ANALISIS DAN REFLEKSI WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH
https://www.youtube.com/watch?v=zGzMGb02XFo&t=364s
Seseorang Pemimpin diuji ketika menghadapi masalah, bagaimana mengambil sebuah keputusan yang pada akhirnya memberikan kebaikan untuk semua komunitas, saat ini dan nanti. (Bapak Sriyono, Kepsek SMAN 110 Jakarta)
Keteladanan adalah hal mutlak yang harus dimiliki seorang pemimpin, lakukan dahulu sebelum memberi perintah. Lakukan pendekatan humanis dari hati kehati agar apapun keputusan yang diambil tidak membuat satu sisi merasa diabaikan (Bapak Ubaidillah, Kepsek SMAN 75 Jakarta)
Pada dasarnya Kepemimpinan adalah seni berkomunikasi, belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik kepada semua anggota komunitas adalah kunci keberhasilan sebuah kepemimpinan. (Bapak Iwan Koerniawan, SMP 136 Jakarta)
Hal-hal menarik yang muncul dari beberapa wawancara (3 Kepala Sekolah) yang kami lakukan, secara jujur menyimpulkan sepertinya tidak semua kepala sekolah memahami perbedaan antara dilema etika dan bujukan moral. Selain itu, saya dapati karakter dan latar belakang seorang pimpinan akan menjadi dasar cara berpikir maupun nilai kebajikan yang menjadi prioritas seorang pemimpin.
Hal menarik lainnya adalah, dengan mengunjungi beberapa sekolah, mewawancari pimpinan sekolah sekaligus "sedikit" mewawancari orang-orang yang dipimpin dan merasakan atmosfir sekolah tersebut, saya menyimpulkan bahwa, Iklim, suasana, kondisi sekolah sangat tergantung dari bagaimana seorang kepala sekolah memimpin dan mengelola Sumber Daya di sekolah tersebut. Kepala Sekolah dengan pembawaan tenang, Low Profile dan agamis cenderung dapat memberikan atmosfir yang tenang. Intinya, kesimpulan sementara yang saya dapat saat ini adalah, Atmosfir sekolah sangat bergantung bagaimana Kepala Sekolah mengOrkestRa sekolah tersebut.
Pertanyaan yang masih mengganjal dari hasil wawancara bila dibandingkan dengan hal-hal yang saya pelajari seperti 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian,
- Bagaimana menjadi seorang pemimpin  dapat "mengOrkestra Para Pemain" sehingga menghasilkan musik yang indah dan merdu?
- Bagaimana menggerakan seseorang sehingga mereka merasa nyaman bekerja bersama kita?
- Hal-hal apa yang harus dilakukan dan hal apa yang tidak boleh saya lakukan saat saya menjadi seorang pemimpin?
- Apa ciri-ciri Kepala Sekolah/ Pimpinan yang toxic?
- Bagaimana mempelajari komunikasi yang efektif sehingga maksud dan tujuan yang ada dalam fikiran kita dapat sampai tanpa membuat tim atau person merasa tidak nyaman?
Yang  saya dapatkan dari wawancara ini adalah, Menjadi orang yang hebat, kapabel, dan ahli dalam sebuah profesi adalah sebuah hal. Sementara kemampuan seorang untuk membuat orang lain bekerja secara optimal dengan rasa senang, nyaman dan ikhlas adalah Hal yang sangat berbeda dan bagi saya merupakan hal yang sangat amat jauh lebih sulit (Verrry Next Level). Karena, untuk menjadi ahli dalam suatu bidang, kita cukup mengelola diri kita sendiri, berperang dengan kemalasan, mood, rasa jenuh, dsb. Sedangkan Menjadi seorang pemimpin bukan hanya mengelola diri, tetapi mengelola orang banyak, dengan berbagai karakter, warna dan latar belakang.
Hasil wawancara antara 2-3 pimpinan yang saya wawancarai, terdapat sebuah persamaan yaitu mereka adalah orang-orang yang cerdik dalam artian pandai dalam strategi. Perbedaan diantara mereka tentunya adalah karkater, pembawaan, wawasan dan kecerdasan.Â
Yang menonjol dari Bapak Ubaidillah (Kepala Sekolah SMAN 75) adalah, jelas sekali sikap Low Profile beliau, pembawaan yang Tenang, wajah yang selalu tersenyum, dan cara bicara yang mengalir dengan tenang. Sedangkan dari Bapak Sriyono (Kepala Sekolah SMAN 110) terlihat sekali pembawaan diri yang tegas, pemikir yang cerdas, cara bicara yang cepat dan lugas.
Rencana ke depan para pimpinan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika, diantaranya melakukan komunikasi dan koordinasi yang lebih terjadwal. Mereka mengukur efektivitas pengambilan keputusan mereka dengan semakin "indahnya musik yang mengalun dalam Orkestra yang mereka pimpin", Bapak Ubaidillah bilang : Semakin banyak dan kuat Budaya Positif di sekolah dan hadirnya wellbeing comunity. Sedangkan Bapak Sriyono mengatakan : Semakin Solid Tim dan semakin kuat kekeluargaan dalam komunitas Sekolah.
Bagaimana saya akan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan, pada murid-murid, dan pada kolega guru-guru yang lain?
Diakhir wawancara, saya menanyakan sebuah pertanyaan yang sama yang tidak ada dalam daftar, sebuah pertanyaan yang (menurut saya) akan mencerminkan bagaimana seorang pemimpin mengelola sumber daya yaitu: Sebutkan 3 nilai Universal yang menjadi Prioritas Bapak dalam memimpin sekolah? Bapak Sriyono menjawab : Kebersamaan (kekeluargaan), Kemanusiaan dan persahabatan. Sedangkan Bapak Ubaidillah menjawab : Keteladanan, Religiutas dan Kemanusiaan.
Dari hal tersebut, saya merenungkan secara umum nilai kebajikan apa yang kelak akan menjadi prioritas saya dalam memimpin, maka saya akan mengambil : keteladanan, kebersamaan dan religuitas. Sebelum memberi perintah, pastikan saya melakukannya terlebih dahulu, memberi contoh keteladanan. Selanjutnya sentuh hatinya (bicarakan dari hati ke hati, Mengutip perkataan Bapak Ubaidillah, selanjutnya lihatlah dari kacamata agama.
Kapan saya akan menerapkannya? Saya akan mencoba menerapkannya dari sekarang, (sebagai guru, ibu dan wakil kepala sekolah)
Saya berharap, kedepan ketika saya menjadi seorang pemimpin, saya  dapat menjadi pemimpin yang membuat orang-orang yang saya pimpin merasa tergugah untuk bergerak (mampu menggerakan) dengan perasaan nyaman dan mampu menyuburkan dan menguatkan Budaya Positif dan menghadirkan wellbeing comunity.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H