Mohon tunggu...
Liese Alfha
Liese Alfha Mohon Tunggu... Dokter - ❤

Bermanfaat bagi sesama Menjadi yang terbaik untuk keluarga

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Melestarikan Hutan Melestarikan Kehidupan

28 Maret 2019   10:24 Diperbarui: 28 Maret 2019   11:13 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu lalu, 23 maret 2019, saya mendapatkan kesempatan berharga dapat hadir di tengah-tengah para blogger dalam acara Forest Talk with Bloggers "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari". Kesempatan yang tidak datang dua kali, tentunya.

Hadir di tengah-tengah kami, di Kuto Besak Theatre Restaurant, para pembicara hebat yang sudah terkenal dalam bidang pelestarian kehutanan.

Sebut saja, Dr. Amanda Katili Niode, Manager Climate Reality Indonesia, Dr. Atiek Widayati, Tropenbos Indonesia, Ir. Murni Titi Resdiana,MBA, dari Kantor Utusan Khusus Presiden bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Bapak Janudianto perwakilan dari APP Sinar Mas dan dimoderatori oleh mas Amril Taufik Gobel

dokpri
dokpri

Ibu Dr. Amanda membuka acara sekaligus menjadi pembicara pertama hari itu. Dalam kata sambutannya, ibu Dr. Amanda menceritakan tentang Yayasan Dr. Sjahrir yang selama ini sangat peduli dengan Pendidikan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup. 

Sedangkan The Climate Reality Project sendiri menitikberatkan pada isu-isu perubahan iklim dan solusinya. Dari latar belakang kedua organisasi inilah sebenarnya acara ini terselenggara. Kita harus melihat hutan dari berbagai sisi; manfaat dan masalahnya.

Dalam materinya, ibu Dr. Amanda hari itu benar-benar membuka wawasan saya tentang apa yang sedang terjadi pada bumi kita saat ini.

Kekhawatiran saya rasakan setelah tahu berapa jumlah plastik yang digunakan oleh seluruh dunia setiap tahun.

dokpri
dokpri

Yup. 1 triliun. Beban berat bagi bumi dan makhluk hidup yang mendiaminya. Pernah baca kan kalo microplastik bahkan sudah terdeteksi di lautan dan menjadi "santapan" makhluk hidup laut. 

Penyu yang terjebak karena sampah plastik atau ikan hiu yang perutnya penuh sampah plastik, masih menjadi berita memilukan yang menjadi bukti nyata kerusakan alam karena sampah plastik.

Pertanyaannya sekarang, apa yang sudah kita lakukan? Ya, minimal mengurangi pemakaian plastik sekali pakai. Belanja menggunakan tas yang kita bawa dari rumah. Dan masih banyak lagi gerakan less waste yang bisa kita lakukan.

Selain itu yang juga tidak kalah mengkhawatirkan dan menjadi concern Yayasan Dr. Sjahrir dan The Climate Reality Project adalah ancaman perubahan iklim. 

Suhu ekstrem yang terjadi di beberapa belahan dunia, seperti di Australia dan Amerika baru-baru ini contohnya. Di Australia suhu mencapai +50 derajat celcius. Kebalikan dari kondisi Amerika yang mencapai suhu -50 derajat celcius.

Apa penyebabnya?

Tidak lain adalah manusia, sebagai makhluk yang dianugerahi akal pikiran, manusia ternyata adalah faktor penentu terjadinya perubahan iklim.

Hampir semua kegiatan manusia di muka bumi ini bisa menyebabkan efek rumah kaca. Dan penyumbang efek rumah kaca terbesar adalah dari penggunaan lahan atau kehutanan.

Penggunaan lahan atau kehutanan ini lebih jelas dijabarkan oleh ibu Dr. Atiek Widayati, Tropenbos Indonesia, sebagai pembicara kedua.

Ibu Dr. Atiek menjelaskan bahwa pembukaan lahan baik dalam kategori deforestasi ataupun degradasi hutan jelas sekali menurunkan biomasa yang berfungsi menyerap CO2 sebagai gas penyebeb efek rumah kaca. Penurunan bahkan hilangnya hutan sebagai biomasa tentu akan menurunkan bahkan menghilangnya penyerap CO2.

Gas CO2 ini banyak beredar di bumi ini sebagai hasil dari aktifitas manusia, penggunaan energi, proses industri, pertambangan, pertanian, limbah dan penerbangan atau perkapalan.

Dokpri
Dokpri

Nah, hutan, berdasarkan  definisi dari KLHK, 2018, adalah suatu wilayah dengan luasan lebih dari 6.25 ha dengan pohon dewasa lebih tinggi dari 5 meter dan tutupan kanopi lebih dari 30%, inilah yang selama ini menyerap gas CO2. 

Kalau hutan habis, menumpuklah itu CO2 di seluruh lapisan atmosfer. Memang, tidak hanya hutan yang mampu menyerap CO2, semak pun bisa. Tapi perbandingan CO2 yang bisa diserap oleh hutan dan semak adalah 1:13.33. Kebayangkan kalo semua hutan kita habis. 

Dokpri
Dokpri
Di atas adalah grafik deforestasi hutan yabg terjadi di Indonesia. Secara tren memang mengalami penurunan. Selain karena adanya moratorium pemanfaatan lahan, sudah semakin menipisnya lahan yang bisa dibuka juga menjadi salah satu penyebab pastinya. Pantas saja pada akhirnya terjadi bencana di mana-mana.

Dokpri
Dokpri
Lalu, apakah yang bisa kita lakukan?

20190327-185841-5c9b87ab3ba7f77d95294e32.jpg
20190327-185841-5c9b87ab3ba7f77d95294e32.jpg
Dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi dapat dimulai dari sendiri yaitu dengan mengurangi emisi dari kegiatan kita. Ibu Dr. Amanda mengatakan, mengurangi konsumsi daging dan beralih memanfaatkan panganan sayur dan buah menjadi salah satu solusinya.

Sumba pada tahun 2025 akan menggunakan 100% energi terbarukan dari Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Hal ini merupakan salah satu program yang dicanangkan sebagai penggunaan alternatif energi.

Penggunaan mobil berbahan bakar listrik juga menjadi solusi futuristik yang menjanjikan.

Kearifan lokal seperti saat perayaan Hari Raya Nyepi di Bali. Terbukti mampu menurunkan kadar emisi 50% dari yang biasa dihasilkan per harinya di kota tersebut. 

Pemanfaatan dan penggabungan tekhnologi dan kearifan lokal adalah hal menarik yang bisa dikembangkan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan oleh manusia.

Lebih lanjut kita juga harus mengembalikan fungsi hutan dalam lanskap berkelanjutan seperti yang disampaikan ibu Dr. Atiek. Hutan tidak hanya sebagai "kumpulan pohon tinggi" tapi harus juga dipandang sebagai sebuah lanskap, ada kehidupan yang menyertainya. 

Adanya kehidupan manusia di sekitar hutan inilah, yang mau tidak mau harus dipikirkan sebagai solusi yang berkelanjutan.

Dokpri
Dokpri

Pengembalian hutan sendiri akan memakan waktu cukup lama, kita tidak mungkin menunggu masa pohon-pohon yang kita tanam sekarang menjadi hutan lebat yang asri seperti dulu kala sementara ancaman bahaya perubahan iklim dan bencana lain seperti banjir terus terjadi. 

Makanya solusi konversi hutan gundul menjadi lahan pertanian/perkebunan adalah hal yang cukup bijak untuk dilakukan. Disamping bahwa dengan pengalihfungsian seperti ini juga memberi kesejahteraan bagi warga masyarakat yang tinggal di sekitar.

Dokpri
Dokpri

Diharapkan dengan memanfaatkan lahan yang sudah terbuka menjadi perkebunan, lama kelamaan akan tercipta pohon-pohon baru yang vegetasi nya akan semakin tumbuh subur dan kembali menjadi hutan alam. Lama memang, tapi kalau tidak dimulai sekarang, ya kapan lagi.

Selain itu juga, pelestarian hutan yang masih ada harus tetap dijalankan. Pembalakan liar akhir-akhir ini memang sudah jauh berkurang dan pembukaan lahan atau hutan alam oleh perusahaan sudah tidak ada lagi sejak moratoriun dijalankan.

Dokpri
Dokpri

 Selama ini hutan seringkali hanya dimanfaatkan untuk mengambil kayu-nya. Padahal hasil hutan non kayu masih sangat-sangat banyak dan beragam. Hasil hutan non kayu ini lah yang saat ini sedang digalakkan untuk diproduksi secara profesional oleh lembaga-lembaga yang peduli hutan, seperti produk dari Javara Indonesia.

Dokpri
Dokpri

Dalam acara Forest Talk with Bloggers di Palembang, 23 Maret lalu juga ditampilakan produk yang memanfaatkan hasil hutan non kayu. Galeri Wong Kito berhasil memukau saya dan para peserta lainnya dengan EcoPrint yang dihasilkan oleh produsen lokal rumahan ini. Nanti akan saya bahas tersendiri mengenai EcoPrint ini.

Dokpri
Dokpri

Selain memanfaatkan hasil hutan non kayu. Cara lain untuk mengembalikan fungsi hutan adalah dengan memanfaatkan jasa ekosistem. Hutan dan lanskap nya adalah sebuah ekosistem yang di dalamnya banyak sekali sumber kehidupan.

Salah satu sumber kehidupan adalah air. Pemanfaatan air untuk kehidupan akan menjamin keberlangsungan ekosistem itu sendiri karena secara tidak langsung kita akan terus menjaga nya untuk kesejahteraan manusia itu sendiri. Menjaga untuk mendapatkan manfaatnya.

20190327-190040-5c9c292497159464a326b437.jpg
20190327-190040-5c9c292497159464a326b437.jpg
Memandang hutan sebagai sebuah lanskap, pada dasarnya adalah melestarikan hutan dengan tetap memperhatikan hak hidup makhluk di sekitarnya. Warga yang tinggal di sekitar hutan harus diberdayakan dan didukung ekonominya. Penggalakan ekonomi kreatif bagi mereka adalah solusinya agar disamping mereka dapat tetap menjaga hutan sebagai sumber kehidupan juga mendapatkan manfaat dalam segi peningkatan kehidupan ekonominya.

Dokpri
Dokpri

Bagi yang masih menggunakan kayu sebagai mata pencahariannya, maka solusinya adalah mendukung produksi produk kayu berkelanjutan. Memanfaatkan sisa-sisa kayu yang tidak terpakai atau limbah kayu adalah salah satu jalan bagi peningkatan ekonomi masyarakat.

Dokpri
Dokpri

Seperti yang dilakukan oleh Mellin Galery yang ikut berpartisipasi mengisi booth di pameran mini acara Forest Talk with Bloggers di Palembang.

Dokpri
Dokpri
Mellin Gallery memanfaatkan kayu sisa panglong/depot kayu yang selama ini hanya mereka buang dan bakar menjadi bahan kerajinan tangan yang menarik dan bernilai jual tinggi.

Dokpri
Dokpri

Kreatifitas-kreatifitas seperti inilah yang diharapkan agar kita tidak bergantung pada kayu sehingga merusak hutan sebagai sumber kehidupan banyak makhluk di muka bumi ini.

Selain usaha-usaha di atas sebagai cara untuk mengembalikan fungsi hutan bagi sumber kehidupan manusia. Kita juga harus memikirkan hutan sebagai sumber dan tempat hidup makhluk lain, seperti Orang Utan.

Pemerintah bersama organisasi kemasyarakatan dan swasta telah melakukan sebuah tindakan yang dinamakan pembangunan Koridor Ekologi di Ketapang, Kalimantan Barat.

Dokpri
Dokpri

Jalur Orang Utan  yang terputus oleh adanya pembukaan lahan terutama oleh perkebunan sawit membuat populasi dan kehidupan Orang Utan di Ketapang terganggu. Maka dengan dibuatnya koridor sebagai upaya restorasi lahan diharapkan kehidupan Orang Utan akan kembali normal.

Pohon dan Ekonomi Kreatif

Ibu Ir.Murni Titi Resdiana,MBA, dari Kantor Utusan Khusus Presiden bidang Pengendalian Perubahan Iklim, sebagai pembicara ketiga memberikan sisi lain hutan sebagai sumber ekonomi kreatif demi tercapainya pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Dokpri
Dokpri

Pohon bila kita tanam akan memberikan nilai ekonomi karena dari pohon kita bisa mendapatkan sumber serat, pewarna alam, bahan kuliner, sumber furniture, sumber barang dekorasi dan penghasil minyak atsiri.

Beberapa produk hasil hutan yang menjadi produk unggulan saat ini, seperti rotan dan lontar untuk produk kerajinan tangan dan fashion. 

Dokpri
Dokpri

Produk ini menyasar konsumen pembeli kelas menengah ke atas. Untuk itulah, produk yang dihasilkan harus dibuat semenarik dan se-elegan mungkin. Caranya:

1. Peningkatan keterampilan

Keterampilan yang sudah ada akan dilatih oleh profesional sekaligus juga sebagai upaya memajukan budaya seni Indonesia.

Dokpri
Dokpri

2. Mencari investor

Produk-produk olahan hutan non kayu, apabila dikemas dalam kemasan yang cantik tentulah akan menarik perhatian dan meningkatkan nilai jual produk itu sendiri. Contohnya Du'anyam dan Javara Indonesia.

Dokpri
Dokpri

3. Akses market

Pemasaran yang tepat adalah ujung tombaknya. Eco Fashion Week sendiri adalah sebuah wadah bagi usaha konveksi perempuan Indonesia yang pewarnaannya menggunakan pewarnaan alami.

Dokpri
Dokpri

 

Berikut adalah pewarnaan alami yang bisa dipakai untuk pewarnaan kain, selain jati untuk memberi warna merah. Ada kulit secang untuk merah coklat dan indigofera untuk warna biru.

Dokpri
Dokpri

Saya juga dibuat terkesan bahwa dari sebuah pohon kelapa, ujung ke ujungnya bisa dimanfaatkan. Seperti sabut-nya. Bisa bayangkan seberapa kuat dan padatnya materia sabut sehingga bisa digunakan untuk membuat helm. 

Dokpri
Dokpri

Potensi serat kain dari alam pun, Indonesia ini berlimpah. Serat daun nanas contohnya.

Dokpri
Dokpri

Selain itu juga, solusi cadangan energi tidak terbarukan yang semakin lama semakin menipis namun kebutuhan semakin meningkat adalah energi terbarukan yang berasalkan dari Kaliandra Merah. 

Dokpri
Dokpri

Dan tahukah, bahwa 12 ml minyak atsiri itu dihargai Rp 3 juta. Digunakan sebagai campuran minyak wangi, atsiri dapat diekstrak dari merica. 

Dokpri
Dokpri

Manfaat melestarikan hutan juga bisa kita lihat pada web lestari hutan disini.

Untuk tujuan pembangunan ekonomi berkelanjutan ini jugalah, APP Sinar Mas yang diwakilkan oleh Bapak Janudianto sebagai pembicara keempat, membuat Desa Makmur Peduli Api.

Desa yang sudah ada sekitar 500 desa tersebar di beberapa propinsi ini dipilih berdasarkan kriteria:

1. Desa berada dalam hutan konsesi atau berjarak 3 km dari hutan konsesi APP Sinar Mas.

2. Desa yang menggantungkan hidup pada hutan.

3. Desa yang 3 tahun berturut-turut terjadi kebakaran.

Desa Makmur Peduli Api ini adalah bagian dari Social Commitment APP untuk berkontribusi dalam pencegahan ancaman global perubahan iklim.

Masyarakat yang berada dalam Desa Makmur Peduli Api akan diberdayakan secara ekomomi tergantung produk lokal yang biasanya dihasilkan.

Dokpri
Dokpri

Dengan membedayakan masyarakat di sekitar hutan, diharapkan kebakaran hutan dan pembukaan lahan illegal akan dapat dihilangkan. Karena mereka sendirilah yang akan menjaga hutan bila kehidupan mereka telah disejahterakan

Menarik sekali, bukan?!

Allah, Tuhan semesta alam telah menganugerahkan hutan dan kehidupan yang disokongnya demi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi ini. Maka amat dzalim bila kita tidak melestarikannya. Berharap hidup akan sejahtera dengan tidak memperhatikan hutan sebagai sumber kehidupan adalah hal yang mustahil. Karena bila hutan tidak ikut kita lestarikan maka bencana-bencana akan berdatangan. Kehidupan akan porak poranda.

Lain halnya bila kita melestarikan hutan, memanfaatkan hutan sebagaimana fungsinya dengan arif dan bijaksana, tentu akan meningkatkan ekonomi kehidupan manusia. Hutan itu maha baik loh. Bukan hanya kayu yang bisa diambil. 

Ada madu yang bisa diberikan bila lebah liar dibiarkan tinggal pada huniannya. Ada jamur yang melekat pada pokok-pokok akar yang melintang di tanah bisa dijadikan panganan lezat. Itu semua bisa hutan kasih kepada kita, manusia, asal kita mau melestarikannya. Karena melestarikan hutan itu sama halnya dengan melestarikan kehidupan.

Terimakasih Yayasan Dr. Sjahrir dan The Climate Reality Project atas kesempatan berharga ini.

Dokpri
Dokpri

kompal-5b5fe4c45e13734d04791cd2-5c9c3e5fcc528350b11fbcd2.jpg
kompal-5b5fe4c45e13734d04791cd2-5c9c3e5fcc528350b11fbcd2.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun