Dialog dengan orang tua merupakan kebutuhan psikis bagi setiap anak. Dialog dapat menjadikan emosi dan jiwa sosial anak stabil. Dengan berdialog, kita dapat merasakan yang mereka rasakan. Selain itu, kita juga dapat mengukur tingkat keakuratan sudut pandang dan tindakan mereka. Melalui dialog, kita dapat menceritakan pengalaman hidup kepada mereka dan memproteksi mereka dari teman- teman yang buruk. Hasilnya, mereka akan menjadi semakin dekat dengan kita.
Jika dialog merupakan sebuah bentuk hubungan kepedulian dan komunikasi, maka kitalah yang menentukan untuk memutus atau menyambung hubungan tersebut. Pada dasarnya anak-anak sangat ingin berdialog, berbicara, dan mencoba untuk mendiskusikan pengalaman mereka kepada kita. Namun, kadang kita tidak peduli kepada mereka. Kita enggan mendengarkan mereka. Hasilnya, kita memberikan kesan buruk terhadap diri kita sebagai orang tua.
Ada seorang anak berkata: "Ayahku tidak pernah mengerti yang aku katakan, beliau tidak pernah mencoba untuk mendiskusikannya denganku, beliau juga tidak pernah memberikan pandangan positif kepada diriku. Beliau tidak pernah mengakui bahwa aku sudah dewasa. Jika ia mengakuinya, maka itu karena terpaksa" Berdasarkan keyakinan inilah anak menjadi pendiam Sejak saat itu anak mulai mencari pihak ketiga untuk mencurahkan isi hatinya. Ironisnya kadang teman yang dijadikan tempat mencurahkan isi hati tidak memiliki pengalaman yang cukup, tetapi anak mendengarkan dan menerima pendapat temannya yang belum tentu benar dan dapat dipercaya.
Kadangkala ketika anak ingin memulai derdialog dengan orang tuanya. Mereka harus menelan pil pahit karena orang tua enggan untuk diajak berdialog. Ingat 50% orang tua menghentikan pembicaraan dengan anak secara sepihak, dan 34 % yang terpaksa melakukan hal tersebut karena tidak mampu menahan emosi. Penghentian pembicaraan ini dapat berupa mengalihkan pembicaraan, atau buru-buru mematahkan argumen anak, bahkan menggunakan otoritas kita sebagai orang tua untuk menghentikan pembicaraan. Seharusnya, kita memperlakukan anak laksana atasan yang kita hormati. Jika ia berbicara, maka dengarkan dan perhatikan baik-baik dengan segenap perasaan Kita. Bagaimana mungkin anak akan mendengarkan seluruh petuah kita, kalau kita sendiri tidak mau mendengarkan isi hati mereka?
Dampak buruk dari pemutusan pembicaraan sepihak ini, anak akan merasa nyaman saat mengutarakan isi hati dengan teman-temannya. Mereka bebas mengutarakannya isi hati kepada teman-temannya. Mereka beba mengutarakannya sepuas-puasnya.
Jadi, kita harus mengintrospeksi diri kita. Perhatikan cara kita saat berdialog. Kadang, kita terlalu sering menggunakan kata perintah langsung atau ungkapan yang mengungkung kreativitas anak. Jika ini terjadi, bagaimana mungkin anak betah berdialog dengan kita? Lantas, bagaimana mungkin dialog ini mampu meringankan permasalahan mereka?
Anak beranggapan bahwa pendapat mereka di hadapan orang tua hanya seperti angin lalu saja. Jika mereka menanggapinya pun, itu tidak serius. Apalagi mereka punya kekuasaan untuk mengakhiri pembicaraan.
Meski sebagian faktor terbesar penghalang dialog antara anak dan orang tua adalah keterbatasan waktu dan perasaan sulit menerima pendapat anak, masih ada faktor- faktor lain yang juga harus diperhatikan, yaitu:
- Dari pihak orang tua
- Anak suka membicarakan seseorang yang bukan anggota keluarganya.
- Â Biasanya, pandangan anak itu salah dan tidak berarti sama sekali.
- Kadang, orang tua mengganggap anaknya salah.
- Orang tua mengetahui bahwa anak-anaknya tidak mampu memilih teman.
- Orang tua mengganggap argumen anak di luar topik pembicaraan.
- Saat kondisi pikiran tidak tenang dan malas berpikir.
Jika kita cermati faktor pemicu pemutusan sepihak ini, maka cara mengatasinya hanya satu. Yakni, teruslah berdialog dan jangan mengakhirinya!
Dari pihak Anak
Sementara dari pihak anak beranggapan bahwa orang tua mereka akan menggunakan kekuasaan mereka selaku orang tua untuk menghentikan pembicaraan jika ada hal- hal berikut.
- Saat anak menemukan sesuatu yang lebih hebat dari orang tuanya.
- Ketika kami tidak memiliki bukti yang menguatkan pernyataan kami.
- Ketika orang tua sibuk.
- Ketika orang tua berada di luar rumah.
- Ketika orang tua menyadari kekeliruan mereka.
- Ketika keluar dari tema pembicaraan.
- Ketika anak masuk dalam sebuah persoalan yang tidak bermanfaat bagi mereka.
- Waktu ujian.
- Ketika orang tua sibuk dengan pekerjaan.
- Ketika tidak ada kesiapan orang tua untuk berdialog Ketika mereka sedang jengkel dengan anak.
Sebagai dorongan agar anak berdialog, Anda harus menciptakan suasana kondusif sebagai bentuk pendekatan kapada anak. Singkirkan perasaan-perasaan yang mempersulit Anda berdialog dengan anak. Berusahalah untuk memercayai tindakan anak! Teruslah berusaha hingga Anda berhasil melaksanakan tugas Anda! Anda juga harus mengakui cara berpikir anak. Luangkan waktu untuk berdialog dengan anak. Jika waktu Anda tidak cukup, jangan menghentikan dialog sebelum anak menghabiskan isi hatinya. Jangan putus asa jika anak tid menerima arahan Anda. Ini adalah tugas Anda. Jika Anda tidak melaksanakannya, maka tidak ada seorang pun yang akan melaksanakannya.
Berikut ini Tips-Tips Memotivasi Anak untuk Berdialog dengan  Anda:
- Saat sedang makan bersama, cobalah membicarakan keinginan dan permasalahan Anda. Maka, anak-anak akan berusaha memberikan komentar. Hasilnya, mereka permasalahan Anda di tempat kerja. Utarakan tidak akan merasa sungkan untuk mengutarakan permasalahan mereka. Lakukan pendekatan dan berikan nasihat yang rasional.
- Cobalah mendiskusikan suatu permasalahan bersama kita atau masalah mereka! Pecahkanlah pembatas psikologi yang membuat pembicaraan terganggu! Berusahalah membuat anak merasa nyaman saat anak-anak Anda, baik yang berkaitan dengan masalah berdialog dengan Anda! Berusahalah untuk mencari solusi dari usul mereka! Buatlah seolah-olah solusi tersebut bersumber dari ide mereka! Hasilnya, mereka akan bersemangat membahas topik yang sedang dibahas. Sebab, mereka merasa bahwa mereka telah memberikan solusinya.
- Bersabarlah saat berdialog dengan mereka. Barangkali ada anak yang tidak mampu menyampaikan maksud hatinya. Jika anak keliru, maafkanlah! Jangan sakiti perasaannya.
Dan agar anak berdialog, Anda harus menciptakan suasana kondusif sebagai bentuk pendekatan kapada anak. Singkirkan perasaan-perasaan yang mempersulit Anda berdialog dengan anak. Berusahalah untuk memercayai tindakan anak! Teruslah berusaha hingga Anda berhasil melaksanakan tugas Anda! Anda juga harus mengakui cara berpikir anak. Luangkan waktu untuk berdialog dengan anak. Jika waktu Anda tidak cukup, jangan menghentikan dialog sebelum anak menghabiskan isi hatinya. Jangan putus asa jika anak tid menerima arahan Anda. Ini adalah tugas Anda. Jika Anda tidak melaksanakannya, maka tidak ada seorang pun yang akan melaksanakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H