Biar kata di pintu depan pasar Bringharjo kita dicegat rentetan pecel bakmi yang bergumpal melimpah dengan aneka lauk yang menggoda lidah, tetap saja tak mengalahkan dominasi soto dalam skala besar percaturan selera makan warga pasar ini dibanding jenis makanan lain .
Mengapa demikian, bolehlah diperkirakan bahwa :
1.soto merupakan makanan siap saji dengan kuah yang panas segar
2.soto bergelimang lauk yang mengitari, dari rempelo ati sampai tahu isi
3.soto tersebar di hampir setiap sudut pasar
4.biasanya berjodoh teh panas biar skalian tuntas mandi keringatnya.
Dimulai dari sisi utara pasar, gang sempit dengan dominasi penjual barang antik, jual/beli emas dan perkakas yang kadang-kadang juga di jalan itu menjadi setting foto pre wedding karena keunikannya, soto pak Mul, soto pojok, soto jepit, soto sumuk, soto senggol demikian biasa disebut, menawarkan kesegaran di ujung gang masuk dengan luasan seukuran angkot maka boleh disebut juga “soto geser”, jadi jangan harap bisa berlama-lama membicarakan daster atau kemeja batik yang tak jadi dibeli karena fokus ya untuk segera melahap soto, harap maklum antrian bisa mengular dan si penjual bisa dengan sangat hormat meminta anda untuk bergeser berbagi dengan pelanggan lain.
[caption id="attachment_217344" align="aligncenter" width="300" caption="suasana soto "][/caption]
Beranjak menyusuri gang tadi ke arah timur sekitar 100 meter hingga kita menemukan selapangan tempat parkir motor di bawah jembatan lantai 2 pasar, kita akan menemukan soto pak Muh di pojokan paling utara dalam los berbagai jenis jualan menu makanan. Di tempat pak Muh sempat ada hal yang unik, yaitu iklan jual beli tanah dan rumah yang ditempel di sekujur dinding warungnya dengan tulis tangan di hvs ataupun kertas buram, tapi kini tak lagi ditemukan jejaknya. Sotonya sendiri berkuah kuning dengan irisan daging sapi bercampur tetelan, di samping itu dia juga menjual gado-gado dan gudeg, dan untungnya bisa laku ketiganya, mungkin filosofinya, sambil mendayung 2,3 pulau terlampaui.
[caption id="attachment_217346" align="aligncenter" width="300" caption="soto pak Muh"]
Nah yang ketiga ini adalah soto pithes atau soto mbok galak, disebut demikian karena sambalnya berupa ulegan Lombok matang langsung dalam mangkok, tinggal mengira-ira seberapa tahan lidah agar tak komat-kamit berlebihan. Warung yang telah berumur 50 tahun ini menyajikan soto yang relatif bening dengan irisan daging sapi, kuah bening panasnya dan ulegan Lombok seakan kunci dari kesegaran dari warung soto ini, anggap saja bonus untuk mencarinya, karena lewat google map pun belum tentu anda ketemu, lebih bijak tanyakan saja pada warga pasar, niscaya mereka menunjukkan jalan yang benar, tentang penjualnya ibu Sutri seorang nenek 80 tahun yang ingin tetap cantik dihadapan anda, mungkin sedikit berlebihan apalagi dengan perhiasannya yang kemilau, tetapi yakinlah hal terbaik darinya adalah sotonya.
[caption id="attachment_217347" align="aligncenter" width="300" caption="Mbah Surati soto pithes"]
Menginjak di lantai 2 pasar Bringharjo, mari sejenak melupakan soto, kita akan menyusur di bagian selatannya untuk menyantap gado-gado bu Hadi, gado-gado dan lotek yang sudah melegenda hingga 2 generasi, dipungkasi dengan es kopyor yang sungguh segar alangkah nikmatnya untuk santap siang, namun sayang kini warung ini hanya ditunggu oleh karyawan dari penerus bu Hadi hingga rasanya tak senonjok dahulu. Nah sekiranya ingin tambahan protein dengan dagin sapi, tak usah jauh-jauh melangkah dari warung gado-gado bu Hadi, di depannya ada warung empal bu Warno, kini selain menyediakan empal goreng dalam cacahan lembut yang bisa dibawa pulang ataupun oleh-oleh juga tersedia nasi empal yang nyamleng, apalagi dicocol dengan sambel petisnya, rasanya pas serasi.
[caption id="attachment_217348" align="aligncenter" width="300" caption="nasi empal bu Warno"]
Sebelum beranjak pulang, bolehlah kaki melangkah ke warung sate kambing bu Sumirat, warung yang dulunya berada di lantai bawah dan menjadi teman para awak bus Baker bersantap siang saat terminal bus masih berada di samping pasar era 80an. Rasanya nyamleng, apalagi tongseng dagingnya yang berkuah kental bertabur irisan cabai, aroma dan rasanya seakan melekat erat dalam ingatan.
[caption id="attachment_217349" align="aligncenter" width="300" caption="tongseng sate bu Sumirat"]
Perihal menu-menu tersebut hanya sebagian kecil dari keluasan pasar Bringharjo, tentunya masih melimpah ragam kuliner yang ada, jadi tak usah khawatir saat berbelanja di sini, karena sumber gizi setia menanti untuk disambangi.
Tulisan dan foto ini dapat dilihat juga di http://jajanjogja.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H