Mohon tunggu...
Liese Alfha
Liese Alfha Mohon Tunggu... Dokter - ❤

Bermanfaat bagi sesama Menjadi yang terbaik untuk keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kucing-kucingan Kementerian

28 Agustus 2017   15:52 Diperbarui: 29 Agustus 2017   01:38 1953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Proses embarkasi haji telah usai di kotaku. Delapan ribuan lebih jamaah telah diberangkatkan, terbagi dalam 19 kloter. Banyak cerita tidak mengenakkan yang masih membekas hingga hari ini. Apalagi kalau bukan masalah istitaah calon jamaah haji. Permenkes no. 15 tahun 2016, dibeberapa embarkasi "berhasil" dijalankan, namun tidak sedikit embarkasi yang "gagal" menjalankan.

Embarkasi di kotaku, adalah satu contoh yang "gagal" tadi. Bahkan petugas yang "ngotot" menegakkan peraturan dikatain dzalim, belum lagi diancam hingga ditodong senjata.

Calon jamaah haji yang didiagnosa Gagal ginjal kronik dan memerlukan hemodialisa rutin. Calon jamaan tersebut harusnya tidak istitaah berdasarkan permenkes no. 15 tahun 2016, namun apabila dari tingkat kabupaten/kota tetap diloloskan, maka ketika dilakukan pemeriksaan akhir di embarkasi haji, harusnya tetap tidak istitaah meskipun kondisi yang bersangkutan sangat laik untuk diberangkatkan. Yang bersangkutan harus menjalani proses cuci darah rutin, tau betapa repotnya ketika fase armina? Bisa dipastikan cjh ini tidak bisa cuci darah selama 6-7 hari. Calon jamaah dan keluarga bisa saja berdalih, tidak apa-apa tidak cuci darah, wafat pun siap, asal bisa sampai ke tanah suci. Lebih-lebih kalau punya koneksi hingga ke tingkat gubernur. Kementerian Agama mengacuhkan rekomendasi Kesehatan karena ditekan kepala daerah. Malah ikut-ikutan berpikir bahwa kementerian kesehatan hanya menghambat niat suci cjh untuk berhaji. Tetap diberangkatkan dengan "maling-maling kucing".

Ada kasus penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dengan hipoksi sedang-berat, saturasi oksigen tidak lebih dari 88%, bahkan di bawah 85%. Berdasarkan permenkes pun, cjh ini tergolong tidak istitaah, laik terbang pun tidak. Bagaimana mau laik terbang, sedang IATA pun rekomendasinya 95%. Dibuatlah SOP baru untuk melegalkan keberangkatan. Tiba di KSA, langsung dirujuk, dan hingga hari ini hanya bisa terbaring di ICU, belum bisa melakukan satu pun rangkaian ibadah di tanah suci.

Bukan satu-dua kasus seperti ini. Katanya yang penting di pesawat aman, urusan dirujuk setelah mendarat bukan urusan kita lagi. Iyakah? Katanya yang sakit bisa jadi sehat, yang sehat bisa jadi sakit. itu tanah suci semua bisa terjadi. Iya, semua bisa terjadi kapanpun dan dimanapun. Tapi ada yang namanya ikhtiar yang bisa diupayakan terlebih dahulu sebelum "mengantarkan nyawa", itulah mengapa manusia dilengkapi akal dan pikiran. Alasan biar saja meninggal di tanah suci, bahkan itu impian hampir setiap orang, katanya.

Aku jadi ingat ayah yang saat-saat sakitnya, meminta untuk pergi umrah saja biar bisa meninggal di tanah suci. Kami, anak-anaknya tidak satupun yang menyetujui niatan ini. Ngapain memilih berangkat ke tanah suci untuk mati. Ke tanah suci itu untuk ibadah. Kalaupun selama proses ibadah itu Allah memannggil kita, ya itu namanya takdir.

Sama dengan haji. Niatnya ibadah. Kalaupun tahun ini belum bisa berangkat karena alasan kesehatan, cukuplah Allah mencatat niat untuk beribadah haji. Ukuran pahala, wallahualam. Dibanding memaksakan diri berangkat, sampe sana malah terbaring tidak bisa apa-apa, diba'dal kan haji nya.

Atau kasus GGK dengan HD, malah memperburuk kondisi ketika tidak bisa cuci darah. Menyiksa diri sendiri? dosa? Wallahualam.

Istitaah yang ditetapkan oleh menkes dalam wujud peraturan tidaklah dibuat oleh satu dua orang saja, tapi oleh banyak ahli yang bukan hanya ahli dalam kesehatan tapi juga agama. Bukannya terbit peraturan ini untuk mengahalangi tiap warga untuk beribadah. Tapi untuk melindungi, jamaah yang sakit juga seluruh jamaah lain yang juga butuh pendampingan kesehatan selama di tanah suci. Jadi, kayaknya kalo petugas kesehatan embarkasi disuruh mengkhatamkan pedoman haji, salah sasaran.

Embarkasi sudah usai, kita tunggu saja fase kepulangan di debarkasi, masihkah wakil kepala daerah dengan songong bilang , "tuh kan gapapa".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun