Zona nyaman...
Sabtu pagi dengan suhu 15 derajat selsius. Daripada meringkuk di bawah selimut, kali ini aku memutuskan untuk sedikit lebih produktif dengan menulis sesuatu di blog ini. Cerita Bulan Juni 2015. Hmm, di bulan ini aku banyak belajar mengenai makna dari zona nyaman. Klise, tapi meaningful.Â
Zona nyaman dapat berarti suatu keadaan atau kondisi yang membuat kita merasa nyaman dan aman, jarang merasa takut ataupun gelisah karena dalam kondisi tersebut kita merasa mampu mengontrol lingkungan kita. Seringkali kita mendengar ataupun membaca sesuatu yang berkaitan dengan 'keluar dari zona nyaman'. Pertanyaan ku setiap kali mendengar hal tersebut adalah "kenapa harus keluar dari zona nyaman, bukankah rasa nyaman itu sesuatu yang positif?"
Well, kali ini aku mau sedikit cerita tentang boarding school ku di Malang. Tahun pertama  memasuki boarding aku pelajar dari bali yang tidak paham Bahasa Jawa harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang kebanyakan orang berasal dari jawa dan hampir selalu menggunakan Bahasa jawa untuk berkomunikasi.Â
Awalnya tidak ada masalah dengan teman baru-ku . Aku merasa nyaman dan aman karena hampir semua teman baru ku adalah orang Bali dengan rata-rata pengetahuan Bahasa Jawa yang sama. Kami juga lebih banyak berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia, hanya berteman dengan sesama murid Bali, bahkan ketika dikelas kami lebih memilih untuk membuat perkumpulan sendiri agar memudahkan kami untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lain.
Namun setelah bulan ke enam, pergantian semester semua kelas di acak. Aku dapat kelas baru dengan tiga orang teman dari Bali dan sisa nya merupakan murid yang sebagian besar pandai berbahasa Jawa. It's hard to be adapted again for me after a very comfort place I had before.Â
Kelas baru dengan teman-teman yang fasih berbicara Bahasa Jawa. Minder dan takut. Dikelas aku lebih banyak diam, rasanya benar-benar tidak nyaman. Terlalu asing. Terlebih lagi aku merasa kemampuan berbicara Bahasa Jawa ku sangat payah. Sangat melelahkan sampai aku harus mengambil jeda dan istirahat.
Aku berpikir kembali. This shifting could be a great movement for me, this is a chance. Aku mengakui kalau aku takut. Tapi setelah itu aku mencari cara untuk mengatasi nya. I deal with it. Aku merubah pola pikir yang aku punya. Karena rasa takut itu aku harus mempersiapkan diri sebelum masuk ke kelas.Â
Berkumpul dengan mereka yang bisa berbahasa Jawa, mendengarkan percakapan mereka, bertanya maksud dari obrolan mereka yang aku dengar. Setiap harinya aku jadikan tantangan. Seberapa berani aku hari itu untuk berbicara dengan mereka, menyapa teman baru, menjadi lebih percaya diri.Â
Dan di momen itu juga aku benar-benar menyadari jika percaya diri itu bukan hanya tentang seberapa berani dan percaya diri aku, tetapi tentang kepercayaan ku kepada Allah jika Dia pasti akan memberikan pertolongan-Nya. That's a confident meant for me.Â
This is feels too kiddy for me before. Like, I shouldn't feel this way anymore in my age. Tapi, perasaan takut untuk keluar dari zona nyaman itu ternyata benar-benar nyata dan sangat tidak nyaman. Melelahkan. Namun ketika kita bisa menemukan jalan keluar dari rasa takut itu, hasil nya benar-benar riil. Menemukan cara berjuang yang baru. Melihat dunia yang lebih luas. Mampu melawan ketakutan sendiri.