Selanjutnya adalah WO Ngesti Pandowo yang didirikan di Madiun pada 1 Juli 1937 oleh Sastro Sabdo. Ketika di Madiun WO Ngesti Pandowo melakukan pementasan dengan cara berkeliling. Namun, pada 1954 WO Ngesti Pandowo pindah dan mentap di Semarang dengan menggelar pertunjukan di Gedung Rakyat Indonesia Semarang (GRIS). Tidak hanya WO Ngesti Pandowo, pada 1939 Tong Sing mendirikan WO Sri Budaya di Kediri pada 1939.Â
Awalnya WO Sri Budaya melakukan pementasan dengan cara berkeliling di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun pada akhirnya WO Sri Budaya menetap di Surakarta pada 1941. Pendirian grup wayang orang komersial masih bisa di lihat ketika masa setelah kemerdekaan dengan berdirinya WO Pantja Murti pada 1963 dan WO Bharata 1972 di Jakarta. Â
Sangat disayangkan, di masa sekarang, kelompok kesenian wayang orang hanya tersisa 3, yaitu WO Sriwedari Surakarta, WO Ngesti Pandawa Semarang, dan WO Bharata Jakarta. Hal tersebut terjadi, karena dimasa sekarang kesenian tradisional terus tergerus oleh kesenian modern. Fenomena yang berkembang adalah sebagai besar masyarakat lebih senang menikmati dan mempelajari kesenian modern. Fenomena tersebut jika tersebut berkembang dan tidak terkendali, pastinya akan membawa dampak negatif bagi kesenian tradisional.
Sumber:
- Soedarsono, Wayang Wong: Drama Tari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta, 1997.
- M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2008.
- Herisapandi, Wayang Orang Sriwedari dari Seni Istana Menjadi Seni Komersial, 1999.
- Dhanang Respati Puguh, Mengagungkan Kembali Seni Pertunjukan Tradisi Kraton: Politik Kebudayaan Jawa Surakata, 1950an-1990an, Disertasi FIB UGM, 2015.
- Dhanang Respati Puguh, Pemikiran K.G.P.A.A Mangkunegara IV tentang Ketataprajaan (1856-1871), Tesis FIB UGM, 2000.
- Iwan, Legiun Mangkunegaran 1808-1943, 2011.
- Rustopo, Menjadi Jawa Orang-Orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa, 2007.
- Soedarsono, Seni Pertunjukan dari Persepektif Politik, Sosial, dan Ekonomi.