"Jangan menatapku, apalagi sok perhatian. Aku tak butuh semua itu. Aku bisa mengurusi hidupku sendiri, urusi saja urusanmu!!!"
***
Di dapur yang berantakan, panci masih bersila diatas tungku berkerudung abu. Piring dan sendok sisa makan tadi sore masih menggunung di pojokan kamar cuci.
Pria berbaju lusuh duduk didepan tungku yang masih menyala tak begitu membara. Matanya melihat kesana kemari menatap setiap yang tertatap. Hanya menatap dan sesekali menghisap rokok yang ada disela jemarinya, segelas kopi hitam pun bersanding menemaninya.
Tak seberapa lama datang gadis gadis dengan bulu-bulu halusnya berwarna hitam dan di ujung telinganya yang meruncing berwarna putih bersih, muncul dari balik pintu yang memang tak terkunci. Bahkan seandainya jika ada yang berniat jahat sama rumah dengan sangat mudah mengobrak-abrik isi rumah. Sebab pintunya memang tak terkunci. Apakah pintu juga perlu kunci? sepertinya semua pintu memang perlu kunci. Tapi entah kenapa pintu ini tak berkunci.
"Hei dari mana kamu?" tanya lelaki itu.
Pandangannya pun beralih pada gadis itu. Akan tetapi si gadis hanya diam saja, sambil menatap tajam ke arah lelaki itu.
"Hei...sini masuk? Kenapa masih disitu?" ajak lelaki itu dengan menyodorkan tangan berharap disambutnya tangan yang mulai mengriput itu.
Akan tetapi si Gadis hanya memandanginya,dengan punuh ketakutan.
"Ayo kemari, duduk disini" pinta lelaki itu dengan mata yang mulai sayu.
"Jangan menatapku, apalagi sok perhatian. Aku tak butuh semua itu. Aku bisa mengurusi hidupku sendiri, urusi saja urusanmu!!!" jawab gadis itu dengan nada tinggi,mulai membuka suara, suaranya melengking tebing.
"Ayolah kemari. Apakah Derok masih marah padaku? Atas sikapku kemaren sore? Maafkan aku kalo itu." sahut lelaki paruh baya itu.
"Duarrrr...duarrr..." suara gemuruh pun mulai menggelegar, hujan rintik-rintik dan angin mulai datang. Hujan,angin dan glegar. Ya mereka satu kesinambungan. Diluar mulai tak sepi mereka beraksi dengan tugasnya masing-masing. Di rumah dalam pun sepi, masih ada kegaduahan.