4.     Bangsa kita tidak perlu kembali ke titik nol (purba) setelah mengalami masa hancur dengan syarat bangkit kembali mempelajari artefak yang ditinggalkan pendahulu.
Lantas apa hubungannya dengan keberlangsungan CSR pertambangan?
Selama ini program CSR erat kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi penduduk sekitar, pembangunan insfrastruktur, pemberian dana bantuan, hingga pemajuan bidang pendidikan. Seperti penulis amati dalam laporan peserta bootcamp sebelumnya bahwa PT Newmont Nusa Tenggara tengah mengelola berbagai pemberdayaan masyarakat diantaranya Coconet, pembangunan gedung sekolah, pemberian beasiswa, hingga pembangunan insfrastruktur fisik jalan. Program bootcamp ini  sebagai salah satu bentuk CSR edukasi PT Newmont Nusa Tenggara kepada masyarakat luas untuk melihat langsung proses sustainable mining.
Jika kita gambarkan, komunikasi CSR berlangsung dua arah dengan dominasi. Seolah-olah perusahaan sebagai agen sah penggerak dan penentu ekonomi masyarakat sekitar. Dalam bahasa lain masyarakat telah ditaklukan oleh perusahaan. Takluk dapat dikatakan ketidakberdayaan seseorang atau kelompok terhadap kekuasaan yang mendominasi. Perasaan tidak berdaya ini menimbulakan dampak ketergantungan masyarakat pada perusahaan. Masyarakat sebagai objek yang harus didekte dan diajari bagaimana bisa survive hidup di sekitar tambang. Perusahaan telah berperan mengajarkan dan menghantarkan masyarakat menuju perdaban yang lebih baik.
Namun, bagaimana logika itu kita balik. Sejauh mana masyarakat mengajarkan kepada perusahaan tentang khasanah lokal yang telah terbangun? Atau dalam kata lain, sudahkah perusahaan belajar dari sejarah masyarakat disana?
Tentu sejauh ini penulis belum menemukan apa yang telah perusahaan pelajari dari masyarakat.
Mari sejenak kita melihat kembali program CSR yang ditawarkan. Di website resmi www.ptnnt.co.id ada beberapa poin yang digaris bawahi dalam pengembangan program CSR yakni bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Pada poin ketiga, makna budaya sering direduksi oleh awam sebagai seni inderawi seperti tari-tarian, musik tradisional, makanan, rumah adat, pakaian dan bentuk budaya materiil. Kesalahpahaman ini timbul karena ketercerabutan nilai subtantif yang ada dibalik ritus-ritus tersebut. Maka tidak salah jika PT Newmont Nusa Tenggara dinilai telah mampu mengcounter segala nafas kehidupan tak terkecuali budaya dengan mendirikan pusat kesenian rakyat. Alih-alih sebagai pemberian wadah pemerhati seni, namun ada upaya jelas untuk meningkatkan pariwisata demi pemasukan daerah. Motif ekonomi lagi yang muncul.
Apresiasi CSR terhadap budaya seyogyanya tidak semata karena Pariwisata. Budaya merupakan cara masyarakat untuk melakukan kehidupan. Ini yang perlu dicari dan dikelola dengan baik. Karena didalam budaya tersebut terdapat sistem nilai yang luar biasa. Sistem itu menggerakkan identitas kulutural, aktivitas spiritual, dan praktek-praktek sosial yang menyimpan artefak-artefak pendahulu. Pada artefak inilah kita belajar ajaran pendahulu.
Ke arah harmonisasi
Selama ini penilaian sesorang terhadap pertambangan banyak timbul dari prasangka. Prasangka yang timbul akibat bentukan media dan jarak komunikasi. Prasangka perusahaan untuk membangun CSR dalam masyarakat masih sebatas melihat budaya materiil. Prasangka masyarakat sekitar yang beranggapan bahwa keadaan kemiskinan akibat pertambangan. Untuk menolong kemiskinan tersebut masyarakat senantiasa menuntut perusahaan.
Prasangka dapat didialogkan dengan tidak mengambil jarak komunikasi. Artinya komunikasi seyogyanya dilakukan dua arah tanpa saling mendominasi. Perasaan saling membuka diri untuk belajar. Demikian nanti akan timbul kesepahaman. Kesepahaman yang dibangun akan menciptakan kondisi perasaan saling memiliki dan menjaga. Jika ini dipenuhi maka akan tercipta sebuah peradaban yang maju. Maju tidak hanya dalam arti fisik material, namun juga tatanan nilai luhur bangsa dapat tercounter dengan baik.