Mohon tunggu...
Devi Sabrina
Devi Sabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Penikmat genre film dan komik misteri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penanaman Nilai-nilai Antikorupsi pada Anak Melalui Permainan "Semai", Storytelling, dan Darus

15 Juni 2022   20:49 Diperbarui: 15 Juni 2022   20:52 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PENANAMAN NILAI-NILAI ANTIKORUPSI PADA ANAK MELALUI PERMAINAN “SEMAI”, STORYTELLING, DAN DARUS

Latar Belakang

Korupsi adalah perbuatan tidak terpuji, tidak jujur, dan merugikan rakyat. Korupsi telah membudaya di negara Indonesia sejak Indonesia belum merdeka. Carey, dkk. (dalam Miftakhuddin, 2019) menceritakan bagaimana historiografi korupsi di Indonesia. Secara historis, korupsi dianggap legal dan lumrah di Indonesia, bahkan baru dianggap melanggar hukum setelah VOC masuk ke Indonesia.

Sebab histori tersebut mengakibatkan korupsi di Indonesia sulit untuk dibasmi hingga ke akarnya. Hal ini terbukti dengan maraknya kasus korupsi hingga sekarang. Menurut data ICW (2021), pada semester pertama tahun 2021 saja, terdapat 209 kasus korupsi dengan 489 tersangka dan kerugian negara sebesar 26,8 triliun rupiah. Maraknya korupsi juga terlihat dari menurunnya skor indeks persepsi korupsi Indonesia. Pada tahun 2020, skor indeks persepsi korupsi Indonesia adalah 37 dari total skor 100 dan Indonesia berada pada posisi 102 dari 180 negara (Transparency International, 2020).

Terjadinya tindak pidana korupsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Ibrahim, dkk. (2018), faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi meliputi keserakahan individual, organisasi pemerintahan, lemahnya sistem legislasi, kurangnya supervisi, dan kurangnya implementasi ajaran agama. Korupsi memiliki pengaruh negatif terhadap pembangunan serta finansial negara. Menurut BPKP-RI (dalam Ibrahim, dkk. 2018), korupsi dapat menurunkan integritas bangsa, melemahkan ekonomi negara, mengurangi etos kerja, dan memberi peluang terjadinya eksploitasi sumber daya alam berlebihan.

Untuk mengatasi korupsi yang marak terjadi di Indonesia, perlu dilakukan tindakan preventif. Tindakan preventif dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai antikorupsi sejak dini. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan hal tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui permainan “SEMAI”, storytelling, dan darus dapat menjadi metode yang sesuai untuk digunakan.

Nilai-nilai antikorupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyosialisasikan nilai-nilai antikorupsi melalui perilisan modul “Integritas untuk Umum” pada tahun 2016. Menurut modul tersebut, nilai antikorupsi sebenarnya adalah integritas. Integritas adalah sejalannya perbuatan dengan perkataan, perasaan, dan norma yang berlaku. Integritas meliputi tiga nilai utama, yaitu nilai inti integritas, etos kerja, dan nilai sikap.

Nilai inti meliputi jujur, disiplin, dan bertanggung jawab. Jujur adalah kondisi seseorang yang bertindak sesuai ucapannya. Berintegritas jujur adalah tidak berbohong, berani menolak kebohongan, serta memiliki prinsip. Ketidakjujuran dapat terjadi karena adanya kesempatan, motivasi, rasionalisasi, keserakahan, kebutuhan, dan pengungkapan.

Disiplin adalah perwujudan mental seseorang yang terlatih untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan. Disiplin tidak dapat terbentuk dalam semalam. Seseorang harus berlatih untuk konsisten dan berpegang teguh pada prinsip. Disiplin juga meliputi perencanaan dan kontrol diri. Dengan memiliki sikap disiplin, produktivitas seseorang dalam bekerja dan belajar cenderung tinggi.

Tanggung jawab adalah kondisi seseorang yang menangani hal yang semestinya ia lakukan dan menerima konsekuensinya. Terbentuknya sikap tanggung jawab memerlukan proses belajar. Seseorang yang bertanggung jawab akan konsisten dalam mengerjakan amanah yang diberikan kepadanya dengan baik.

Etos kerja meliputi mandiri, kerja keras, dan sederhana. Mandiri adalah keadaan seseorang yang dapat mengurus urusannya sendiri dan bertanggung jawab atas situasinya tanpa bergantung kepada orang lain. Kemandirian merupakan suatu hal yang harus dilatih. Seseorang yang mandiri akan percaya diri dan berani menentukan arah hidupnya tanpa mengharapkan petunjuk dari orang lain.

Kerja keras adalah keadaan seseorang yang benar-benar berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya meskipun ia tidak menyukainya. Kerja keras dapat memberikan pelajaran, yaitu suatu pencapaian tidak bisa diraih tanpa ada usaha. Kerja keras merupakan nilai yang pelan-pelan dipelajari dan dievaluasi. Sama seperti nilai tanggung jawab, kerja keras juga membutuhkan komitmen kuat seseorang agar dapat memenuhi suatu amanah hingga tuntas. Seseorang yang memiliki energi untuk bekerja keras dalam jangka waktu lama cenderung sukses.

Sederhana adalah prinsip seseorang yang tidak berlebihan dalam hidupnya, mengutamakan kebutuhan dibanding keinginan, dan hidup dengan wajar. Menerapkan nilai sederhana dapat memberikan banyak manfaat. Manfaat tersebut meliputi tidak khawatir mengenai dana cadangan jika suatu saat terjadi hal yang darurat, mampu membuat urutan prioritas, serta menggunakan aset dengan baik.

Nilai sikap meliputi berani, peduli, dan adil. Berani berarti dapat mengatasi rasa takut. Berani dapat dilatih dengan memantapkan diri ketika akan mengambil keputusan serta sabar dalam menghadapi sebuah kesulitan. Berani juga dapat berarti percaya diri menghadapi risiko yang ada. Dalam konteks antikorupsi, memiliki sikap berani ditunjukkan dengan mantap melaporkan seseorang yang diduga melakukan korupsi.

Peduli adalah sikap seseorang yang mendapatkan panggilan jiwa untuk memperhatikan orang lain atau melibatkan diri dalam urusan di sekitarnya. Dengan menerapkan sikap peduli, seseorang menunjukan bagaimana ia ingin diperlakukan oleh orang lain. Menunjukkan kepedulian membutuhkan empati. Jika semua orang memiliki rasa peduli kepada satu sama lain dan saling membantu, maka keamanan dan ketentraman dapat terwujud.

Adil adalah keadaan suatu hal yang ditempatkan di posisi seharusnya. Adil juga berarti seseorang menerima haknya sebagaimana mestinya dan ia juga harus menjalankan kewajibannya. Dalam hukum, adil dapat diartikan sebagai sikap yang tidak berat sebelah. Bersikap adil berarti hanya bertindak berlandaskan kebenaran dan aturan yang ada.

Pentingnya menanamkan nilai-nilai antikorupsi

Usaha untuk memberantas korupsi dilakukan tidak hanya dengan mengusut kasus korupsi yang ada, menangkap dan menghukum pelaku yang bersangkutan, serta membentuk peraturan mengenai tindak pidana korupsi, tetapi juga meliputi usaha-usaha preventif yang diberlakukan kepada masyarakat. KPK dalam melaksanakan tugasnya untuk memberantas korupsi di Indonesia memiliki wewenang untuk menyebarkan pemahaman antikorupsi dan memberi ajakan kepada masyarakat untuk berpartisipasi memberantas korupsi, khususnya kepada anak-anak sebagai calon penerus bangsa. KPK telah mengampanyekan ajakan pemberantasan korupsi melalui poster, film, dan festival.

Usaha preventif yang dilakukan KPK tersebut telah membuahkan hasil. Hal ini ditandai dengan meningkatnya sosialisasi antikorupsi dengan mengundang narasumber dari KPK, meningkatnya laporan dari masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi, serta meningkatnya kunjungan ke gedung KPK dalam rangka berdiskusi mengenai korupsi. Pencapaian tersebut juga memiliki arti bahwa masyarakat membutuhkan pendidikan antikorupsi (KPK, 2017).

Penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui permainan “SEMAI”

Permainan Sembilan Nilai (SEMAI) antikorupsi merupakan salah satu upaya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mewujudkan pendidikan antikorupsi. Permainan SEMAI dirilis oleh KPK pada tahun 2015. Menurut Badriyah (2018), permainan ini memiliki perlengkapan yang terdiri dari papan permainan bergambar 9 kotak yang masing-masing bertuliskan nilai-nilai antikorupsi, kartu berwarna putih, dan kartu berwarna merah.

Permainan SEMAI dilaksanakan oleh dua tim yang berbeda dengan seorang fasilitator sebagai penentu kebenaran jawaban peserta. Permainan ini cocok diterapkan pada anak-anak usia SD dengan guru sebagai fasilitator. Pertama-tama, peserta dari satu tim mengambil kartu putih untuk membacakan skenario yang mengandung salah satu nilai antikorupsi dan menentukan nilai antikorupsi mana yang sesuai. Selanjutnya, tim lawan akan memberikan pertimbangan mengenai kebenaran jawaban tim sebelumnya beserta alasannya. Selanjutnya, fasilitator akan memutuskan apakah jawaban tersebut benar atau salah. Jika salah, peserta harus mengambil kartu merah sebagai hukuman. Tim yang menang adalah tim yang dapat mengumpulkan kartu putih terbanyak dan kartu merah paling sedikit.

Permainan SEMAI telah diterapkan kepada anak-anak SD. Dalam penelitian yang dilakukan Izzah (2019), sampel yang diamati adalah siswa MDTA Rabithatul Ulum Pekanbaru kelas 3 dan 4, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Badriyah (2018), sampel yang diamati adalah siswa kelas 3 SDN Percobaan 1 Kota Malang. Kedua peneliti tersebut mengelompokkan perlakuan menjadi dua jenis, yaitu pelaksanaan fisik dan nonfisik. Pelaksanaan fisik yaitu diselenggarakannya permainan SEMAI selama dua hari, sedangkan pelaksanaan nonfisik adalah observasi perubahan sikap siswa selama satu bulan.

Hasil observasi perubahan sikap siswa selama satu bulan menunjukkan perubahan positif pada kedua penelitian. Hal ini terlihat pada kegiatan berbagi yang dilaksanakan setiap Jumat. Siswa mengimplementasikan nilai sederhana dengan lebih sedikit melakukan pengeluaran di sekolah dan lebih banyak mengalokasikan uang saku untuk bersedekah. Selain itu, pada kegiatan Jumat dan Sabtu Bersih, siswa lebih disiplin dalam melakukan tugas bersih-bersihnya. Siswa juga menunjukkan perubahan positif dalam hal keterlambatan.

Siswa telah mengintegrasikan nilai disiplin di dalam kesehariannya sehingga angka keterlambatan siswa menurun. Perubahan positif lain ditunjukkan dengan meningkatnya kepercayaan diri siswa ketika pelaksanaan ujian dan kompetisi.

Penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui storytelling

Penanaman nilai antikorupsi dapat dilakukan melalui storytelling. Metode ini cocok dipakai untuk pembangunan karakter dan penanaman nilai antikorupsi pada anak karena memberikan contoh praktis di dalamnya. Penggunaan metode ini akan membangun imajinasi anak dan memudahkan anak untuk mengaitkan nilai-nilai antikorupsi di dalam cerita dengan kehidupan sehari-hari (Muti, 2021).

Penanaman nilai antikorupsi dengan storytelling dapat diterapkan pada anak-anak KB dan TK. Namun, penanaman nilai antikorupsi di jenjang taman kanak-kanak sendiri belum lazim dan termasuk konsep yang baru. Guru-guru TK pun masih banyak yang belum memahami konsep program penanaman nilai antikorupsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan untuk pengajar taman kanak-kanak mengenai program penanaman nilai antikorupsi. Program ini dapat menggunakan modul berisi cerita dan permainan mengenai nilai-nilai antikorupsi dalam pelaksanaannya (Ratih, dkk., 2022).

Penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui darus

Penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui darus telah dijelaskan oleh Al- Fatih (2018). Darus adalah kegiatan mempelajari dan memahami isi al Quran yang biasanya dilaksanakan setelah shalat magrib oleh anak-anak. Kegiatan darus juga meliputi pembahasan nilai-nilai moral di dalam ayat al quran. Anak-anak yang mengikuti darus berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari kelompok bermain KB hingga SMA.

Metode yang digunakan pengajar dalam darus berbeda-beda dan menyesuaikan kemampuan kognitif anak-anak. Untuk fase pertama yang meliputi usia KB, TK, dan SD, pengajar menggunakan media buku bergambar, kartun, permainan edukasi, dan boneka jari. Nilai yang ditekankan pada fase ini adalah kejujuran. Untuk fase kedua yang meliputi anak usia SMP, digunakan kurikulum yang mengintegrasikan nilai empati dan tanggung jawab.  Di dalam fase kedua  ini, pengajar menggunakan media video interaktif dan kelompok diskusi kecil.  Hal yang ditekankan dalam fase kedua adalah kontrol diri karena di usia SMP, anak-anak mulai mencari jati diri. Fase ketiga untuk anak usia SMA  menggunakan kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai manajerial, kepemimpinan, dan integritas. Pembelajaran di fase ketiga menggunakan metode pemecahan masalah dan menggunakan contoh dari di dunia nyata.

daftar pustaka

Al-Fatih, S. (2018). "Darus As an Anti-Corruption Education". Asia Pacific Fraud Journal[Online]3(1),117–123,

https://doi.org/10.21532/apfj.001.18.03.01.14, 5 Januari 2022.

Badriyah, N. (2018). "Pemantapan Dan Penanaman Nilai Dan Sikap Anti Korupsi Pada Anak-Anak Dengan Permainan Yang Menyenangkan (Permainan Semai Dari “Gerakan Spak”-Kpk)". Studi Kasus Inovasi Ekonomi [Online] 2 (01), 7–18, https://doi.org/10.22219/skie.v2i01.5493, 5 Januari 2022.

Ibrahim, R., dkk. (2018). "Patterns and Causes of Corruption Among Government Officials in Indonesia". Journal of Public Administration and Business [Online] 1 (1), 74–91, 3 Januari 2022.

ICW. (2021). "Tren Penindakan Kasus Korupsi Semester I Tahun 2021" [Online], https://antikorupsi.org/id/article/tren-penindakan-kasus-korupsi-semester-1- tahun-2021, diakses 3 Januari 2022.

Transparency International. (2020). "Corruption Perception Index". [Online], https://www.transparency.org/en/cpi/2020/index/idn, diakses 3 Januari 2022.

Izzah, L. (2019). "Menumbuhkan Nilai-Nilai Anti Korupsi Pada Anak Untuk Membentuk Karakter Melalui “ Semai Games ” Di MDTA Rabithatul Ulum Pekanbaru". Psychopolytan: Jurnal Psikologi [Online] 2 (2), 84–95,

http://jurnal.univrab.ac.id/index.php/psi/article/view/748, 4 Januari 2022.

KPK.(2016)."ModulIntegritasuntukUmum".[Online], https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/pendidikan/buku/modul- integritas-untuk-umum, diakses 7 Januari 2020.

KPK.(2017).“SKKNIPenyuluhAntikorupsi”[Online], https://acch.kpk.go.id/id/jejak-pemberantasan/972-skkni-penyuluh- antikorupsi, diakses 10 Januari 2022.

Miftakhuddin, M. (2019). “Historiografi Korupsi di Indonesia: Resensi Buku Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia”. Rihlah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan [Online] 7 (2), 168, https://doi.org/10.24252/rihlah.v7i2.11772,

4 Januari 2022.

Muti, M. (2021). “Penanaman Pendidikan Antikorupsi pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita”. Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan [Online] 21 (2), 121–127, https://doi.org/10.24036/pedagogi.v21i2.1145, 4 Januari 2022.

Ratih, G. K., dkk. (2022). “Kindergarten Teachers Training in Integrating Anti- Corruption Education through Storytelling and Game”. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini [Online] 6 (3), 1628–1639,

https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1806, 4 Januari 2022.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun