PENGANTAR
Oleh: Diyanto
“Bagaimana kita mesti pahami jalan sejarah berbeda-beda dari berbagai tradisi seni rupa kita di tanah air? Yaitu tradisi-tradisi seni rupa yang menunjukan kenyataan berbagai kebudayaan etnik, yang tumbuh di desa dan di kota, serta mencerminkan berbagai golongan dan lapisan sosial. Bisakah kita terima seluruh versi tentang urutan-urutan nilai (estetis) yang berbeda-beda itu, dalam rangka menjelaskan jenis-jenis atau cabang-cabang seni rupa di Indonesia, secara tertentu?”
Ungkapan Sanento Yuliman diatas, membuka ruang tafsiran terbuka yang merujuk pada konsep-konsep tertentu. Persoalannya kemudian dapat ditelusuri melalui 2 (dua) jalan pemahaman yang berbeda, mengenai apa dan bagaimana pemahaman seni rupa Indonesia terbentuk:
Jalan pertama---berpijak pada cara memahami konsep ‘Indonesia’ yang terbentuk dari komitmen politik yang mengikat kesatuan wilayah dalam manifestasi; Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Menariknya, justeru dalam menerima komitmen tersebut diiringi pula kesadaran menjadi ‘modern’. Dalam perspektif, maka memahami menjadi ‘Indonesia’ berarti merumuskan identitas, membentuk pengertian, dan kategori ‘modern’ dengan berbagai cara. Segala pengertian dan gagasan modern berusaha menemukan tempatnya, bahkan menempuh resiko membedakan segala hal yang berada diluarnya. Pada titik ini, maka mengingat ‘Indonesia’ sebagai konsep kesatuan wilayah, identitas, dan kebudayaan---mewarisi pula alam pemikiran ‘modern’ yang dihiasi keyakinan atas deklarasi kemanusiaan. Mengenali seni rupa Indonesia, tidak lain adalah upaya untuk menemukan alasan-alasan kesamaan dibalik berbagai masalah perbedaan---tidak sebatas tentang kenyataan, melainkan juga cara menafsirkannya.
Jalan kedua---justeru bertolak dari berbagai kondisi yang berbeda-beda dalam mengidentifikasi seni rupa Indonesia. Gambaran ini cenderung membuka sebutan atau istilah seni rupa Indonesia sebagai sebuah konsep ‘netral’, yang dipandang mampu menampung keberadaan berbagai tradisi seni rupa yang mengandung nilai-nilai kebudayaan etnik sekaligus menunjukan berbagai golongan dan lapisan sosial yang berbeda-beda. Maka memahami seni rupa Indonesia---ditandai sebagai suatu ‘mosaik kebedaan’. Penandaannya terletak pada upaya untuk membayangkan, menangkap, dan memahami bentuk gambaran apa yang tampak dalam ‘mosaik kebedaan’ tersebut. Gambaran yang didorong keyakinan untuk mendapatkan garis persamaan dalam bentuk pengungkapan, persinggungan raut pernyataan, atau keselarasan diantara berbagai kebedaan.
Kedua jalan tersebut, pada praktiknya menguraikan landasan penting dalam perkembangan seni rupa Indonesia. Terdapat sejumlah penyikapan, penumbuhan keyakinan, praktik dan tradisi seni rupa yang berkembang hingga hari ini, merupakan proses panjang menemukan rumusan-rumusan perihal seni rupa Indonesia itu sendiri. Maka, hadir berbagai versi. Termasuk bagaimana meresepsi segala hal terkait ‘keIndonesian’, ‘kemodern-an’, serta permasalahan diantaranya dalam bingkai praktik seni rupa. Keragaman dan kekayaan versi serta cara meresepsi, pada akhirnya dapat dibayangkan sebagai ruang pertautan dan persinggungan---dalam mendapatkan gambaran seni rupa Indonesia secara menyeluruh.
Pameran seni rupa ini digagas untuk merengkuh suatu gambaran dan pemahaman mengenai praktik seni rupa Indonesia dalam lingkup terbatas di provinsi Jawa Barat, melalui bingkai jalan kedua dalam pemahaman seorang kritikus dan sejarawan seni; Sanento Yuliman. Alih-alih merupakan sebuah pengujian kembali, untuk membayangkan---menangkap dan memahami bentuk gambaran seperti apa dalam mosaik kebedaan praktik seni rupa.
MAKSUD DAN TUJUAN
Pameran seni rupa ini mengundang dan melibatkan partisipasi para perupa/seniman yang tinggal dan berkarya dikawasan provinsi Jawa Barat. Direncanakan dan menjadi program Thee Huis Gallery yang digagas secara berkala, yakni; 2 (dua) tahunan. Keberlangsungan pameran seni rupa ini, secara berkala diharapkan dapat memperlihatkan jejak, penampang, dan raut perkembangan praktik seni rupa di wilayah provinsi Jawa Barat.
PENDEKATAN DAN PROSES KURASI
Pendekatan kurasi untuk pameran pertama ini dibangun melalui korespondensi, undangan, dan jejaring diantara perupa/seniman di Jawa Barat yang dihimpun oleh tim kurator Thee Huis Gallery. Pendekatan ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan dana dan waktu. Tim kurator menyadari, bahwa pendekatan ini menyimpan sejumlah keterbatasan dan kelemahan. Terdapat distorsi data dan informasi yang mungkin terjadi selama proses kurasi berlangsung. Namun, pilihan ini dipandang terbaik untuk saat ini. Maka pada tahapan pameran berkala selanjutnya, pendekatan kurasi dilakukan melalui pengamatan langsung pada setiap daerah di wilayah provinsi Jawa Barat.
TAJUK PAMERAN
Pameran seni rupa ini memilih artikulasi zona sebagai ruang pertautan dan persinggungan beragam praktik seni rupa di Jawa Barat. Tajuk Zona, digulirkan secara berkala pada penyelenggaraan pameran selanjutnya dengan perubahan isu dan tematik yang berbeda. Untuk pameran pertama di tahun 2016 ini, tajuk merefleksikan pertimbangan dasar dalam membangun penampang pemahaman seni rupa Jawa Barat, yakni: ZONA#1; Versi – Resepsi. Tajuk tersebut dapat dielaborasi para peserta, dengan ragam pertimbangan praktik maupun rujukan konseptual dalam kekaryaan.
WAKTU PELAKSANAAN DAN TEMPAT
Pameran seni rupa Jawa Barat, ZONA#1; Versi – Resepsi diselenggarakan sebagai berikut:
Waktu : 22-30 Agustus 2016
Tempat : Thee Huis Gallery dan Lingkungan Taman Budaya Jawa Barat Jln. Bukit Dago Selatan, no.54 A, Bandung-40135
Selamat mengapresiasi. Salam Budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H