Mohon tunggu...
Cak Durasim
Cak Durasim Mohon Tunggu... profesional -

" bekupon omahe doro, melu nipon, tambah sengsoro "

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konstantinopel & Roma

26 Agustus 2011   03:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:27 2030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika kami duduk bersama dengan Abdullah bin Amru bin Al-Ash, beliau ditanya tentang kota manakah yang akan (futuh) dikuasai, Konstantinopel atau Roma? Abdullah bin Amru bin Al-Ash meminta diambilkan kotak miliknya yang ada lubangnya dan mengeluarkan kitab dari dalamnya dan berkata, “Abdullah berkata bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, tiba-tiba beliau SAW ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, “Kota Heraklius terlebih dahulu (maksudnya Konstantinopel).(HR Ahmad) Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks (Byzantium) di Konstantinopel. Dalam sejarahnya, penyerangan ke Konstantinopel selalu gagal, karena dilindungi oleh tembok alam berupa perbukitan dan laut, serta senjata pertahanan yang sangat kuat. Pembebasan Konstantinopel, ibukota Byzantium, salah satu pusat peradaban di abad pertengahan, memerlukan waktu lebih dari 800 tahun dari statemen Rasulullah tentang penaklukan kota itu, diperoleh dengan perencanaan dan persiapan yang sangat matang dan teliti. Sebuah senjata penghancur terbesar dalam sejarah diciptakan, adalah meriam-meriam raksasa Midfa’ Sulthony (Mohammed’s Great Guns) diarahkan ke benteng Konstantinopel yang tak pernah bisa ditembus sebelumnya. Diiringi suara menggelegar yang terdengar hingga 20 Km, bola-bola besi padat berdiameter 70 cm dan berat hampir satu ton terlontar sejauh 1,6 Km, secara bertahap meruntuhkan dinding pertahanan Kekaisaran Byzantium. Siang malam selama delapan minggu gemuruh meriam dan bunyi runtuhan tembok besar Konstantin, terdengar dengan jelas bagai suara neraka oleh penduduk Konstantinopel yang terkepung, bersama dengan seluruh pasukan sekutunya. Seiring dengan kemenangan angkatan laut Turki Usmani yang berhasil menembus Tanduk Mas, teriakan “Allahu Akbar” membahana diudara, dilantangkan oleh ratusan ribu mujahid yang siap menembus benteng Konstantinopel. Jam satu malam, 20 Jumadil Awal 857H, 29 Mei 1453, malam gelap tanpa bulan, gelombang pertama pasukan Turki Usmani dari Anatolian Army menembus sisa pertahanan Konstantinopel, yang disusul oleh dua gelombang pasukan elit Turki Usmani, Yanissari. Raja Byzantium, Constantine XI Palaeogus terbunuh, Konstantinopel telah ditaklukkan. Hancur sudah mitos bahwa Konstantinopel tak terjamah karena dilindungi oleh kekuatan suci. Bendera “La ilaha illallah” berkibar di puncak tertinggi Konstantinopel. Nama Konstantinopel berganti menjadi Istanbul. Jatuhnya Konstantinopel ke Turki Usmani menandai akhir periode pertengahan dan mulainya era renaisans, yang berdampak timbulnya kolonialisme di negara-negara muslim, termasuk Indonesia. Pembebasan (futuhat) Konstantinopel menorehkan duka di Eropa. Air mata mereka mengalir seiring dengan diturunkannya segala benda dan lukisan sakral dari Gereja Hagia Sophia oleh Kekhalifahan Turki Usmani. Khalifah Muhammad Al Fatih, memasuki Gerbang Konstantinopel yang runtuh, dan bersujud di Hagia Sophia yang kemudian menjadi Mesjid Aya Sophia. Rasulullah SAW bersabda, “Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya.(HR Ahmad dalam musnadnya). Setiap muslim berusaha menjadi yang digambarkan oleh Rasulullah dalam hadits tersebut, dan Muhammad Al Fatih beserta pasukannya telah berhasil mewujudkannya. Muhammad Al Fatih, yang turut mengangkat batu dan pasir membangun benteng dan mengangkat senjata dengan tangannya sendiri. Tapi jangan kuatir, masih banyak jalan ke Roma !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun