Final Leg Kedua
Turun dengan skema 4-2-3-1 dan pemain persis sama yang dimainkan pada laga semifinal leg kedua melawan Vietnam, minus Andik Vermansyah yang digantikan oleh Zulham Zamrun, membuat Indonesia tampil bertahan dan mengandalkan serangan balik.
Tapi Thailand bukanlah Vietnam, Thailand yang disebut sebagai tim terbaik di Asia Tenggara saat ini adalah tim yang kuat dan sistematis dalam bermain.Â
Defisit 1 gol tidak membuat Thailand bermain grusa-grusu alias terburu-buru. Mereka bermain dengan taktis dan sistematis. Menghajar sisi kanan pertahanan Indonesia yang dijaga oleh Benny Wahyudi yang tidak memperoleh back up sepadan dari Zulham Zamrun, membuat Indonesia kedodoran.
Sementara di tengah, tenaga Bayu Paradana seperti sudah dihabiskan di pertandingan final leg pertama di Pakansari yang lalu. Dia mudah diterobos, gagal mengcover pergerakan lawan.Â
Juga lemahnya koordinasi antar pemain membuat permainan menjadi tidak berpola, seperti tidak berencana.Â
Setiap kali mendapat kesempatan memegang bola tidak tahu harus kepada siapa bola dialirkan, akhirnya bola asal ditendang ke depan. Sementara Boaz Salossa terisolasi sendirian di depan.Â
Sayap Garuda Yang Benar-Benar Patah.
Bagaimana dengan Rizky Pora dan Zulham Zamrun yang beroperasi di sayap kiri dan kanan lini serang  Indonesia?
Terlalu fokus pada pertahanan membuat pergerakan mereka berdua tertahan di tengah. Nyaris tidak ada tusukan-tusukan sebagaimana yang terlihat pada laga final leg pertama di Pakansari. Semua fokus membantu pertahanan yang dibombardir oleh pasukan Gajah Perang.
Bahkan beberapa kali terlihat Boaz, Zulham dan Stefano bergerak mengcover pergerakan lawan di kotak 16 meter.
Pergerakan sayap terlihat ketika Thailand mulai agak mengendur di penghujung babak kedua, tapi karena stamina pemain yang sudah terkuras sejak awal pertandingan membuat (lagi-lagi) koordinasi dan komunikasi antar pemain tidak jalan, berakibat serangan gagal dan berantakan.
Peluang terbaik diperoleh ketika Ferdinan Sinaga mendapat peluang yang langsung dieksekusi sendiri, padahal di dekatnya ada Boaz yang berdiri bebas dan mempunyai posisi yang lebih baik dalam mengeksekusi peluang.
Ketika peluit akhir dibunyikan, Indonesia pulang membawa kekalahan. Kekalahan untuk yang ke sekian kalinya. Dan tak perlu saling menyalahkan, ambil saja hikmah apa yang bisa kita dapatkan.
Timnas Indonesia saat ini banyak diisi oleh nama-nama baru yang muda usia, dengan rata-rata usia 25 tahun, dan hanya ada satu nama pemain naturalisasi yang dipanggil. Artinya apa?Â
Pemain-pemain ini punya masa depan yang panjang di  sepak bola Indonesia, tentunya dengan catatan pengelolaan sepak bola yang lebih baik, kompetisi yang terselenggara secara benar dan kontinyu, pembinaan usia muda, tidak ada politisasi dalam sepak bola, dan banyak hal lainnya.
Tetap optimis dengan sepak bola Indonesia. Karena dengan sepak bola sejenak kita dilenakan dari segala caci maki dan nyinyiran soal perbedaan di antara kita.
(sumber)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H