[caption id="attachment_121946" align="aligncenter" width="640" caption="BlackBerry 9800 tampak belakang/Admin (KOMPAS.com/BERRYTIMES.CN)"][/caption] Blackberry adalah fenomena, sebenarnya sangat menarik kalau ada yang mengangkatnya menjadi kasus pemasaran yang sukses. Sebenarnya Blackberry, singkatannya BB sudah ada sejak lama, sekitar tahun 1999, ketika dunia sedang disibukkan dengan internet booming jilid I. Sejak awal (sampai sekarang), BB konsisten mempunyai ciri-ciri dan fitur yang sama yaitu push mail dan keypad qwerty. Sampai awal-awal tahun 2000-an, BB masih kalah jauh popularitasnya dibandingkan dengan keluarga PDA Palm, maupun smartphone  O2 maupun HP Ipaq yang berjalan dengan OS Pocket PC (cikal bakal Windows Mobile) atau Nokia Communicator. Walaupun populer, tetapi merk O2 tidak berumur panjang karena segera bertransformasi menjadi merk Doopood, dan sekarang menemukan jati dirinya sendiri, HTC. Sampai pertengahan tahun 2000-an, belum banyak yang mengenal BB. Smartphone yang dianggap paling jagoan pada masa itu masih Nokia Communicator yang karena besarnya tidak bisa dimasukkan ke saku. "Kalau punya HP mahal kan memang perlu ditenteng agar bisa pamer, cuma HP murahan yang ukurannya perlu kecil agar bisa diumpetin didalam saku" Ketika punggawa pasar HP yang masih dikuasai oleh Nokia, Samsung, dan SonyEricsson mulai diganggu oleh kedatangan HP murah made in China yang diklaim sebagai HP lokal, diam-diam BB melaju kencang kedepan nyaris tanpa promosi, tanpa iklan, tanpa rep office, bahkan tanpa service center. Bandingkan dengan HP Nokia, Samsung, Sony Ericsson yang tiada hari tanpa iklan di berbagai media. Siapa yang mengiklankan BB dan menggerakkan penjualan BB?
- Operator seluler. Tentu ada alasan kuat mengapa semua operator seluler berlomba-lomba menawarkan dan menjual BB. Berbeda dengan jenis HP lain, pemilik BB perlu berlangganan "Blackberry Internet Service" (=BIS) agar bisa menerima push mail, dan menjalankan fungsi2 FB, YM, BBM, maps, browsing dan lain sebagainya. Dan untuk itu operator seluler bisa mendapatkan extra income dari layanan data BB secara rutin per bulan diluar panggilan telepon (voice) dan SMS. Langganan BIS awalnya dipatok sangat mahal, 150 ribu hingga 190 ribu perbulan dan tentu saja hal ini sangat menggembirakan pihak operator seluler yang hanya mengharapkan ARPU (=Average Revenue Per User) sebesar 35 ribu per bulan. Tanpa berlangganan BIS, smartphone BB akan kehilangan semua fungsi smartnya sehingga nyaris tidak berbeda dengan HP biasa lainnya.
- Pengguna BB. Pengguna awal (early adopter) BB mempunyai peran besar membesarkan pasar BB karena fitur BBM (=Blackberry Messenger) hanya akan bermanfaat kalau banyak teman lain yang bisa saling BBM-an. Namanya chatting kan tidak mungkin sendirian.
- Employer (=atasan perusahaan). Tidak sedikit atasan di berbagai perusahaan mendorong bawahannya menggunakan BB, bahkan tidak sedikit yang "menghadiahkan" BB kepada bawahan-bawahannya. Walaupun perangkatnya relatif mahal, tetapi dalam jangka panjang bersama-sama menggunakan BB bisa mengurangi beban biaya komunikasi, terutama biaya percakapan telepon antar operator yang mencekik leher. Namun yang tidak banyak orang tahu, mengharuskan bawahan menggunakan BB adalah salah satu cara paling menyenangkan dan legal untuk meminta karyawan agar tetap stand by 24 jam dimanapun ybs berada tanpa perlu membayar lembur.
- Faktor sosial. Pernah ditanyakan, "... berapa Pin BB"? Pin BB bagi sebagian orang sudah dijadikan simbol status. Tidak sedikit yang dengan bangga mecantumkannya di kartu nama, atau bahkan mempublikasikan dengan sukarela di milis, FB, "... ini Pin BB aku xxxxxxxx, tolong add ya". Orang yang tidak punya BB merasa kastanya lebih rendah karena memang aktivitas BBM hanya bisa antar mahkluk yang kastanya sama saja.
Di dalam bisnis, aksi akan memancing reaksi. Jadi tidak melulu berupa perhitungan satu arah saja. Pemain tradisional yang terjungkal dari tahtanya Sony Ericsson, Samsung seakan mendapat amunisi baru dengan hadirnya OS Android. OS yang banyak menjiplak sifat dan fitur-fitur iPhone ini dipercaya mampu mengembalikan kejayaan mereka. Nokia yang sangat ketinggalan kereta merasa gengsi dan malu kalau baru menumpang ditengah perjalanan memutuskan tidak mengikuti rombongan Android, melainkan bersekutu dengan musuh lamanya Microsoft memproduksi Windows Phone 7. Sebelum iPhone dan BB muncul, seteru utama Nokia yang setia dengan OS Symbian adalah Windows Mobile yang terus menerus menggerogoti pangsa pasarnya. Bagaimana dengan masa depan BB? Sulit ditebak. Tetapi ditengah-tengah gegap gempita pertarungan antara IOS Apple sendirian melawan sisa dunia yang bersenjatakan Android, nama BB semakin jarang disebut. Bermacam aplikasi baru yang dirilis lebih fokus ke IOS dan Android, bahkan satu persatu vendor aplikasi sudah mencoret BB dari pengembangan kedepan, salah satunya Seesmic sudah memutuskan menghentikan pengembangan dan dukungan terhadap platform BB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H