Tidak jarang bagi sebagian sektor industri di Indonesia membuang limbah atau sisa proses produksi ke sungai, laut, atau ke tempat yang seharusnya tidak dipakai untuk membuang sisa hasil produksi tersebut.Â
Hal ini dilakukan karena beberapa usaha industri kecil, belum atau tidak sama sekali memiliki tempat pengelolaan limbah sendiri karena keterbatasan biaya. Kegiatan ini membuat alam semakin rusak dan hilangnya tempat tinggal untuk beberapa makhluk hidup. Begitupun dengan keadaan Sungai Citarum, yang merupakan salah satu sungai yang tercemar akibat pembuangan limbah sembarangan beberapa tahun silam hingga saat ini.
Dilansir dari laman Tempo.co, Dadan Ramdhan. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, mengatakan hampir 80% pabrik di wilayah Jawa Barat melanggar aturan pembuangan limbah cair. Hampir ratusan pabrik di Cekungan Citarum kebanyakan melanggar aturan tentang regulasi dengan membuang limbahnya ke sungai. Hal ini membuat Sungai Citarum semakin tercemar limbah beracun.
"Aturan dan Undang-undang yang mengatur masalah limbah berbahaya sudah ada. Tapi, pelaksanaanya yang lemah. Hampir 80 persen pabrik di Jawa Barat melanggar aturan," ujar Dadan kepada Tempo, Sabtu, (15/4/2017) [1].
Dikutip dari laman resmi data terbuka milik Pemdaprov Jawa Barat, Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat. Mempunyai panjang 3.332,97 Km, dan luas 8.779,20 Km, Sungai citarum merupakan sumber air bagi masyarakat yang berada disekitarnya. Tahun 2019, Sungai Citarum memiliki indeks air sebesar 33,43 poin dengan status tercemar, berubah menjadi status cemar ringan pada tahun 2020 dengan indeks air sebesar 55 poin. Menurut beberapa sumber, Sungai Citarum biasanya digunakan untuk sumber air baku air minum, sumber air baku untuk industri, pertanian, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) oleh masyarakat sekitar, Namun karena adanya limbah yang dibuang secara berlebihan ke wilayah sungai, Sungai Citarum tidak dapat dimaksimalkan pemanfaatannya.
Berdasarkan kasus diatas, apakah yang dilakukan oleh para pihak pabrik etis atau tidak? Mari bahas lebih lanjut dengan menggunakan pandangan etika profesi enjinering. Untuk menganalisa kasus diatas dengan menggunakan pandangan etika profesi enjinering, kita bisa memakai teori etika dan pemikiran etika.
Berdasarkan teori etika analisi biaya-manfaat, pabrik yang berada di sekitar Sungai memilih keuntungan yang banyak dan menghemat biaya sehingga belum memiliki tempat pengelolaan limbah sendiri, akibatnya pihak pabrik membuang limbah tersebut ke sungai. Tindakan ini tidak dapat dibenarkan dengan etis karena pihak pabrik memilih keuntungan yang banyak, tetapi masyarakat sekitar dirugikan.
Berdasarkan teori hak dan kewajiban, pabrik sudah seharusnya diwajibkan untuk melindungi hak- hak masyarakat untuk hidup di lingkungan yang bersih dengan tidak mencemari lingkungan sekitar dan pabrik juga harus memiliki kewajiban untuk menghindari pencemaran pada lingkungan sekitar dengan tidak membuang limbah sisa produksi sembarangan. Dalam pandangan ini tindakan mencemari sungai oleh pihak pabrik sudah dianggap tidak etis. Hal ini bertentangan dengan moral dan hak hak masyarakat sekitar.
Berdasarkan teori utilitarianisme, tindakan dianggap etis ketika apabila meningkatkan derajat manusia dan menghasilkan sebanyak mungkin kesejahteraan atau kebahagiaan bagi banyak orang.Â
Dalam kasus ini menurut pandangan etika utilitarianisme, membuang limbah ke sungai merupakan perbuatan yang tidak etis karena mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan juga lingkungan sekitar. Maka dari itu pabrik harus memiliki tanggung jawab untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan juga mengurangi dampak negatif untuk mencapai kesejahteraan.
Berdasarkan teori etika moralitas, tindakan dianggap baik apabila jika sesuai dengan perilaku bermoral. Dalam kasus ini menurut pandangan etika moralitas, pabrik melanggar moralitas dari kejujuran dan tanggung jawab. Pabrik sangat tidak bertanggungjawab dengan membuang limbah ke sungai. Hal ini berdampak pada kedamaian dan kesejahteraan lingkungan masyarkat sekitar.
Berdasarkan cara berpikir deontologis, tindakan dianggap benar jika mengikuti aturan hukum yang berlaku dan dianggap salah jika melanggarnya. Berdasarkan kasus diatas, pabrik seharusnya mengikuti aturan untuk tidak mencemari lingkungan dan menimalisir dampak negatif, namun pabrik tersebut melanggar aturan tersebut. Dalam konteks ini hal yang dilakukan oleh pihak pabrik merupakan tindakan yang tidak etis karena melanggar aturan moral untuk melindungi lingkungan.
Berdasarkan cara berpikir teologis, tindakan akan dianggap baik jika tujuannya baik dan dianggap salah jika tujuannya salah. Dalam konteks ini, yang dilakukan pihak pabrik tidak etis, karena dengan sengaja membuang limbah ke sungai dan berdampak negatif pada lingkungan tempat tinggal masyarakat.
Untuk menyelesaikan permasalahan dari kasus tercemarnya Sunga Citarum akibat dari limbah industry, kita dapat menyelesaikan dengan pertimbangan paradigma positif dan paradigma negatif. Untuk paradigma positif:
- Pabrik dapat menerapkan teknologi yang ramah lingkungan
- Meningkatkan praktik pengelolaan limbah
- Memantau dan pemeliharaan lingkungan
Untuk paradigma negatif:
- Sanksi dan hukuman
- Peningkatan kesadaran dan Pendidikan
Pertimbangan paradigma positif dan negatif saling melengkapi untuk tercapainya penyelesaian masalah. Paradigma positif fokus pada pencegahan dan perbaikan system produksi. Sedangkan paradigma negatif membahas tentang sanksi dan hukuman sebagai pembenaran.
Kesimpulan dari kasus diatas adalah masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah yang serius yang dapat menyebabkan dampak negatif pada lingkungan, ekosistem dan Kesehatan masyarakat. Tidak etis bagi sebuah perusahaan industri untuk membuang limbah ke sungai, Selain merugikan perusahaan sendiri karena melanggar aturan dan mendapatkan sanksi, hal ini juga membuat rugi masyarakat dan lingkungan sekitar. Dengan begitu diharapkan kedepannya agar para pabrik bertanggung jawab untuk mengurangi pencemaran terhadap sungai maupun lingkungan sekitar. Â Â
Sumber Berita:
- Tempo: https://nasional.tempo.co/read/866846/gawat-limbah-pabrik-di-sungai-citarum-semakin-tak-terkendali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H