Padahal, jika kita cermat meneliti, nyata betul bahwa orang-orang Indonesia itu rajin bekerja, ingin bekerja, tapi tidak cukup tersedia lapangan kerja yang bisa memberikan penghasilan yang memadai bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Kemiskinan masyarakat lebih karena sebab-sebab struktural.
Sementara soal keterdidikan dan keterlatihan, bukankah beban itu juga sebenarnya bersifat struktural? Tanggung jawab pendidikan dan pelatihan seharusnya sebesar-besarnya dipikul oleh pemerintah.
Jika pemerintah gagal mencerdaskan masyarakat, yang mengakibatkan mereka tidak bisa melepaskan diri dari jerat kemiskinan, maka pemerintahan inilah biang kegagalan kita dalam bernegara. Gagal sejak awal, gagal menyehatkan bangsanya, gagal memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia.
Fakta-fakta yang menguatkan hal itu mudah ditemui. Hitung saja jumlah angkatan kerja dan ketersediaan lapangan kerja dari tahun ke tahun. Perhatikan jenis-jenis lapangan kerja yang diisi oleh para pekerja Indonesia. Lebih banyak pekerja kasar yang mengandalkan tenaga dan tidak membutuhkan keahlian tertentu daripada bidang-bidang pekerjaan yang menyaratkan keahlian dan kreatifitas.
Hitung juga jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri dengan menjadi buruh pabrik, tenaga kasar di perkebunan, dan pembantu rumah tangga. Bandingkan dengan tenaga-tenaga ahli yang bekerja di perusahaan-perusahaan multi nasional di luar negeri. Jomplang.
AKIBAT
Ggizi buruk kronis berakibat ganda; (1) mereduksi produktivitas manusia dan (2) meningkatkan risiko penyakit yang tidak bisa disembuhkan, seperti penyakit jantung dan diabetes di masa tua. Beban ganda ini disebut dalam laporan Bank Dunia itu. Dalam waktu tiga tahun, riset juga menyebutkan terjadi peningkatan penderita stunting dari 35,6 persen menjadi 37,2 persen.
Laporan Bank Dunia juga mengungkapkan bahwa perkembangan otak anak tidak optimal akibat gizi buruk. Performa anak di sekolah menurun, tingkat IQ mereka juga bisa turun dari 5 sampai 11 poin. Ketika dewasa keterampilan kognitif untuk memahami persoalan yang lebih rumit pun menurun. Akibatnya bukan hanya diderita pada tingkat individu melainkan juga ekonomi masyarakat.
Estimasi Bank Dunia GDP Indonesia turun 2,5 persen akibat gizi buruk ini. Dasarnya, hampir separuh dari jumlah penduduk Indonesia berusia di bawah 30 tahun. Ini artinya pemerintah harus sanggup membuka lapangan kerja yang sangat besar. Karena tiadanya pekerjaan, jelas bakal berakibat pada merebaknya kemiskinan.
Jika pemerintah tidak mengambil tindakan apa-apa menyangkut soal kesehatan dan gizi masyarakat juga lapangan kerja, bonus demografi akan berubah jadi bencana demografi.
SOLUSI: SEDEKAH