Mohon tunggu...
Nurlina (Tinta Ungu)
Nurlina (Tinta Ungu) Mohon Tunggu... Guru

Selain aktif sebagai tenaga pengajar juga aktif menulis pada beberpa platform menulis digital. Telah menerbitkan 3 buah buku antologi cerpen dan 1 buah buku kumpulan cerpen solo.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menata Kepingan Hati

27 Agustus 2023   22:43 Diperbarui: 27 Agustus 2023   22:47 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gurusiana.id, diolah Penulis

Petir masih saja terdengar, sesekali kilat menyambar.  Di luar hujan masih enggan untuk berhenti, sesekali angin bertiup dengan kencangnya.  Tirai bergerak kesana kemari mengikuti arah angin.  Sudah tiga hari mentari tak pernah tersenyum cerah, seolah paham kegundahan hatiku.   

Aku menatap dalam-dalam wajahku di cermin. Sudah dua jam aku masih enggan untuk beranjak.  Aku belum sepenuhnya paham alasan Rendra memilih wanita lain menjadi pendamping hidupnya, setelah enam tahun lamanya menjalin hubungan denganku.   Rendra tidak akan pernah mungkin meninggalkanku hanya karena alasan menemukan wanita yang lebih baik dariku.  Aku adalah sosok yang begitu dikagumi oleh Rendra. 

"Kamu sudah tahu, kalau Rendra akan melangsungkan pernikahan bulan depan?" Pertanyaan Mama kala itu bak belati menghujam jantungku.

"Mama dengar dari mana?"

"Semalam Rendra datang dan bersujud di kaki Mama.  Dia datang untuk memohon maaf.  Mama sengaja untuk tidak membangunkanmu atas permintaan Rendra."

Enam tahun menjalani hubungan, nyaris tanpa percecokan.    Permintaanku begitu sederhana padanya, menjadikaku teristimewa untuk selamanya dalam hidupnya. Namun,  Rendra menghempaskanku pada kenyataan terpahit.  Aku menelan ludah, terasa sangat getir, air mata telah terkuras habis.

Beban begitu berat kurasakan dengan kepergian Rendra.  Rendra bukan saja pernah berjanji padaku untuk menjadikan aku sebagai wanita istimewa dalam hidupnya, tetapi juga janjinya pada Mama untuk menjagaku sepanjang hidupnya. Tuhan begitu tidak adil dalam hidupku. 

Dua tahun berlalu, kesibukan sebagai seorang tenaga pengajar muda mampu mengikis habis rasa sakitku pada Rendra.  Tuhan begitu baik menegur aku lewat rasa sakit. Seindah apapun rencana mausia, pada akhirnya rencana Tuhanlah  yang terbaik.  Waktu telah menyadarkan aku yang telah memilih jalan yang salah. 

Menyimpan harapan yang begitu dalam pada sosok pria yang belum pantas untuk kumiliki.  Menjalin hubungan tak halal menyadarkanku, mencintai hal yang belum saatnya untuk dicintai sama halnya menorehkan luka hati secara  berlahan.  Rendra menghempaskanku pada kenyataan pahit, menyadarkan aku yang sudah terlalu lama jauh dari aturan Tuhan. 

Sejenak aku bersimpuh dan memohon ampun atas segala penolakanku terhadap takdir-Nya.   Manusia hanya berhak untuk berencana tetapi, Tuhanlah menentu segala jalan cerita  dalam hidup.

Telepon genggamku berdering, sebuah nomor baru tertera di layar handphone.

"Assalamu'alaikum... Dengan siapa yah?" tanyaku

Hening, tak ada suara di seberang sana. 

"Manusia aneh." gumamku.

Handphone berbunyi lagi, sejenak aku melirik.  Sebuah pesan via WhatsApp

[Maafkan aku. Rendra]

Deees ... Seketika aliran darahku begitu cepat, detak jantungku berdetak tak karuan.  Setelah dua tahun, dengan susah payah aku menata kepingan hati yang telah retak karenanya.  Kini Rendra kembali hadir setelah memilih untuk pergi dan menorehkan luka yang begitu dalam padaku. 

[Teruntuk kamu yang telah mampir, lalu  memilih untuk pergi.  Terima kasih karena kamu pernah hadir menorehkan cerita indah, lalu pergi membawa luka.  Izinkan aku untuk menata hati lebih baik lagi tanpa bayang-bayang dirimu.  Bahagialah dengan caramu tetapi, jangan pernah menggadaikan kebahagiaan orang lain demi nafsumu.  Jangan pernah menorehkan lagi luka di hati yang telah sembuh.  Tuhan menegurku lewat goresan luka yang kau torehkan. Namun, Tuhan begitu sempurna dengan mendekapku dalam kasihnya lewat iman yang dihembuskan pada denyut nadi dan aliran darahku.  Hanya ada nama Tuhan dalam tiap denyut nadiku, tak ada lagi namamu dalam doaku.  Aku pernah jadi teristimewa lalu terbuang, karena itu izinkan aku bahagia dengan caraku, agar aku tak terluka lagi untuk kedua kalinya karenamu.  Jangan pernah kembali.  Dea] Send.

Menata hati tidak semudah ketika menorehkan luka. Sejenak aku menarik napas panjang.  Aku menatap kepingan kartu handphoneku yang nasibnya telah berakhir dengan sebuah gunting tajam.  Malam ini, aku harus merelakan kepingan-kepingan kartu handphoneku nangring di tempat pembuangan sampah. 

Sumber Gambar

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun