Pengembalian hutan sendiri akan memakan waktu cukup lama, kita tidak mungkin menunggu masa pohon-pohon yang kita tanam sekarang menjadi hutan lebat yang asri seperti dulu kala sementara ancaman bahaya perubahan iklim dan bencana lain seperti banjir terus terjadi.
Makanya solusi konversi hutan gundul menjadi lahan pertanian/perkebunan adalah hal yang cukup bijak untuk dilakukan. Disamping bahwa dengan pengalihfungsian seperti ini juga memberi kesejahteraan bagi warga masyarakat yang tinggal di sekitar.
Diharapkan dengan memanfaatkan lahan yang sudah terbuka menjadi perkebunan, lama kelamaan akan tercipta pohon-pohon baru yang vegetasi nya akan semakin tumbuh subur dan kembali menjadi hutan alam. Lama memang, tapi kalau tidak dimulai sekarang, ya kapan lagi.
Selain itu juga, pelestarian hutan yang masih ada harus tetap dijalankan. Pembalakan liar akhir-akhir ini memang sudah jauh berkurang dan pembukaan lahan atau hutan alam oleh perusahaan sudah tidak ada lagi sejak moratoriun dijalankan.
Selama ini hutan seringkali hanya dimanfaatkan untuk mengambil kayu-nya. Padahal hasil hutan non kayu masih sangat-sangat banyak dan beragam. Hasil hutan non kayu ini lah yang saat ini sedang digalakkan untuk diproduksi secara profesional oleh lembaga-lembaga yang peduli hutan, seperti produk dari Javara Indonesia.
Dalam acara Forest Talk with Bloggers di Palembang, 23 Maret lalu juga ditampilakan produk yang memanfaatkan hasil hutan non kayu. Galeri Wong Kito berhasil memukau saya dan para peserta lainnya dengan EcoPrint yang dihasilkan oleh produsen lokal rumahan ini. Nanti akan saya bahas tersendiri mengenai EcoPrint ini.