Pada acara Forest Talk with Bloggers di Palembang, 23 Maret 2019 lalu, ada paling tidak 3 booth yang memamerkan produk olahan hasil hutan. Ada Mellin Galery dengan hasil kerajinan olahan kayu sisa yang dibuat menjadi pajangan, gantungan kunci hingga tas yang cantik.
Ada booth dari desa binaan APP Sinar Mas yang menyajikan panganan mulai dari keripik pisang, beras organik hingga abon lele. Desa binaan yang disebut sebagai Desa Makmur Peduli Api ini sebagai komitmen APP Sinar Mas untuk menjaga hutan sekaligus menyejahterahkan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan konsesi APP Sinar Mas.
Yang menarik adalah booth dari Galeri Wong Kito. Saat pertama masuk Kuto Besak Theater Restaurant, mata saya sudah tertuju kepada kain-kain cantik yang dipanjang oleh Galeri Wong Kito.
Siapa sangka, kain-kain cantik itu adalah kain yang pewarnaan dan motifnya dibuat dengan pewarnaan alami dan motif daun, yang banyak di sekitar kita.
Alam yang sudah sangat kita tahu manfaatnya sebagai sumber kehidupan, juga menyimpan kecantikan yang luar biasa bisa dimanfaatkan dan bernilai jual tinggi.
Galeri Wong Kito saja biasanya menjual kain-kain ini dengan harga paling murah 300 ribu hingga jutaan. Dan mereka juga membuka workshop loh dan juga bisa bermitra untuk penjualan produknya.
Pada acara Forest Talk with Bloggers lalu sih kita tidak perlu repot-repot ke basecamp Galeri Wong Kito, karena setelah break ISHOMA, diadakan workshop yang sangat antusias diikuti oleh seluruh peserta.
Teknik Ecoprint yang dikenal ada 2, yaitu steam dan pounding. Untuk steam, kain akan mengalami proses kukus. Sedangkan pada workshop kali ini kita memakai teknik pounding menggunakan palu kayu yang lumayan sekali untuk melatih otot biceps dan triceps kita.
Yang perlu disiapkan untuk membuat kain Ecoprint adalah air tawas, daun/bunga dan kain yang ingin dicetak serta pewarnaan alami yang kita inginkan.
Tawas yang selama ini dikenal sebagai penjernih air, pada Ecoprint berfungsi sebagai mordanting atau membuka serat kain agar mudah menyerap warna alam dari daun atau bunga. Atau juga bisa berfungsi sebagai pemfiksasi warna pada kain yang sudah dicetak.
Daun atau bunga yang dipilih juga tergantung selera kita. Bisa kita memanfaatkan daun atau bunga yang ada di sekitar kita.
Setelah daun direndam dalam air tawas, dilap dengan kain kering, daun bisa diaplikasikan pada kain untuk kemudian dilakukan pounding. Teknik pounding ini ibarat mencetak motif daun pada kain. Palu dipukul-pukulkan pada daun yang telah diletakkan di atas kain dan kemudian ditutup dengan plastik.
Teknik memukul dimulai dari pinggir daun kemudian mengikuti alur batang daun. Setelah didapatkan motif yang diinginkan, kain direndam dalam air tawas untuk kemudian dilakukan pengeringan.
Selain air tawas, pewarnaan alami bisa kita dapatkan pada kayu Tegger untuk mendapatkan warna kuning, kayu tinggi untuk mendapatkan warna coklat bata.
Penggunaan jambal untuk mendapatkan warna coklat kemerah, secang untuk warna merah, jolawe untuk warna hijau, akar mengkudu untuk warna kecoklatan, bahkan kulit manggis juga bisa digunakan untuk mendapatkan warna ungu dan daun jati untuk warna merah maroon.
Bahkan paku berkarat bisa juga dipakai loh, jadi yang diambil adalah karatnya yang fungsinya sama seperti jelawe.
Alam kita kaya banget kan, hutan salah satunya. Bila kita tidak menjaga alam, maka potensi di dalamnya akan habis sia-sia. Lebih-lebih selama ini kita hanya tahunya kayu sebagai produkai hutan yang bisa dimanfaatkan. Pemanfaatan kayu selama ini telah mendorong pembukaan lahan yang berakibat rusaknya lingkungan.
Padahal kayu sisa atau pohon kayu yang tua, yang sudah roboh pun bisa dimanfaatkan tanpa harus menebang pohon. Belum lagi pembukaan lahan dengan pembakaran, selain merusak ekosistem yang ada didalamnya, pembakaran hutan akan membuat rusak lingkungan udara.
Ecoprint adalah salah satu solusi ekonomi kreatif yang ditawarkan agar kita tidak merusak hutan, kita harus melestarikannya. Melestarikan hutan adalah sebuah keharusan, karena melestarikan hutan sama dengan melestarikan kehidupan.
Dari acara ini saya banyak belajar bahwa pemanfaatan hutan sebagai sumber kehidupan adalah sebuah keniscayaan, menjaganya pun adalah sebuah keharusan. Bagaimana membuatnya seimbang, ya kita harus tetap melestarikannya.
Apa yang sudah kita ambil dari hutan harus kita kembalikan sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan yang telah menciptakan alam yang sangat sangat banyak memberikan sumber kehidupan.
Bukan hanya kepada manusia saja Tuhan memberikan hutan yang kaya ini. Ada makhluk lain yang tinggal didalamnya, lanskap hutan. Maka mari berbagi.
Juga bukan hanya untuk saat ini saja kehidupan berlangsung. Ada masa depan anak cucu yang harus kita jamin kehidupannya. Dan kelestarian hutanlah jawabannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H