Mohon tunggu...
Nurlina (Tinta Ungu)
Nurlina (Tinta Ungu) Mohon Tunggu... Guru - Guru

Selain aktif sebagai tenaga pengajar juga aktif menulis pada beberpa platform menulis digital. Telah menerbitkan 3 buah buku antologi cerpen dan 1 buah buku kumpulan cerpen solo.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menata Kepingan Hati

27 Agustus 2023   22:43 Diperbarui: 27 Agustus 2023   22:47 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gurusiana.id, diolah Penulis

Telepon genggamku berdering, sebuah nomor baru tertera di layar handphone.

"Assalamu'alaikum... Dengan siapa yah?" tanyaku

Hening, tak ada suara di seberang sana. 

"Manusia aneh." gumamku.

Handphone berbunyi lagi, sejenak aku melirik.  Sebuah pesan via WhatsApp

[Maafkan aku. Rendra]

Deees ... Seketika aliran darahku begitu cepat, detak jantungku berdetak tak karuan.  Setelah dua tahun, dengan susah payah aku menata kepingan hati yang telah retak karenanya.  Kini Rendra kembali hadir setelah memilih untuk pergi dan menorehkan luka yang begitu dalam padaku. 

[Teruntuk kamu yang telah mampir, lalu  memilih untuk pergi.  Terima kasih karena kamu pernah hadir menorehkan cerita indah, lalu pergi membawa luka.  Izinkan aku untuk menata hati lebih baik lagi tanpa bayang-bayang dirimu.  Bahagialah dengan caramu tetapi, jangan pernah menggadaikan kebahagiaan orang lain demi nafsumu.  Jangan pernah menorehkan lagi luka di hati yang telah sembuh.  Tuhan menegurku lewat goresan luka yang kau torehkan. Namun, Tuhan begitu sempurna dengan mendekapku dalam kasihnya lewat iman yang dihembuskan pada denyut nadi dan aliran darahku.  Hanya ada nama Tuhan dalam tiap denyut nadiku, tak ada lagi namamu dalam doaku.  Aku pernah jadi teristimewa lalu terbuang, karena itu izinkan aku bahagia dengan caraku, agar aku tak terluka lagi untuk kedua kalinya karenamu.  Jangan pernah kembali.  Dea] Send.

Menata hati tidak semudah ketika menorehkan luka. Sejenak aku menarik napas panjang.  Aku menatap kepingan kartu handphoneku yang nasibnya telah berakhir dengan sebuah gunting tajam.  Malam ini, aku harus merelakan kepingan-kepingan kartu handphoneku nangring di tempat pembuangan sampah. 

Sumber Gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun