Berbagai lembaga survey memang harus diakui tetap menunjukkan hasil yang relatif sama, yakni popularitasn dan elektabilitas Ganjar Pranowo masih unggul di antara para pesaingnya dalam Pilgub Jateng 2018. Bahkan, survey internal yang dilakukan oleh PDI-P, partai Ganjar Pranowo, menyebutkan bahwa tingkat popularitas dan elektabilitasnya semakin tinggi.
Namun dengan tingkat popularitas dan elektabilitas yang terus unggul, pada kenyataannya PDI-P sampai hari ini masih ragu untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon petahana pada Pilgub 2018. Sebaliknya, beberapa kader lain yang justru dilirik oleh PDI-P, seperti Bupati Kudus, Mustofa.
Inilah yang menyebabkan munculnya berbagai pertanyaan di benak publik. Yakni terkait alasan dasar apa yang membuat PDI-P terkesan masih ragu memberikan rekomendasi pada Ganjar Pranowo, kadernya yang paling potensial untuk diusung. Tidak berlebihan jika publik bertanya-tanya sebab Ganjar Pranowo adalah gubernur incumbent dengan tingkat popularitas dan elektabilitas tinggi.
Publik Jateng menduga-duga bahwa lambatnya rekomendasi PDI-P kepada Ganjar Pranowo disebabkan oleh ketidakjelasan status Ganjar dalam pusaran korupsi KTP elektronik. Pasalnya, sampai detik ini Komisi Pemberantasan Korupsi belum menetapkan Ganjar Pranowo sebagai tersangka walaupun dalam suatu persidangan atas tersangka lain, jaksa penuntut dari KPK pernah menyebut Ganjar Pranowo menerima uang sebesar USD 500.000 ketika menjabat sebagai wakil ketua komisi II DPR RI.
Oleh sebab itu, dalam beberapa kesempatan, pengurus PDI-P di daerah Jateng mendesak supaya KPK segera menegaskan status Ganjar Pranowo. PDI-P memang ragu untuk mengusung Ganjar Pranowo sebab dia bisa ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK kapan pun. Dan, PDI-P menyadari bahwa popularitas dan elektabilitas Ganjar Pranowo tidak akan berarti apa pun jika ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Inilah dilema yang dimiliki oleh PDI-P untuk mengusung dan tidak mengusung Ganjar Pranowo. Di satu sisi popularitas dan elektabilitas Ganjar Pranowo yang paling meyakinkan, namun status hukumnya membuat semuanya menjadi meragukan.
PDI-P seharunya memberikan pendidikan politik kepada publik bahwa dasar utama pemberian rekomendasi kepada kader atau non-kader dalam kontestasi politik harus menjunjung nilai-nilai kejujuran, integritas, dan kompetensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H