Tak bisa dipungkiri bahwa kopi adalah salah satu komoditas yang paling digemari oleh anak mudah dan orang tua. Kopi adalah cara sederhana yang bisa digunakan siapa saja untuk bersenang-senang dalam sebuah pertemuan maupun silaturahmi. Selain itu, menikmati kopi disuasana dingin memiliki kenikmatan tersendiri.
Di Yogyakarta, sebuah kedai bernama Suroloyo adalah lokasi yang kini mulai mendapat tempat bagi pecinta kopi. Tak mudah memang. Sejak berdiri pada tahun 2014, kedai ini melewati banyak rintangan. Tapi lama kelamaan, usaha ini tumbuh menajdi peluang kerja bagi anak muda sekitar Puncak Suroloyo.
Ngatiman, salah satu pemilik Kedai Suroloyo mengatakan kedai ini didirakan sebagai upaya penunjang para pengunjung agar menikmati wisata puncak suroloyo dengan meminum racikan kopi terbaik khas Yogyakarta.
"Kita ingin para pengunjung bisa menikmati kopi sambil melihat indahnya wisata Puncak Suroloyo. Makanya kopi ini diracil secara spesial dan memiliki beda dengan kopi lainya," kaya Ngatiman di Suroloyo, Yogyakarta, Senin (31/12).
Suroloyo Tembus Pasar Nasional
Ngatiman mengatakan, sejauh ini kopi Suroloyo sudah menembus pasar Jakarta, Surabaya dan seluruh wilayah Yogyakarta. Menurut dia, Yogyakarta merupakan konsumen utama yang rutin mebeli kopi Suroloyo. Biasanya konsumen membeli dalam bentuk green bean.
Adapun green bean ini dijual seharga Rp90rb untuk arabika. Sedangkan untuk robusta dijual seharga Rp50rb/kilogram. Ada juga penjualan dalam bentuk kemasan isi 80 gram yang dijual seharga Rp20.000 untuk kopi arabika dan Rp140 untuk robusta.
Kejayaan Kopi Diprediksi Berlangsung Lama
Praktisi kopi, Setiawan Subekti, mengatakan, kejayaan industri kopi diperkirakan masih berlangsung lama karena minat konsumsi komoditas itu, terutama di perkotaan, terus meningkat. Selain itu, minuman kopi yang disajikan juga semakin bervariasi.
"China dan Rusia termasuk negara yang mulai mengalami peningkatan konsumsi. Jadi ada kecenderungan pergeseran minat masyarakat China dari penikmat teh menjadi penikmat kopi," katanya.
Menurut Subekti, perubahan tren juga terjadi di Jepang lagi lagi karena pergeseran minat teh ke kopi sejak tahun 2000. Kondisi ini, kata dia, otomatis berdampak pada konsumsi kopi dunia. Hal ini bisa menjadi peluang bagi petani kopi Indonesia.
"Pekebunan kopi harus memanfaatkan kondisi ini sebagai momentum untuk meningkatkan produksi. Dengan peluang pasar terbuka lebar, pekebunan seharusnya diuntungkan juga," katanya.
Seperti diketahui, Kemitraan Pertanian Berkelanjutan Indonesia atau Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro) sudah menyiapkan kurikulum pembelajaran kopi untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara berkelanjutan.
Berdasarkan data FAO, luas areal kopi Indonesia mencapai 1,23 juta hektare dengan 1,19 juta diantaranya milik perkebunan rakyat yang memiliki produktivitas 0,6 ton/hektare.
Program ini merupakan bentuk dukungan dan vokasi pendidikan serta vokasi pelatihan dalam mempersiapkan generasi muda untuk terhubung dengan dunia industri. Sekaligus mendorong generasi muda untuk siap berusaha.
Kementan Dorong Produksi Kopi
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Bambang, menyatakan, pihaknya bakal terus mendorong peningkatan produksi kopi jenis arabika di sejumlah kawasan. Menurut dia, industri kopi asal Indonesia merupakan komoditas ekspor yang sangat diminati pasar dunia.
"Sebagian besar petani menanam kopi jenis arabika karena kopi jenis tersebut sangat diminati pencita kopi baik di luar negeri terutama negara-negara Eropa," katanya.
Bambang mengatakan, pengembangan kopi arabika nantinya akan diarahkan untuk menjaga posisi Indonesia sebagai sumber penting beberapa jenis kopi specially dunia yang memiliki khas nusantara. "Apalagi faktor geografis kita sangat menunjang untuk pengembangan," pungkasnya.
Sumber: Kementan dan Tribunnews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H