Kamu lebih suka menabung dengan biaya administrasi yang kecil, atau bertransaksi dengan cicilan online kredit dengan bunga lebih tinggi?. Apapun itu kalau kamu paham konsekuensi-nya, Itu menjadi pertanda kalau kamu sudah melek finansial.
Di era cashless ini, kita memang dituntut untuk melek finansial. Pasalnya, dengan ragamnya berbagai produk keuangan dan segala kemudahan bertransaksi non tunai ini malah justru bisa membuat kita lebih boros dan tak terkendali menggunakan uang.
Bicara soal layanan produk keuangan, kalau dahulu kita mencari uang untuk modal usaha pilihannya antara ke bank atau pinjam ke orang lain. Sekarang ada alternatif yang baru yang berbasis pada kemajuan teknologi, yaitu Financial Technology.
Ya, di tengah zaman yang serba modern, ternyata teknologi finansial (Financial Technology/Fintech) kini mampu menjembatani kepercayaan institusi dan orang-orang, yang sebelumnya sulit mengakses fasilitas keuangan itu sendiri.
Fintech (Financial Technology) yang bermunculan pun menawarkan layanan keuangan mulai dari dompet digital, investasi, kredit online sampai pinjaman dana. Seakan-akan menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia dalam urusan layanan keuangan yang selama ini terkesan ribet.
Meski terdengar kurang familiar, tanpa disadari hampir semua dari kita kini merupakan bagian dari keberadaan salah satu jenis produk keuangan yaitu Financial Technology atau Fintech. Tapi, karena minimnya literasi keuangan, banyak kita yang salah persepsi tentang keberadaan Fintech.
Sejak Januari 2016, industri Fintech atau financial technology, khususnya peer-to-peer (P2P) Lending mengalami kemajuan pesat di Indonesia dan mulai dikenal oleh masyarakat.
Sayangnya salah satu persepsi yang muncul adalah bahwa industri ini akan mengancam keberadaan institusi keuangan konvensional seperti bank. Bahwa bank akan terdisrupsi oleh Fintech, seperti halnya taksi konvensional terdisrupsi oleh taksi online. Ataupun ojek pengkolan yang terdisrupsi oleh ojek online.