 22 April 2023 meski ada kelompok-kelompok kecil yang merayakan Idulfitri sebelum tanggal 21 April dan sesudah 22 April.
1 Syawal dua versi ini berdampak ke kisah lebaranku tahun ini. Di daerah tempat tinggalku tidak ada yang mempermasalahkan perbedaan penentuan 1 Syawal. Jika terdapat perbedaan hari raya, bagi yang meyakini penentuan 1 Syawal dengan wujudul hilal bisa melaksanakan sholat Idulfitri di lapangan, bagi yang meyakini rukyatul hilal biasanya sholat Idulfitri di masjid perumahan.
Kedua tempat ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki di rumah. Enak to, nggak ribet dan nggak ribut. Â Lalu bagaimana merayakan 1 Syawalnya?, nah ini yang jadi kisah unik.
Tahun ini adalah tahun kedua kami melalui Idulfitri tanpa orang tua sejak Mama meninggal dunia bulan Oktober dua tahun lalu. Tahun 2022 kami merayakan Idulfitri di tanah kelahiran suami di Bali karena kami sudah 11 tahun nggak berziarah ke makam mertua.
Maka dengan situasi 1 Syawal dua versi, tak ada orang tua untuk dikunjungi Idulfitri kali ini terasa sunyi di hati tapi berharap berkesempatan mengunjungi kerabat dekat yang bisa kami temui.
Kamis malam kami bersilaturahim malam lebaran ke rumah oom di Surabaya, Â andai beliau memilih lebaran Sabtu toh bersilaturahim semestinya nggak nunggu lebaran kan?
Keesokan harinya usai sholat Idulfitri di lapangan, suami mengajak silaturahim ke tante di Lamongan dan kakak di Tuban mumpung ada mobil pinjaman dari kantor.
Waduh acara dadakan banget ini, udah telanjur masak nasi untuk makan siang dan malam. Ya udahlah diiyain aja apa maunya suami sekalian niatnya mampir ke masjid Namira.Â
Maksud hati bertamunya nggak usah woro-woro karena belum tentu keluarga Lamongan dan Tuban merayakan Idulfitri di hari Jumat. Berhubung kami nyasar karena sudah lama nggak silaturahim ke Lamongan, akhirnya terpaksa menelepon sang tuan rumah dan juga kakak di Tuban untuk mendapatkan gambaran alamat.