Sejarah pengembangan bom atom merupakan konsekuensi dari sejarah Perang Dunia Kedua yang meletus pada tahun 1939 hingga tahun 1944. Senjata yang memiliki daya destruksi besar ini pertama kali diperkenalkan melalui Proyek Manhattan oleh Pemerintah Amerika Serikat pada 13 Agustus 1942. Proyek Manhattan adalah tajuk yang sering digunakan untuk menyebut partisipasi pemerintah AS dalam produksi senjata nuklir pada saat itu. Hingga puncaknya pada akhir Juli, dua bom atom telah dirakit. 'Little Boy' merupakan nama kode dari bom atom jenis uranium-235 dan 'Fat Man' yang merupakan nama kode dari bom atom jenis plutonium. Pada tanggal 6 Agustus 1945, 'Little Boy', dengan hasil ledakan yang setara dengan lebih dari 20.000 ton TNT, diledakkan di Hiroshima, Jepang, dengan efek yang sangat dahsyat. Pada tanggal 9 Agustus 1945, 'Fat Man', dengan daya ledak yang sama, diledakkan di atas Nagasaki, Jepang, dan menimbulkan kehancuran yang luar biasa. Pada tanggal 10 Agustus 1945, Jepang setuju untuk menerima syarat-syarat penyerahan diri dari Sekutu, dan Perang Dunia Kedua pun berakhir. Baik atau buruk, era baru persenjataan telah dimulai, era senjata nuklir, dan Dunia telah mendapatkan gambaran mengerikan tentang kehancuran yang dapat ditimbulkan oleh senjata-senjata baru ini (Goldwhite, 1986: 109-132).
Untuk menanggapi kemunculan era baru persenjataan yang telah dimulai pada pasca Perang Dunia Kedua tersebut, ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak pernah berhenti menyuarakan untuk melawan ancaman senjata nuklir. Kolektivitas mereka begitu solid dalam menyelaraskan langkah masing-masing yang telah terkonsolidasi dalam satu wadah bernama International Campaign to Abolish Nuclear Weapon atau ICAN---semacam koalisi masyarakat sipil tingkat global yang memiliki tujuan utama untuk mewujudkan perlucutan senjata nuklir secara total. Salah satu upaya konkretnya adalah advokasi pembentukan dan implementasi penuh dari Traktat Pelarangan Senjata Nuklir, atau juga dikenal dengan sebutan Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapon (TPNW) yang secara resmi didirikan oleh UN General Assembly (UNGA) dengan 122 negara yang menyetujuinya. Â (Reynaldi, 2020: 884-897).
ICAN (International Campaign to Abolish Nuclear Weapon) pertama kali digagas oleh Ahli kebidanan Malaysia yang terhormat dan mantan co-presiden International Physicians for the Prevention of Nuclear War (IPPNW), Datuk Dr Ron McCoy pada tahun 2005. Pada tahun itu, Konferensi Peninjauan 5 tahunan NPT (Non-Proliferation Treaty) gagal menyepakati apa pun. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia yang diikuti oleh para kepala negara juga gagal menghasilkan satu pun kesepakatan tentang perlucutan senjata. Perlucutan senjata nuklir jelas tidak akan berhasil. Namun pada saat yang sama, sebuah perjanjian yang melarang ranjau darat telah dicapai selama beberapa tahun oleh Kampanye Internasional Pelarangan Ranjau Darat (International Campaign to Ban Landmines/ICBL), yang bekerja sama dengan Kanada dan pada awalnya hanya beberapa pemerintah lainnya, meskipun ditentang oleh pemilik ranjau darat yang besar seperti Cina, Rusia, dan Amerika Serikat. Dengan meniru kesuksesan dari ICBL, Dr McCoy mengusulkan sebuah koalisi kampanye global yang baru yang Ia sebut sebagai Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (Ruff, 2018: 233-241).
Kantor ICAN pertama didirikan di Melbourne pada tahun 2006; kantor lainnya didirikan di Oslo pada tahun 2010. Dengan pendanaan yang sebagian besar berasal dari pemerintah Norwegia antara tahun 2010 dan 2015, ICAN dapat melibatkan staf yang berbasis di Jenewa untuk memperluas jangkauan dan koordinasi kampanye, awalnya di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Pada tahun 2017, ICAN telah berkembang menjadi 468 organisasi mitra di 101 negara (Ruff, 2018: 233-241).
Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons (landasan ICAN untuk mewujudkan perlucutan senjata nuklir), yang disponsori oleh ICAN melalui UNGA, disahkan oleh 122 dari 193 negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 7 Juli 2017. Hal ini Lebih komprehensif daripada Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), TPNW melarang pengujian, pengembangan, produksi, akuisisi, pembuatan, dan kepemilikan senjata nuklir. Hanya dalam waktu tiga tahun, pada 22 Oktober 2020, 84 negara telah menandatangani perjanjian ini dan 47 di antaranya telah meratifikasinya. Akhirnya, traktat ini mulai berlaku pada 22 Januari 2021, dengan total 86 penandatangan dan 51 negara yang telah meratifikasi (Anggitta, 2021: 1-21). Angka tersebut terus meningkat hingga saat ini, di tahun 2023, terdapat 92 penandatangan dan 68 negara yang telah meratifikasi (ICAN, 2023).
Menariknya, Indonesia termasuk dalam negara yang telah menandatangani traktat tersebut namun belum diratifikasi. TPNW ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, pada upacara tingkat tinggi di New York saat dibuka untuk penandatanganan di tanggal 20 September 2017 (ICAN, 2023).
Peningkatan jumlah negara-negara yang menandatangani dan meratifikasi TPNW mengindikasikan bahwa kampanye yang dilakukan ICAN telah berjalan efektif, walaupun beberapa negara-negara super power dan kepemilikan senjata nuklir terbanyak di dunia seperti Rusia dan Amerika Serikat belum bergabung.Â
ReferensiÂ
Anggitta, Mutti. (2021). Understanding Strategies of Anti-Nuclear Movement: A Study of ICAN. Politica, 12(1), 1--21.Â
Goldwhite, H. (1986). The Manhattan Project. Journal of Fluorine Chemistry, 33(1-4), 109--132. doi:10.1016/s0022-1139(00)85273-2