1.Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (UU 16/2019) mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita yang sudah mencapai umur 19 tahun.
2.Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019 tentang dispensasi umur kawin terhadap ketentuan umur 19 tahun tersebut, dengan cara orang tua pihak pria dan/atau wanita meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Yang dimaksud dengan alasan sangat mendesak adalah keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan pernikahan.
Jika di Indonesia terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang pernikahan dini, bagaimana dengan pandangan islam tentang hal tersebut? Hukum islam bersifat sangat luas dan selalu membawa rahmat bagi seluruh manusia di dunia ini. Mengenai pernikahan dini di indonesia, MUI pernah mengeluarka fatwa bahwa dalam fiqih islam tidak ada ketentuan tentang batasan usia untuk menikah.
Dalam surah An-Nur ayat 32 Allah berfirman yang artinya "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan." (QS an-Nur [24]:32). Menurut sebagian ulama, yang dimaksud layak adalah kemampuan biologis atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan.
Nabi Muhammad bersabda "Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu, hendaklah menikah, sebab dengan menikah itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kehormatan. Kalau belum mampu, hendaklah berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu." (HR. Bukhari dan Muslim). Kandungan hadist tersebut adalah perintah menikah bagi para pemuda jika ia telah mampu. Maksud dari mampu yaitu siap menikah dalam berbagai aspek yang wajib dipersiapkan sebelum memutuskan untuk menikah.
Dari ayat dan hadist diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hukum islam pernikahan dini pada dasarnya sah selama syarat-syarat nikah terpenuhi dan kedua belah pihak telah mampu serta layak untuk menikah. Namun, hukumnya akan menjadi haram jika pernikahan tersebut justru menimbulkan madharat.Â
Kemudian yang harus dipertimbangkan lagi sebelum menikah adalah kedewasaan agar tercapainya tujuan pernikahan, yaitu mencapai kehidupan berumah tangga yang bahagia dan kekal serta jaminan bagi kehamilan. Oleh karena itu, MUI telah memutuskan untuk mendukung peraturan tentang perkawinan, yakni Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H