Mohon tunggu...
David Setiawan
David Setiawan Mohon Tunggu... profesional -

I am a Brand & Business Consultant at CREAinc integrated business solution. My Passion is Marketing Strategic, Branding, Movie, Music, and blogging.

Selanjutnya

Tutup

Money

It Is More Important to be Innovative Than to be Creative.. Part 3

10 November 2011   00:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:51 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marketer memang menghadapi situasi di mana hampir setiap waktu ada inovasi-inovasi yang muncul di dunia bisnis.. Pasar semakin niche, sehingga Marketer harus ‘peras otak‘ untuk melahirkan inovasi-invoasi baru untuk memenangkan pasar. Tetapi faktanya, inovasi tidak habis-habisnya bermunculan di dalam dunia bisnis, rasanya para Marketer Indonesia sedang giat-giatnya untuk mengembangkan suatu hal yang inovatif dan memiliki nilai atau value bagi customer. Market yang semakin Horizontal juga semakin mempercepat proses inovasi, dengan trigger Conversation antara marketer/Brand dengan Community sehingga menghasilkan suatu Co-Creation yang inovatif. Seperti yang dilakukan oleh Djarum Black dengan Innovation Awards-nya, menjadi suatu ajang berinovasi terutama bagi generasi muda yang difasilitasi dan diakomodasi menjadi event inovasi terbesar. Bersyukur juga Indonesia tidak kekurangan inovasi-inovasi baru yang difasilitasi sehingga bisa dieksplorasi lebih dan lebih lagi. Lalu bagaimana cara untuk menciptakan suatu inovasi? Salah satu cara bagaimana melakukan atau menciptakan suatu inovasi adalah dengan melakukan Re-Framing.

Frame atau bingkai adalah suatu skema paradigma atau pola pikir yang menjadi dasar untuk menyimpulkan suatu makna. Contoh saja yang paling mudah, waktu kecil dulu seringkali sebagian besar dari kita di Indonesia kalau disuruh menggambar, kebanyakan menggambar 2 gunung, matahari, jalan, dan mungkin sawah. Itulah Frame yang membuat kita menyimpulkan suatu makna, bahwa menggambar yang benar seperti itu. Nah, jika frame tersebut berubah bentuk atau ada bagian yang berubah, maka bisa jadi makna yang disimpulkan bisa berubah. Maka terkadang, Marketer melakukan hal tersebut, untuk mundur sejenak untuk berpikir ulang, merekonstruksi ulang cara pandang atau paradigma memaknai sesuatu. Seperti seorang fotografer, kalau lensa yang digunakan di kamera berubah maka cara pandang melalui kamera pun berubah. Inilah yang disebut dengan Re-Framing. Contoh yang dilakukan oleh Magnum, salah satu product Brand dari Walls yang dulunya hanya salah satu produk ice cream yang diposisikan ‘mahal’ dibandingkan dengan product Walls lainnya.
Dulunya Magnum memang sudah memiliki ‘pesonanya’ sebagai salah satu ice cream yang ‘bergengsi’ karena diposisikan sebagai produk yang lebih premium dibandingkan lainnya. Tetapi ketika Walls melakukan Re-Framing, Magnum bisa dibuat lebih sensasional dengan memberikan sentuhan ‘Royal’ taste dan ‘Royal’ style. Apalagi langsung menembak target market wanita yang digambarkan dalam iklannya mendapatkan privilege, diistimewakan dengan kenikmatan coklatnya.
Belum lagi Magnum Cafe yang dibuat dengan ‘berkelas’ karena bisa menikmati Magnum ala Cafe dengan experience yang sangat berbeda. Sampai akhirnya Magnum Cafe Road Show ke berbagai kota di Indonesia agar semua bisa menikmati sensasinya.
Magnum melakukan Re-Framing untuk melakukan sebuah inovasi, karena memiliki visi yang lebih besar terhadap product Brand Magnum sendiri. Yang dilakukan oleh Walls adalah mundur satu langkah, sehingga memiliki cara pandang yang berbeda terhadap Magnum itu sendiri. Baru kemudian mampu menciptakan suatu inovasi karena cara pandang yang sudah berbeda. Re-Framing sendiri bukanlah suatu pola yang khusus untuk Marketing semata, tetapi lebih jauh lagi bisa digunakan untuk problem solved dalam berbagai bidang kehidupan. Apa yang bisa kita bingkai ulang?
  1. Sebuah masalah sebagai peluang
  2. Kelemahan sebagai kekuatan
  3. Sebuah ketidakmungkinan sebagai kemungkinan
  4. Kemungkinan jauh sebagai kemungkinan dekat
  5. Krisis sebagai batu loncatan

Maka, untuk menciptakan suatu inovasi baru yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, kita perlu untuk diam sejenak, mundur satu langkah, membiarkan imajinasi mulai menemukan jalannya kembali, sehingga tercipta suatu inovasi yang luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun