Kabar gembira bagi seluruh jamaah dan petugas haji tahun ini. Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh No. 135 tahun 2019, pemondokan jamaah haji Indonesia di Mekah tahun ini akan dibagi zonasi per embarkasi.
Ada 7 zonasi yang daerahnya masih tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu Syisyah, Raudhah, Misfallah, Jarwal, Mhbas Jin, Rei Bakhsy dan Aziziah. Kalau tahun-tahun sebelumnya 7 daerah ini akan ditempati oleh beragam macam daerah atau propinsi, bercampur pada satu zonasi. Lain halnya dengan tahun penyelenggaraan haji kali ini, 1430 H, jamaah akan bersama-sama berada dalam satu zonasi sesuai dengan asal daerahnya.
Tahun kemarin, sebagai salah satu orang beruntung, saya bertugas menjadi salah satu tenaga kesehatan haji Indonesia (TKHI), saya merasakan betul kesulitan terutama dalam 1 hotel yang dihuni oleh beberapa embarkasi. Kesulitan bahasa terutama. Bagi petugas kloter lain yang menitipkan jamaahnya kepada kita, kita harus menggunakan bahasa isyarat agar pemeriksaan bisa dilakukan. Indonesia ini kaya, bahasa salah satunya.
Belum lagi koordinasi yang tidak berjalan lancar. Perasaan bukan satu daerah, menjadikan sebagian merasa tidak bertanggung jawab atas jamah lain yang bukan embarkasinya.
Dengan adanya sisten zonasi berdasarkan embarkasi, hal-hal semacam ini tidak perlu terjadi. Terlebih, kekompakan dan rasa kekeluargaan sudah dibangun saat pelatihan kompetensi dan integrasi petugas berdasarkan embarkasi.
Saya pernah mesti naik bus Sholawat 2x hanya untuk mendapatkan lungsuran alat glucocheck dari teman kloter lain dari embarkasi yang sama yang akan pulang lebih dulu. Seandainya berada dalam zonasi yang sama, hal ini tidak akan terjadi.
Belum lagi masalah jamaah tersesat. Bila kita menemukan jamaah tersesat dan tahu asal daerah, maka tidak akan kesulitan menemukan pemondokan jamaah tersebut.
Alasan menu yang tidak sesuai lidah jamaah, juga menjadi alasan tersendiri. Tahun ini masalah tersebut juga insyaAllah tidak akan terjadi. Karena dalam sistem zonasi ini, menu catering jamaah akan disesuaikan dengan kearifan lokal dan kekhasan daerah jamaah. Misal zonasi Raudhah, Palembang, akan mendapatkan menu pindang. Menarik bukan. Akan sangat membantu sekali bagi petugas. Banyak jamaah, terutama yang tua, malas makan karena tidak sesuai selera mereka.
Padahal proses ibadah haji adalah proses ibadah fisik yang sangat membutuhkan energi. Bagaimana jamaah bisa beribadah dengan khusyu kalau jamaah lemas karena tidak makan. Belum lagi ancaman penyakit yang bisa datang.
Bagi yang mampu masak sendiri, biasanya akan memilih belanja dan masak untuk makan mereka. Tapi bagi yang tidak bisa, menu yang tidak sesuai selera ini akan menjadi masalah tersendiri. Lagipula masak di hotel itu tidak diizinkan karena adanya resiko kebakaran.