Mohon tunggu...
Duta Aulia
Duta Aulia Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekerja.

Mata dua mulut satu.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Siapa yang Lebih Unggul di Indonesia, Gojek atau Grab?

16 April 2019   16:40 Diperbarui: 16 April 2019   17:23 3810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - gadgetsquad

KOMPASIANA - Di masa booming-nya sekitar 2016-2017 pemberitaan media masa online/cetak masih diwarnai dengan konflik antara ojek online (Gojek, Uber, dan Grab) dan konvensional. Bahkan hampir diseluruh kota driver konvensional melakukan penolakan untuk transportasi online.

Dilansir dari Tirto.id, pada 14 Maret 2016, ratusan pengemudi angkutan umum terdiri dari pengemudi taksi, kopaja, dan bajaj di Ibu Kota berunjuk rasa di Kantor balai Kota DKI Jakarta. Mereka menuntut pemerintah untuk menertibkan angkutan umum berbasis aplikasi. Bukan tanpa alasan, mereka (konvensional) menganggap dengan adanya transportasi online, pendapatan mereka (konvensional) semakin berkurang.

Tidak jauh berbeda dengan di Jakarta, di Makassar, puluhan pengemudi angkutan kota (angkot) dan taksi konvensional melakukan aksi protes di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Para pengunjuk rasa mendesak pemerintah menutup dan memblokir transportasi online. Alasannyapun sama, yakni mengurangi pendapatan pengemudi konvensional dan menurunkan taif yang diberlakukan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan.

Dengan alasan yang sama, unjuk rasa juga menyebar ke kota-kota di Indonesia, seperti di Malang, Tanggerang, Solo, Medan, dan Bandung.

Dibalik perselisihan tersebut, banyak masyarakat di masa sekarang, dapat dikatan sudah tidak bisa berpisah dengan transportasi online. Pasalnya, hanya dengan memanfaatkan smartphone, mayoritas masyarakat sudah bisa memesan transportasi online (mobil/motor) dan memesan makanan.

Namun yang menariknya, di 2019 tersisa dua perusahaan besar penyedia jasa transportasi online, yaitu Gojek dan Grab.

Kedua perusahaan tersebut, bisa dikatakan berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan terbaiknya untuk masyarakat Indonesia. Bahkan, tidak dapat dipungkiri, kedua perusahaan tersebut, juga berlomba-lomba untuk menguasai pasar transportasi online di Indonesia.

Hal tersebut rasanya wajar-wajar saja dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut. Pasalnya menurut laporan Google dan Temasek e-conomy SEA Report 2018, ekonomi digital Indonesia memiliki pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.

lalu dari kedua perusahaan tersebut, kira-kira siapa yang lebih unggul yah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis mencoba menghadirkan data-data yang menarik dan pastinya relevan.

Gojek 

Gojek - idnews
Gojek - idnews

Berdasarkan Laporan berjudul "The State of Mobile 2019" dari App Annie, platform analisa dan insight untuk aplikasi mobile, mengatakan, Gojek merupakan aplikasi on-demand dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia sepanjang 2018.

Hampir senada dengan App Annie, YouGov yang merupakan perusahaan global independen yang memonitor dan menganalisa ratusan merek di puluhan sektor industri, juga menyatakan bahwa Gojek tetap eksis menduduki posisi nomot satu pada katagori Brand Impression.

Bukan hanya itu, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Indonesia (LD FEB UI) di 2018 melakukan riset terhadap Gojek. Dari riset tersebut menghasilkan fakta menarik. 

LD FEB UI menyarakan Gojek memiliki kontribusi perekonomian Indonesia mencapai Rp 44,2 triliun. Angka tersebut naik hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Angka tersebut berdasarkan empat lini usaha Gojek, yaitu Go-Ride, Go-Food, Go-Clean, dan Go-Massage dan belum termasuk Go-Send, Go-Shop, dan Go-Pay, dan layanan lainnya.

Menurut Founder dan Global CEO Gojek, Nadim Makarim mengatakan, jika seluruh lini usaha Gojek digabungkan pasti hasilnya akan lebih besar.

"Jika layanan lain dalam ekosistem Gojek digabungkan, hasilnya pasti jauh lebih besar," ujar Nadim. 

Jika berbicara lebih spesifik, Go-Food semakin kuat posisinya sebagai online food delivery terbesar di Indonesia. Berdasarkan data internal, pangsa pasar Go-Food di Indonesia mencapai 80%  dan banyak digunakan di Indonesia. Data internal tersebut, divalidasi dari riset yang dilakukan oleh IDN Times 2019 mengenai layanan pesan-antar makanan paling banyak dipakai dan memiliki kesamaan.

Pencapaian Go-Food terjadi karena masyarakat merasakan kemudahan dan kenyamanan dari layanan Go-Food. Hal itu terbukti dari jumlah order yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, di akhir 2018, Go-Food mencatatkan jumlah order sebesar 30juta/bulan di Asia Tenggara. Serta mengalami peningkatan 7 kali lipat, jika dibandingkan dengan data di Desember 2016.

Fakta lain yang ditemukan oleh Riset LD FEB UI, bahwa 93% responden mitra UMKM mengalami peningkatan volume transaksi dan 55% mitra mendapatkan peningkatan klasifikasi omzet setelah bergabung dengan Go-Food. Ada fakta menarik, 85% responden (Mitra UMKM Gojek) menginvestasikan keembali pendapatannya ke dalam usaha mereka.

Jika membahas Go-Pay, bisa dikatakan juga memberikan dampak sosial bagi masyarakat Indonesia. berasarkan tiga lembaga riset, pertumbuhan Go-Pay sangat signifikan, bahkan paling banyak digunakan. Tiga lembaga tersebut mengatakan, Riset Financial Time Confidential (2018) menempatkan 75% responden memanfaatkan Go-Pay, Daily Social & Jakpat (2018) menemukan bahwa Go-Pay menjadi uang elektronik terpopuler dengan 79% responden, dan Riset YouGov (2019) menyatakan 80% responden menggunakan Go-pay. 

Grab 

Ilustrasi Grab - CNBC
Ilustrasi Grab - CNBC

Bukan hanya Gojek yang diriset oleh lembaga-lembaga ternama. Kompetitornya Grab, juga menarik untuk diriset.

Yang belum lama ini melakukan riset terhadap grab adalah CSIS dan Tenggara Strategics.

Dari hasil risetnya, CSIS dan Tenggara Strategics memperkirakan bahwa GrabFood, kontributor terbesar, memberikan kontribusi ekonomi Rp 20,8 triliun dari Rp 48,9 triliun. Demikian juga, GrabBike dan GrabCar berkontribusi masing-masing Rp 15,7 triliun dan Rp 9,7 triliun . Kudo melalui jaringan agennya menciptakan kontribusi ekonomi sebesar Rp 2,7 triliun.

Bukan hanya itu, rata-rata pendapatan mitra pengemudi GrabBike dan GrabCar meningkat sebesar 113% dan 114% menjadi Rp 4 juta and Rp 7 juta perbulannya, setelah bermitra dengan Grab.

Survei juga menunjukkan mitra pengemudi GrabCar berhasil melampaui rata-rata pendapatan sektor informal yang tercatat oleh BPS. Sebelum bermitra, mayoritas responden (75%) berpendapatan di bawah Rp 5 juta. Namun, setelah bermitra, 68% dari responden berpendapatan di atas Rp 5 juta.

Dari sektor jasa pengantaran makanan secara daring juga mengalami peningkatan, mitra GrabFood di 5 kota mengalami peningkatan sebesar 25% per bulan setelah bermitra. Rata-rata mitra memperoleh penjualan sebesar Rp 1,85 juta/hari dari Rp 1,4 juta/hari sebelum bermitra.

Survei juga menunjukkan 52% mitra dagang yang memiliki penjualan harian kurang dari Rp 500 ribu/hari menikmati peningkatan penjualan lebih dari Rp 500 ribu/hari.

Selain itu, GrabFood juga membantu mitra UMKM untuk mendapatkan tambahan penjualan sebesar Rp 11 juta per bulan tanpa investasi tambahan, seperti perluasan tempat usaha.

Bahkan dengan Grab mengakuisisi Kios Untuk Dagang Online (Kudo), sekarang Kudo dapat dengan instan berekspansi ke banyak kota di negara kepulauan ini, menghubungkan mereka yang tidak terkoneksi dengan internet untuk melakukan transaksi e-commerce yang berbasis internet, terutama di kota-kota kedua maupun ketiga. Jaringan agen ini terdiri dari agen individu maupun agen toko (warung atau kios).

Survei menemukan bahwa 31% agen Kudo individu yang sebelum bermitra tidak memiliki pendapatan sekarang dapat memiliki pendapatan Rp 2 juta/bulan atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa Kudo menciptakan kesempatan bekerja. Survei ini juga menunjukkan bahwa 30% agen Kudo sekarang memiliki pendapatan Rp 2 - Rp 4 juta/bulan, di mana sebelum bermitra dengan Kudo, hanya 16.6% yang memiliki pendapatan dalam kategori ini. Bahkan, 13% dari agen sekarang memiliki pendapatan lebih dari Rp 6 juta/bulan dengan memanfaatkan aplikasi Kudo.

Bagi agen toko Kudo, kemitraan telah meningkatkan penjualan mereka. Sebanyak 50% agen toko Kudo yang sebelumnya memiliki penjualan kurang dari Rp 1 juta/minggu, sekarang telah meningkatkan penjualan mereka lebih dari Rp 1 juta/minggu.

Setelah bermitra, data menunjukkan bahwa 26% agen toko Kudo dapat mencatatkan penjualan Rp 1 - 2 juta/minggu dan 20% mencapai penjualan di atas Rp 5 juta/minggu. Selain itu, 13% agen toko Kudo mendapatkan 22% tambahan penjualan atau Rp 2.1 juta/bulan tanpa mengeluarkan investasi tambahan.

Dari kedua data tersebut, kira-kira siapa yah yang lebih unggul di pasar Indonesia?  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun