Mohon tunggu...
Davi Massie
Davi Massie Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan dan Blogger

If opportunity doesn’t knock, then build a door.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Wanita Tangguh, Barometer Hidupku

6 Desember 2020   23:54 Diperbarui: 7 Desember 2020   00:01 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lahir dan dibesarkan oleh dua wanita yang berbeda adalah aku. Ketika di usia yang seharusnya lebih banyak berada dalam pengasuhan mama, aku justru sejak usia 5 tahun diasuh oleh oma. Kadang hidup memang tak bisa memilih, tapi justru dari kedua wanita inilah aku mengerti tentang arti hidup.

"Tidak ada sesuatu yang Tuhan anugerahkan tanpa arti. Yang dianggap kekurangan sekalipun Tuhan jadikan berarti". Pesan yang selalu aku ingat dari oma setiap kali aku merasa menjadi anak yang tak diinginkan mama. Sampai mama menyerahkan aku untuk diasuh oma.

Aku memang lahir dari rahim mama, tapi dibesarkan oleh oma. Sejak balita aku sudah terbiasa dengan pola asuh yang diterapkan oma. Dia wanita yang sangat lembut dan sabar. 

Berbanding terbalik dengan karakter opa yang tegas, disiplin tinggi dan keras. Maklum opa seorang tentara. Nah, oma-lah yang hadir sebagai penyeimbang, galaknya opa terobati dengan kelembutan oma.

Ibu adalah sekolah pertama anak. Kalimat ini sudah tak asing lagi. Entah apa yang menjadi alasan mama yang menyerahkan saya untuk diasuh oma sejak kecil. Tapi aku tak ingin menyalahkan mama. Yang aku tahu adalah, mama ingin aku mendapatkan yang terbaik.

Tapi aku bersyukur bahwa apa yang tidak aku dapat dari kehadiran seorang ibu, aku peroleh semuanya dari oma. Sampai sampai oma nggak bilang lagi kalau aku ini cucu-nya. Oma selalu bilang aku anak ke-7, adik bungsu setelah om-ku yang paling bontot, hahaha., oh iya anak oma itu ada 6 dan salah satunya itu ya papa-ku.

Ketika masih kecil, tak sedikit tingkah polah aku mungkin yang membuat oma diuji kesabarannya. Makan nggak habis, coret-coret dinding, atau nggak mau tidur karena masih mau main. 

Di tengah ketakutanku karena biasanya tante atau om alias anak-anak oma yang marah, biasanya oma datang seperti superhero. Kata-kata sakti yang sering oma ucapkan ialah, "Namanya juga anak-anak, kamu dulu pas kecil juga nakal."

Orang bilang kalau seorang anak laki-laki tumbuh tanpa seorang ibu, dia akan menjadi seseorang yang kasar, kurang peka terhadap diri, bahkan tidak menghargai orang lain serta lingkungan sekitarnya. Wah!.

Tapi yang mengherankan adalah sifatku justru sangat peka dan sensitif, seperti perempuan. Bahkan ketika awal-awal jatuh cinta pada salah satu teman perempuan dikelas, aku ditolak. Itu membuatku sedih berlarut-larut. Terlalu sulit bagiku untuk melupakan hal-hal yang terlampau menyakitkan.

Ketika usiaku beranjak dewasa, tepatnya memasuki SMA, aku berpikir ingin berubah. Waktu itu aku memilih sekolah di SMIP, karena aku ingin sekali bisa jalan-jalan atau travelling. Aku ingin bergaul dengan banyak orang. Dan aku tahu oma selalu mengusahakan apapun yang aku mau.

Ketika dewasa aku baru kembali mengenal sosok mama. Waktu itu karena adik-adikku makin beranjak besar, mama mulai sering menghubungiku untuk aku bisa mengenal dekat adik-adikku. Ya karena aku memang anak sulung mama.

Sebenarnya aku sedikit kaku ketika kembali ke lingkungan rumah dimana adik-adikku dibesarkan oleh mama. Mungkin ya selama ini aku memang tidak terbiasa disana. Tapi justru ketika aku kembali ke lingkungan rumah, aku belajar tentang arti tanggung jawab. 

Di akhir masa SMA, aku tidak mampu meneruskan kuliah. Aku juga cukup tahu diri dengan kondisi oma yang terbatas saat itu , pun kondisi kedua orang tuaku. Aku memutuskan mencari pekerjaan dengan mengandalkan ijazah SMIP saja.

Bekerja disebuah cafe kecil adalah awal aku memiliki penghasilan sendiri. Sesekali mama bertelepon, mama bilang sekiranya aku bisa sedikit membantu kebutuhan adik-adik. Melihat bagaimana kehidupan mama dirumah membuat aku kini benar-benar mengerti kenapa dulu aku dititipkan kepada oma.

Mama ternyata wanita tangguh. Ditengah Ketidakpastian papa mendapatkan penghasilan bulanan, mama yang justru menjadi pencari nafkah untuk membiayai kebutuhan adik-adikku. Apapun dilakukan mama, berjualan sampai menjadi makelar tanahpun dilakoni, asal ada uang halal yang bisa dibawa pulang.

Barangkali setiap orang memiliki ceritanya masing-masing, aku juga memiliki ceritaku sendiri. Pagi tadi, aku melihat sebuah tayangan tentang konsisi anak pertama yang harus lebih banyak berkorban dan diminta untuk selalu mengerti akan setiap kondisi.

"Kamu harus jadi contoh untuk adik-adik ya". Begitu selalu Mama berpesan. Sebagai anak sulung, aku tentu tak keberatan memenuhi permintaan itu. Sebuah tanggung jawab yang tak ringan memang. Tapi aku merasa tertantang untuk melakukan hal sulit tadi.

Mama memang seorang ibu rumah tangga. Waktu dan tenaga hanya didedikasikan untuk keluarga. Namun mama tetap aktif berkegiatan di luar dengan banyak kegiatan bisnis rumahan yang ia lakukan untuk menyokong perekonomian keluarga. Di tengah kesibukan tadi, mama tetap memperhatikan adik-adikku.

Kadang-kadang aku berpikir, bagaimana caranya mama bisa setangguh itu. Pertanyaan itu akhirnya terjawab sendiri ketika aku mulai banyak waktu untuk tinggal dengan mama. Apapun yang dilakukan, selama kita ikhlas pasti akan terasa lebih ringan. Dan mama melakukan semua tadi dengan penuh cinta.

Ya Tuhan, ternyata Engkau sudah mengirimkan seorang ibu terbaik untuk hidupku. Perempuan yang aku panggil Mama. Orang yang seolah kuat namun terkadang juga rapuh. Sangat manusiawi. Sebab ia tetaplah manusia biasa. Seorang yang dulu tidak aku kenal, kini aku pahami lebih dalam.

Mama, sebenarnya aku ingin mama juga melihatku. Melihatku tumbuh dari aku kanak-kanak sampai saat aku tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa sejati, memiliki pendamping hidup dan memiliki keluarga kecilku yang bahagia. 

Aku ingin mama bisa menimang cucu dariku kelak dan mengajarkan kepadanya apa yang telah engkau ajarkan kepadaku tentang keikhlasan. Kelak, akupun ingin menceritakan tentangmu kepada anak-anakku, Ma. Juga Tentang oma tua mereka yang sangat aku sayangi, dan aku kagumi. Dari kalian berdualah aku mengerti arti hidup yang sesungguhnya. 

Keduanya adalah sosok yang mengajarkan aku untuk dapat berkembang dengan baik, tak pantang menyerah, berhasil dan sukses dalam hal apapun yang ingin aku lakukan. Perjuangan dan pengorbanan mereka menjadi motivasi dan inspirasi bagiku dalam menghadapi kerasnya dunia ini. 

Bulan Desember tepatnya di tanggal 22 nanti adalah Hari Ibu. Di saat orang lain menghujani linimasa mereka dengan ungkapan sayang mereka untuk sang ibu, yang akan bisa kulakukan terduduk di dekat jendela kamarku ma. Rasa ingin memeluk sesuatu yang sudah tak berwujud lagi. Mama-ku yang cantik telah menghadap Sang Kuasa pada tahun 2018 silam. Meninggalkan kenangan manis di dalam hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun